Hal ini juga yang disayangkan Williams, sampai-sampai ia menuliskan keresahannya karena temuan berbagai fakta praktik ilegal dalam pertambangan tidak diseriusi oleh pihak Indonesia sendiri.
“Pemerintah (Indonesia) tidak memberi pernyataan apapun soal ini, ditambah meluasnya praktik korupsi dalam rantai pasokan yang tidak beres. Tim penyelidik kami mendatangi titik yang sama didatangi oleh BBC, dan tentu saja kami sangat terkejut dengan apa yang kami lihat.”
Awal tahun ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menerbitkan laporan yang merangkum nilai kerugian akibat penambangan timah di Bangka dan Belitung Timur mencapai Rp 397 triliun, selama rentang 2007 hingga 2012. Kerugian akibat biaya kesehatan di satu kabupaten mencapai Rp 30 miliar, biaya untuk mendapatkan air Rp 42 juta, dan biaya mengatasi penurunan sumber daya alam nontambang (pertanian dan perkebunan) mencapai Rp 500 miliar.
Sementara laporan Friends of the Earth Indonesia, setiap pekan ada satu pekerja tewas di area penambangan timah di Bangka. Rata-rata tingkat kematian pekerja sebanyak 150 jiwa per tahun. Diperkirakan, dari total 60.000 pekerja ada sedikitnya 2.000 hingga 3.000 anak-anak terlibat dalam penambangan timah di banyak titik, termasuk tambang-tambang liar yang beroperasi tanpa otoritas dan standar pengerjaan minimum.
Meski praktik pelibatan anak-anak di banyak sektor industri bukanlah rahasia di Indonesia, tetap saja banyak pihak merasa perlu untuk membahas hal ini secara khusus. Isu ini menjadi makin tajam karena Indonesia juga menjadi pasar terbesar dari beberapa merek elektronik ternama, semisal Samsung, Nokia, Phillips, dan BlackBerry.
Menengahi perdebatan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia bidang UMKM pada 2012 Nina Tursina menyatakan, anak-anak tidak dilarang bekerja, dengan syarat ketat, yakni, “… maksimal tiga jam, pekerjaannya tidak membahayakan, dan tetap bersekolah,” ujar Nina sebagaimana dilaporkan Tribunnews.com, Oktober. Tetapi pun dengan syarat seketat itu, tidak ada tanda-tanda upaya serius untuk mengatasi isu ini.
Berdasarkan data International Labor Organization (ILO), sedikitnya masih 2,4 juta anak (di bawah standar usia kerja minimum 15 tahun) bekerja di berbagai sektor di Indonesia. Padahal, Indonesia punya visi bebas praktik pekerja anak di 2020.
Pertambangan timah sendiri, yang 90%-nya menyumbang devisa ekspor, makin disorot karena tingkat risikonya yang terbilang tinggi bagi kondisi fisik, mental, serta masa depan anak-anak. Meski Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan jelas melarang pelibatan anak-anak di berbagai sektor produksi, praktik tambang ilegal di Bangka masih bertahan dengan tradisi lama yang berisiko tinggi.
*