Deklarasi Damai Pemilu Berintegritas  yang dihelat Komisi Pemilihan Umum Selasa (3/6) malam menandai dimulainya masa kampanye hari ini. Yang menarik, media sosial semalam diriuhkan dengan kekalahan telak capres usungan PDI-P dan rekan koalisinya Joko Widodo di podium oleh capres Koalisi Gerindra Prabowo Subianto.
Ada yang mencela Jokowi, ada pula yang mengomentarinya "Ia disukai bukan karena ahli podium," seperti ditulis pengamat dari Charta Politika Yunarto Wijaya lewat sebuah tweet.
Jokowi tidak perlu dibentuk untuk jago pidato, kembalikan ke karakter aslinya, ia disukai bukan karena ahli podium..— Yunarto Wijaya (@yunartowijaya) 3 Juni 2014
Tapi lebih luas dan lebih umum dari sekadar pidato, saya sempat merangkum, dari kedua nama capres ini, mana sih yang paling ramai disebut-sebut di media sosial?
Aplikasi analisis gratis seperti Topsy dan Social Mention sangat membantu jika kita ingin tahu kata kunci mana yang paling banyak diperbincangkan orang di media sosial dalam rentang waktu tertentu. Dalam grafik di bawah ini, saya sajikan siapa pemenang media sosial jelang kampanye: Prabowo, atau Joko Widodo. Biar lebih mudah, kita pakai kata-kata yang paling popular dari kedua nama capres ini.
[caption id="attachment_327322" align="aligncenter" width="600" caption="Pertarungan kepopularan di media sosial antara Jokowi dan Prabowo. (Data diolah dengan analisis Topsy/3 Juni/@FandiSido)"][/caption]
Bisa dilihat dari grafik di atas, Jokowi mengungguli Prabowo untuk kategori "jumlah tweet per hari" selama satu bulan terakhir, terhitung mundur dari tanggal 3 Juni semalam. Dengan sebaran rata-rata tertinggi sekitar 200 ribu sebutan atau ketikan per hari di media sosial, Jokowi terus memimpin dan trennya relatif naik jelang kampanye.
Prabowo menyalip mentions Jokowi hanya di tanggal 19 Mei lalu, ketika kala itu Prabowo berpidato untuk pertama kalinya di deklarasi pemenangan di Rumah Polonia, bersama lima partai pendukungnya (nampaknya memang pidato selalu melambungkan pembicaraan orang soal Prabowo).
Tetapi jika dihitung makin terperinci dari waktu-ke-waktu, seperti apa?
[caption id="attachment_327326" align="aligncenter" width="600" caption="-"]
[caption id="attachment_327338" align="aligncenter" width="600" caption="Grafis menunjukkan jumlah sebutan nama popular kedua capres dalam rentang waktu tertentu. (Data diambil pada 3 Juni malam; Data per jam diambil pada pukul 21.07 WIB/@FandiSido)"]
Dari grafis di atas nampak angka-angka yang menarik. Jokowi cenderung "menguasai" rata-rata jumlah tweet,  baik itu selama sebulan (di atas 3,5 juta mentions) dan sepekan (di atas 1,3 juta mentions). Akan tetapi ketika waktunya dirapatkan lagi menjadi 1 jam, Prabowo unggul tipis. Perhitungan di atas dirangkum setengah jam setelah Prabowo turun podium di Hotel Bidakara.
Adapun sebutan yang dimaksud di sini mencakup semua ketikan di Twitter selama rentang waktu tertentu, termasuk dari judul-judul berita, kultwit, ketikan berimbuhan, hashtag, dan lain-lain. Artinya, jika kita menghitung dalam kerapatan waktu tertentu, kata 'Prabowo' yang diketik di Twitter bisa mencapai 174 kata hanya dalam satu menit. Lagi-lagi, siaran langsung pidato sang ketua umum Partai Gerindra tersebut sangat menarik perhatian netizen.
Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa tidak semua mentions di media sosial menunjukkan pujian atau dukungan untuk nama-nama capres tertentu. Data berikut ini selain menghitung jumlah sebutan, juga mencakup jenis sentimen yang "ditangkap" oleh mesin analisis ketika nama-nama tersebut diketik. Namanya sentimen, pasti ada positif, negatif, dan netral.
Sentimen ini ditelusuri oleh mesin pencari dengan mempertimbangkan beberapa hal kasat mata atau glance, termasuk perdebatan di linikala, hubungan atau rangkaian dengan kata-kata lain, kata-kata kunci yang tidak pada tempatnya, dan lain-lain. Dengan kemungkinan galat sekitar 1%, hasilnya bisa kita peroleh.
[caption id="attachment_327341" align="alignnone" width="600" caption="Grafik sebaran sentimen antara dua nama: Jokowi dan Prabowo. (Data diolah pada 3 Juni/@FandiSido)"]
Bagian yang dibatasi kotak merah sengaja ditonjolkan untuk menghitung reaksi seperti apa yang dibicarakan orang di media sosial terkait dua nama ini, pasca-Deklarasi Damai Pemilu Berintegritas yang disiarkan televisi 3 Juni semalam.
Bisa dilihat bahwa lagi-lagi Prabowo unggul tipis untuk sebaran data dan sebutan, mencakup juga kata kunci "jokowi" (grafik paling bawah) yang nampaknya dilontarkan para pendukung Prabowo dengan sentimen negatif. Bisa saja karena pidato Jokowi yang kalah retoris, atau gesturnya, pakaiannya, atau hal lainnya. Sungguhpun, Jokowi masih unggul di rata-rata jumlah sentimen positif (65:42).
Meski demikian, rata-rata pengguna media sosial menyebut nama capres tertentu dengan preferensi netral, artinya tidak tereduksi dengan kata-kata negatif ataupun benturan dengan nama lain. Data di atas diramu mencakup 8 media sosial yang paling banyak digunakan, termasuk Twitter, Facebook, dan Google Plus.
Rasanya tidak adil juga jika kita membenturkan dua kubu koalisi dengan hanya mengandalkan capresnya. Tidak dipungkiri bahwa prospek elektoral Prabowo Subianto --sebagaimana pandangan para pengamat-- sedikit banyak dipengaruhi oleh Hatta Rajasa yang akhirnya ia pilih sebagai calon wakil presiden. Pun Jusuf Kalla punya pengaruh besar untuk menambah kekuatan komunikasi podium Jokowi yang banyak dipermasalahkan.
Grafik berikut menunjukkan pertarungan media sosial, head-to-head, antara dua calon wakil presiden pilpres 2014: Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa.
[caption id="attachment_327342" align="alignnone" width="600" caption="Sebaran jumlah tweet netizen menyebut antara Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa sebulan terakhir. (Data diolah dengan Topsy, 3 Juni 2014/@FandiSido)"]
Tren yang sangat tinggi di atas terjadi pada 18 Mei, ketika akhirnya Joko Widodo dengan didampingi partai pengusungnya mengumumkan nama "Haji Muhammad Jusuf Kalla" sebagai calon wakil presidennya. Ketika itu media memang menyorot secara langsung kediaman Ketum PDI-P Megawati Sukarnoputri di Menteng, Jakarta, di mana para petinggi koalisi berkumpul untuk memublikasikan JK sebagai "yang terpilih".
Lebih dari 20 ribu sebutan nama Jusuf Kalla pada hari itu, mengambil keuntungan dari ditundanya deklarasi cawapres Prabowo yang baru diumumkan sehari setelahnya. Grafik juga menunjukkan tren kepopularan Hatta Rajasa di media sosial dalam sebulan terakhir ikut meningkat, mencakup berbagai berita dan ulasan di media online tentang sepak terjang sang mantan Menko Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional.
Tidak bisa dipungkiri, perhatian publik terhadap gelaran pilpres meningkat tajam dalam sebulan terakhir. Pasca-pileg, rupa-rupanya magnet elektoral seorang calon presiden lebih meriah ketimbang magnet partai politik. Ketika pemilihan ditentukan oleh preferensi publik terhadap sosok dan bukannya partai, netizen ikut bereaksi dengan terlibat diskusi formal-nonformal di Twitter soal siapa dan bagaimana sosok terusung.
Terlebih lagi, ada beberapa politikus atau partai yang sengaja menyebarkan misteri ke publik dan media, membiarkan pengguna media sosial menebak-nebak siapa yang akan dipilih sebagai cawapres Jokowi, ataukah akankah Golkar merapat ke kubu Koalisi Gerindra. Ini jadi isyarat positif bahwa public awareness atau perhatian publik kita terhadap ajang pemilihan presiden relatif baik.
[caption id="attachment_327343" align="alignnone" width="600" caption="Antusiasme pengguna Twitter dengan pilpres turut mendongkrak popularitas kata ini selama sebulan terakhir. (Data diambil per 3 Juni/@FandiSido)"]
Kata-kata seperti 'pilpres', 'pemilu presiden', dan 'presiden' mengalami tren positif di Twitter pasca-Pileg, terutama pada minggu-minggu jelang deklarasi pasangan capres-cawapres. Masyarakat menunjukkan apresiasi, sentimen negatif, bahkan membuka diskusi soal beberapa nama yang terkait dengan kata-kata kunci di atas. Ini juga mencakup balasan publik terhadap tayangan-tayangan yang dikirim kantor berita, pengamat, atau pesohor, yang merupakan magnet diskusi paling baik.
Dengan demografi pengguna Twitter yang didominasi kalangan berusia 15 hingga 21 tahun, grafik-grafik ini juga menggambarkan bahwa kecanggihan teknologi dan popularitas media sosial tertentu turut membantu para pemilih pemula untuk menyuarakan sikapnya, setidak-tidaknya lewat mention. Mereka ini sebagian juga termasuk kelompok swing voters yang suaranya masih bisa dipengaruhi dengan berbagai variabel.
Dan dengan jumlah pengguna Twitter di kisaran 58,7 juta akun dan jumlah pengguna internet 82 juta orang, (Data Oktober 2013/#Beritagar), besar harapan bahwa para pemilih muda ini akan bisa menentukan sikapnya di bilik suara pada 9 Juli kelak.
----------------------
Baca juga:
Prospek Kebijakan Luar Negeri Kedua Capres
Berharap pada Iklan Politik
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H