Industrsi buku di Indonesia tengah mengalami masalah yang cukup serius yaitu krisis ISBN atau International Standard Book Number. ISBN bukan hanya sekadar nomor yang tertera dalam buku, namun merupakan pengidentifikasi buku tentang judul, penerbit, dan kelompok penerbit.
13 digit angka ISBN bisa memberikan identifikasi terhadap satu judul buku yang diterbitkan oleh penerbit, sehingga pencatatan terhadap karya seseorang dan hak penerbit pun tercatat dengan baik. Namun, di tengah era revolusi industri 5.0 ini, krisis ISBN malah menghantui industri buku, baik fisik maupun digital.
Maka dari itu, perlu solusi untuk masa depan penerbitan yang konkrit untuk bisa menyelamatkan industri buku di Indonesia, salah satunya mengatasi krisis ISBN. Kita telaah faktor dan solusi yang bisa diambil sehingga menciptakan ide penyelamatan terhadap literasi di tanah air.
Penyebab Krisis ISBN di Indonesia
Krisis ISBN tidak terjadi begitu saja, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya fenomena ini di Indonesia. Salah satunya, kebijakan institiusi pendidikan yang mewajibkan pengajar dan mahasiswa untuk menerbitkan penelitian ber-ISBN sebagai syarat kelulusan atau naik pangkat.
Kebijakan tersebut muncul tanpa adanya revolusi dalam birokrasi untuk mendapatkan ISBN. Banyak orang yang kesulitan mendapatkan ISBN karena syarat yang sulit dicapai dan rumit. Belum ada aturan khusus terkait hal ini dari pemerintah, dan penerbit pun tentu hanya bisa melakukannya berdasarkan cara-cara umum.
Ditambah, terjadi lonjakan pengajuan ISBN yang tidak normal pada 2022 dengan buku yang malah tidak diketahui keberadaannya di masyarakat. Hal ini menjadi isu yang harus diatasi bersama sehingga tidak memunculkan masalah baru di industri buku yang seharusnya dilakukan penuh kesadaran akan pendidikan.
Penerbitan buku fan fiction, produk web novel, sampai buku-buku self publish yang seharusnya tidak mendapatkan ISBN malah berebut untuk mengurus ISBN. Hal ini dikarenakan belum ada aturan yang mengatur bagaimana sebuah kategori buku tersebut untuk bisa mendapatkan ISBN, namun penerbit yang berorientasi bisnis tanpa kebijakan pemerintah yang mengikat, mencari jalan pintas untuk bisa mengurusnya.
Dampak Krisis ISBN
Walaupun terkesan disepelekan dan dikesampingkan, krisis ISBN ini memiliki banyak dampak yang berbahaya untuk kelangsungan industri penerbitan di Indonesia. Penerbit kecil akan sulit memperoleh ISBN karena lonjakan pengajuan yang tinggi, bahkan Perpustakaan Nasional Indonesia pun sempat ditegur oleh Badan Internasional ISBN di Inggris karena hal ini.
Kualitas buku-buku yang diterbitkan di Indonesia pun bisa-bisa menurun. Hal ini nantinya berdampak pada kualitas pendidikan dan sumber informasi, serta literasi di masyarakat. Ditambah fenomena buku bajakan yang terus menghantui para penulis dan penerbit, sehingga menjadikan mereka sulit mendapatkan kesejahteraan dan hak yang layak.
Dampak lainnya, kita pun akan semakin sulit dalam memperoleh buku-buku yang belum terbit. Banyak penulis berbakat yang menerbitkan buku di penerbit kecil, namun jika kisruh krisis ISBN di Indonesia masih berlanjut, jelas hal ini hanya akan membuat industri buku semakin terpuruk di masa depan.
Solusi yang Bisa Diambil
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan tertinggi harus segera bertindak. Pertimbangkan kebijakan yang mengurangi biaya perolehan ISBN sehingga para penerbit kecil pun bisa dengan mudah mendapatkan ISBN untuk buku-bukunya. Selain itu, pengawasan terhadap 'mafia ISBN' sudah harus digalakkan karena hanya akan mencederai penerbitan di Indonesia.
Bantuan teknis untuk penerbit kecil pun sudah harus segera dibuat. Pemerintah bisa menyusun pedoman yang baik sehingga penerbit, terutama yang berskala kecil pun bisa mengurus ISBN dengan benar. Ditambah, pedoman ini bisa membuat pencatatan semakin rapi, agak sedikit aneh apabila di era teknologi masih kesulitan dalam melacak buku misterius tapi punya ISBN.
Tingkatkan sosialisasi tentang pentingnya memiliki ISBN yang sah dengan cara yang benar di kalangan penerbit dan penulis. Tidak semua buku bisa memiliki ISBN, dan hal ini harus diketahui semua orang. Meskipun begitu, pemerintah bisa memberikan informasi yang jelas tentang seperti apa buku yang layak mendapatkan ISBN, sehingga para penulis bisa membuat karya yang berkualitas.
Kesimpulan
Krisis ISBN di Indonesia tidak hanya berasal dari penerbit dan pihak-pihak nakal yang bermain di dalamnya. Namun, hal ini menjadi peringatan untuk kita semua bahwa industri buku di Indonesia masih jauh dari kata layak. Orang-orang berbakat dalam menciptakan buku berkualitas di Indonesia akan pesimis dan sulit muncul ke permukaan.
Penerbit-penerbit kecil akan mundur dan gulung tikar karena tidak mampu menerbitkan buku berkualitas. Jika kita hanya mengejar jumlah buku ber-ISBN harus banyak tetapi tidak mementingkan kualitas dan aturan, nantinya hanya akan membuat Indonesia dicap buruk di mata internasional.
Teguran dari Badan ISBN Internasional sudah cukup memberikan bukti bahwa krisis ISBN di Indonesia harus segera di atasi. Jika tidak segera bergerak, maka ini hanya akan menjadi bom waktu, dan industri buku di Indonesia hanya akan menjadi industri underground yang tidak diperhitungkan oleh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H