Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Indonesia yang Mengajariku Banyak Hal

30 April 2011   00:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:15 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="649" caption="Seorang murid SD berjalan sepulang sekolah diikuti Ibu gurunya di belakang. (dok. pribadi)"][/caption]

Sejelek-jeleknya penilaian orang terhadap bangsaku, aku akan tetap mengaku orang Indonesia. Sejauh-jauhnya aku melangkahkan kakiku ke belahan dunia, aku ingin mati dan dimakamkan di Indonesia. Ini tanah Ibu pertiwi, tanah berabad-abad yang telah mengajariku banyak hal, tentang hidup dan tentang menyikapi segala hal di dalam kehidupan. Lagu_Wajib_Nasional-Tanah Airku

Tanah airku tidak kulupakan Kan terkenang selama hidupku Biarpun saya pergi jauh Tidak kan hilang dari kalbu Tanah ku yang kucintai Engkau kuhargai Walaupun banyak negri kujalani Yang masyhur permai dikata orang Tetapi kampung dan rumahku Di sanalah kurasa senang Tanahku tak kulupakan Engkau kubanggakan -Ibu Soed-

Ini Indonesia. Tanah yang mengajariku tentang alasan mengapa seseorang dilahirkan oleh Ibu pribumi dengan rambut hitam dan kulit coklat atau hitam legam. Ini adalah tanah yang mengajariku bahwa tidak mudah menempuh pendidikan yang sama baiknya dengan semua penduduk. Aku jadinya tahu bahwa ada saja dan akan selalu ada perbedaan nasib di negeri ini, antara seorang murid yang memaksa orangtuanya menggelontorlan puluhan juta rupiah untuk sebuah fasilitas main di halaman sekolahnya, dengan seorang murid lain yang dengan senang dan santai saja berjalan kaki pergi-pulang sekolah dengan bertelanjang kaki. Indonesia pula yang selama 20 tahun terakhir ini mengajariku bahwa tidak mudah menjadi seorang guru. Nasib sedikit lebih beruntung jika kau adalah guru berstatus pegawai negeri sipil. Lalu, waktu akan mengajarimu kesabaran saat kau masih berstatus guru honorer di sebuah kecamatan kecil. Seorang guru di Indonesia tidak bisa bersuara banyak. Hanya sedikit yang mau menambah pekerjaan dan mengisi hak-haknya mendapatkan perbaikan taraf hidup dan taraf kerja. Sebagai guru hari ini harus mengerti kompetisi usaha dengan pengajar-pengajar kelas privat dan sekolah swasta yang digaji lebih tinggi dan dilatih lebih mumpuni. Seorang guru di Indonesia harus tahu sebatas mana ia harus mengeluh, dan sejauh apa ia harus patuh. Ini Indonesia. Sebuah negeri yang mengajariku bahwa tidak semua orang bersih itu benar-benar bersih. Orang bersih pun seringkali terpercik kotoran bahkan diceburkan ke dalam lubang nista oleh rekannya sendiri. Aku melihat banyak orang dengan kebingungan yang sama tentang apa yang dilakukannya benar atau salah di mata pemerintah dan hukum. Atau apa yang dilakukan pemerintah dan penegak hukum tak selalu benar di matanya. Dan ia memilih diam dan tak berbicara. Aku menyaksikan kejahatan dan pengambur-hamburan uang di sana-sini, lalu aku terkadang diam saja. Mengapa? Aku pun tak tahu. Ini Indonesia. Aku memilih tetap mendukung pemerintahku. Orang-orangnya memang sebagian busuk, tapi nilai luhur negeri dan Agama mengajariku untuk selalu berpikir terang dan percaya pada sang amir. Itu tak menghentikanku untuk berkoar-koar meminta keadilan dan kebenaran, tapi terkadang aku membatin bahwa sejatinya mereka merasakan posisi terpojok dan tak punya banyak pilihan. Ini adalah sebuah kotak bangsa yang dibentuk oleh orang-orangnya sendiri, yang memilih beberapa dari kalangan mereka sebagai pemimpin, lalu dipasang untuk dihujat lagi beberapa waktu kemudian. Ini adalah warna dan makna kebebasan yang aku belum tahu nilai kewajarannya. Ini adalah negeri yang mengajariku arti sila "Keadilan bagi seluruh rakyat". Ini Indonesia. Negeriku dengan gunung dan jurang. Negeriku dengan sungai dan lautan. Ini negeri yang mengajariku tentang kontras dan kesenjangan. Orang-orang tidur di dalam tenda tepat di luar pagar gedung mansion, bertahun-tahun berdampingan namun tak sekalipun saling sapa. Ini negeri yang mengalirkan danau-danau buatan yang indah dan bermuara di sungai-sungai kotor tak terawat. Ini negeri yang memberikan kehidupan bagi sebagian hajat, lalu mendekatkan kematian bagi sebagian lainnya. Kelaparan dan wabah penyakit diangkat dalam satu bingkai berita dengan ketenaran dan harta karun pencitraan. Lalu negeri ini mengajariku untuk berbuat lalu menunggu, bergerak dan berderap inci demi inci, hingga roda kehidupan menanjak dan sampai ke puncak. Ini Indonesia. Tanah airku yang hanya satu. Bangsa besar yang mengajariku kebanggaan bahwa tak ada negeri lain yang disebut "Tanah Air". Bahwa tak ada negeri lain yang menghidupi jenis rumah dan pakaian adat terbanyak. Bahwa tak ada negeri lain yang menaungi kekayaan hayati terkaya, dengan aliran bahan-bahan tambang terpendam di bawahnya. Ini adalah Tanah Air yang mengajariku orang-orang hebat yang membentuk masa lalu lalu tersenyum di dalam bingkai foto dan lukisan di dinding-dinging sekolah desa. Ini Indonesia. Sebuah negeri yang tak pernah tidur dalam gemerlap kota dan remang-remang desanya. Ini adalah negeri yang menceritakanku kisah-kisah perjuangan generasi tua dan menuntunku membentuk kekuatan generasi muda. Ini adalah negeri yang mengajariku baca-tulis, lalu sekarang mengetik. Lalu membuatku mengenali jutaan warna selain Merah dan Putih. Ini adalah negeri yang mengajariku kasih sayang sesama, memberikan sikap dan pengabdian yang sama bagi orang normal dan orang yang cacat, lalu berpegangan tangan di atas satu panggung. Ini adalah negeri yang mengajarkan arti kasih sayang orangtua, dan kasih sayangku bagi orang-orang yang bernasib kurang baik di lingkunganku. Ini adalah negeri yang mengajariku bahwa semua orang punya caranya sendiri untuk mencari nafkah. Ada yang mulia, ada yang menjadi mafia. Ini negeri yang mengajariku bagaimana menghadapi dan menyikapi sengketa tanah dan laut dengan tetangga. Ini adalah Indonesia. Negeriku yang akan kukenal dan kukenang hingga aku terbaring dalam keabadian. Lalu kutinggalkan sejuta tulisan kemenangan untuk anak dan cucu-cucuku, untuk mereka bacakan kepada anak-anak mereka lagi kelak. Ini Indonesia, tentang cerita, perbedaan, kekuatan, pengabdian, penerimaan, kemuliaan, pilihan, dan tujuan. Ini adalah catatan hati tentang "Bagaimana menjadi seorang pembelajar". Di sini, di Tanah Air ini.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun