Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tanggung Jawab Industri Hilir (Bag. 2-habis)

16 Oktober 2014   16:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:48 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="580" caption="Kapal Pertamina Gas 2 saat mengapung di atas Perairan Teluk Kalbut, Situbondo, Kamis (9/10/2014). Kapal jenis mothership dan floating storage ini bisa menampung 45.000 metrik ton gas elpiji dalam 2 tangki terpisah, untuk kandungan propana dan butana. Pertamina mengklaim kapal kembar ini sebagai yang terbesar di dunia untuk pengangkutan dan distribusi elpiji. (Kompasiana.com/Gapey Sandy)"][/caption]

Setelah menaikkan harga jual Elpiji 12kg pada September lalu, proyeksi kerugian PT. Pertamina dari produk nonsubsidi ini diperkirakan turun dari Rp5,7 triliun, menjadi 3,7 triliun, atau terkoreksi kurang/lebih 2 triliun. Akan tetapi dalam perjalanannya, target sebesar itu nampaknya terlalu tinggi. Korporasi akhirnya mengakui besaran pengurangan kerugian dari Elpiji pada akhir tahun tersebut meleset menjadi hanya Rp452 miliar. (Baca: Mendidik Masyarakat lewat Kebijakan)

Sementara riak-riak pasar di divisi gas elpiji masih belum surut, Pertamina juga sudah harus disiapkan dengan agenda penyesuaian harga bahan bakar minyak bersubsidi yang digadang-gadang pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla. Rumor mengatakan, secepat-cepatnya pada bulan November, Jusuf Kalla sebagai wapres mulai akan memimpin realisasi kenaikan harga bensin (menjadi sekitar Rp9.000?).

Baik gas elpiji maupun BBM bersubsidi merupakan dua produk energi yang paling banyak menyentuh kehidupan publik, sekaligus paling bikin Pertamina terengah-engah mengelola arus uang. BBM Bersubsidi memberi tanggung jawab besar industri hilir Pertamina yang ikut berpengaruh pada target peningkatan profit 2014 sebesar 13,17 persen. Jika Jokowi-JK benar menaikkan harga bensin sebelum akhir tahun, maka peningkatan profit Pertamina tidak akan terkoreksi menjadi 5,65 persen sebagaimana perkiraan analis. (Sumber)

Di industri sektor hilir, Pertamina sudah mengambil langkah yang merujuk pada Rencana Pengembangan Jangka Panjang perusahaan, termasuk efisiensi operasional bongkar muat migas. Dengan memperbanyak kapal tanker milik sendiri, misalnya, Pertamina dapat mengefisienkan proses distribusi minyak dan gas sejak dari pembelian, penampungan, sampai penyaluran. Mereka berusaha menunjukkan, apa yang didapatkan publik jika mengikuti jalan berpikir Pertamina, tidak terkecuali soal penyesuaian harga minyak dan gas.

Investasi pada efisiensi


Marlodieka Wibawa, Penyelia Divisi Cyber Pertamina memberi penjelasan kepada 10 blogger Kompasiana dan sejumlah wartawan yang diajak berkunjung ke atas Kapal Pertamina Gas 2 di perairan teluk Kalbut, Situbondo, Kamis (9/10/2014) siang. Gas 2 merupakan satu dari dua kapal kembar jenis Very Large Gas Carrier yang baru didatangkan Pertamina tahun ini khusus sebagai kapal induk (mothership), penampungan terapung (floating storage), dan anjungan bongkar-muat (offloading) bahan mentah elpiji. Kapal yang berkapasitas 45.000 metrik ton setara elpiji itu diklaim Pertamina sebagai “yang terbesar di dunia” dalam pengangkutan gas.

“Kalau kalian bertanya ke mana uang dipakai Pertamina setelah menaikkan harga elpiji 12 kilogram, inilah dia,” ujar Marlodieka menunjuk kapal saat kami di atas tugboat, mulai mendekat ke badan Gas 2 dari jarak 200meter. Setiap upaya penyesuaian harga gas atau minyak, kata Marlodieka, merupakan cara Pertamina menutupi lubang kerugian, dan atau investasi  untuk menghemat pengeluaran besar di masa depan.

Kapal Gas 2 didatangkan Pertamina dari galangan Hyundai Heavy Industries di Ulsan, Korea Selatan pada 21 Mei 2014 dengan nilai investasi Rp730 miliar rupiah. Sebelumnya pada Agustus tahun lalu, “si kakak” yakni Pertamina Gas 1 dibeli terlebih dahulu seharga sama. Kedua kapal tersebut kini bersisian di Kalbut untuk wilayah operasi V, yang melayani distribusi elpiji ke Kalimantan bagian timur dan selatan, Jawa bagian timur, Sulawesi, Papua, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara.

Kapten Kapal Gas 2, Kosim, kepada kami di ruang konferensi mengakui, Pertamina berencana menambah kapal sejenis untuk menjangkau wilayah operasi yang lebih luas. “Kita sekarang punya 18 sampai 20 kapal khusus pengangkutan elpiji, ini masih kurang.”

Pertamina, menurut Kosim, sedang gencar mengurangi jumlah kapal sewaan (charter) yang selama ini masih mendominasi armadanya, dan mulai membangun kapal-kapal sendiri atau membeli dari perusahaan dalam negeri. Untuk merealisasikan itu, Pertamina bergantung pada anak perusahaannya, Pertamina Perkapalan yang dalam dua tahun terakhir turut mengomandoi setiap pembangunan atau pembelian kapal-kapal tanker baru. “Wilayah perairan Indonesia yang luas jadi keunggulan kita. Tapi karena transportasi darat belum menjangkau sampai pelosok, jalan paling tepat bagi Pertamina adalah memakai kapal-kapal seperti ini,” ujar Kosim yang menambahkan bahwa Gas 2 bisa berangkat 2 kali dalam sebulan ke wilayah-wilayah sempit seperti perairan Ambon dan Kupang.

Saat kedatangan Gas 1, Pertamina mengklaim bahwa pengoperasian kapal pribadi dapat menghemat biaya distribusi hingga US$40.000 atau sekitar 450 juta rupiah per hari. Atau dengan kata lain, dalam setahun korporasi bisa menghemat sekitar Rp800 miliar per tahun dengan pengoperasian total 12 kapal tambahan. (Sumber)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun