Aplikasi perpesanan mulai menjamur seiring berkembangnya teknologi. Tidak sedikit yang menawarkan keamanan end-to-end atau memastikan chat hanya dibaca oleh pengguna. Tapi, saat ini secara pribadi saya mulai resah dengan aplikasi perpesanan yang sedang populer yaitu WhatsApp, terutama soal keamanan.
Seperti yang sudah digembar-gemborkan, WhatsApp menggunakan teknologi end-to-end dalam percakapan digitalnya. Itu memang bagus karena bisa menjaga privasi para penggunanya. Tapi, belakangan malah jadi banyak drama peretasan WhatsApp di kalangan elit.
Mulai dari peretasan para pejuang KPK, lalu kini ada peretasan terhadap anggota BEM UI yang disinyalir karena meme Jokowi sebagai The King of Lip Service. Padahal, untung cuma disebut Lip Service, gimana kalau disebut sebagai Lip Sync-er? Malah jadi tanda tanya besar dan muncul dugaan bahwa suara Jokowi ternyata bukan suara dirinya. Udah, ah takut ada tukang bakso.
Hal yang bikin saya resah dari WhatsApp adalah mudahnya mengirim pesan terhadap nomor telepon orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Misalnya, saya mengirim pesan ke si A, tapi si A tidak menyimpan nomor saya. Alhasil, si A mempertanyakan kok bisa dapat nomor dari siapa.
Bahkan, tidak sedikit penipuan terjadi ketika seseorang tak dikenal mengetahui nomor WhatsApp kita. Karena, di aplikasi yang kini milik Facebook itu tidak ada sistem konfirmasi pertemanan, semuanya serba bebas.Â
Hal ini tidak dijumpai di BlackBerry Messenger atau BBM. Ketika saya ingin bercakap dengan si A melalui BBM, saya harus bertemu yang bersangkutan dan meminta Pin BBM-nya. Setelah saling menyimpan Pin, barulah bisa saling mengirim pesan. Hal ini menurut saya lebih aman dari WhatsApp dan bisa mengurangi penipuan seperti pinjaman online.
Nah, ditengah kabar peretasan WhatsApp yang berseliweran, sudah sepatutnya BBM kembali bangkit ke permukaan. Mengenalkan keamanan khas BBM yang sudah sejak lama menemani para pengguna internet di Indonesia. Walaupun sudah sejak 2019 BBM pamit dari smartphone masyarakat.
Kini BlackBerry memiliki aplikasi terbaru yaitu BBM Enterprise. Aplikasi tersebut mirip BBM, namun mengincar kalangan pebisnis karena harus berlangganan alias tidak gratis. Namun, saya yakin dengan berbayar, keamanan pengguna BBM Enterprise terjaga. Namun, secara pribadi rasanya masih berat untuk menggunakan BBM Enterprise, soalnya siapa coba yang memakai aplikasi itu sekarang?
Namun situasi saat ini tetap berbeda, isi grup keluarga semakin marak dengan informasi yang entah dari mana sumbernya. Tapi, malah jadi headline pembicaraan ibu-ibu sehingga informasi itu seakan benar adanya. Mulai dari isu vaksin bisa bikin kejang-kejang, Covid-19 cuma konspirasi, Covid-19 bentuknya datar lah, ini lah itu lah.
Maka dari itu, saya harap BlackBerry mau memberanikan diri untuk bangkit kembali merilis ulang BBM. Saya yakin masyarakat Indonesia mau mendownload dan menggunakan aplikasi itu kembali. Seperti zaman sekolah dulu, kalau mau ngegebet cewek, minta pin BBM.
Hal yang paling ngangenin dari BBM itu adalah bunyi pingnya. Bahkan hingga kini masyarakat seolah tidak bisa lepas dari budaya ping. Contohnya adalah mengirim "P" ketika hendak mengabari seseorang, atau memastikan orang itu online atau tidak. Padahal itu adalah fitur BBM yang unik.
Bahkan, sejak zaman saya SMP-SMA, aplikasi BBM kerap digunakan untuk memeriksa apakah internet sedang stabil atau tidak. Apabila internet stabil, di bilah notifikasi BBM tertulis "Terhubung". Sangat unik, dan cukup ngangenin. Sekaligus ternyata BBM sangat multifungsi.
Selain itu, ketika kita mendengarkan musik, di tab status BBM bisa dimunculkan status kita sedang mendengarkan lagu apa. Hal ini cukup unik dan tidak akan pernah ada di WhatsApp. Beranda BBM pun saya kira sangat bagus daripada WhatsApp dengan status yang bertahan 24 jam.
Namun, ketika BBM bangkit, apakah WhatsApp akan tersingkir? Tentu saja iya! Tapi tidak akan sekaligus, tapi bertahap. Lambat laun, BBM akan melibas habis WhatsApp seperti ketika WhatsApp membawa petaka bagi BBM. Seakan pembalasan dendam yang dramatis dan epic.
Meskipun penyebaran hoaks di BBM tetap berpotensi terjadi, tapi apa salahnya untuk pindah dari WhatsApp dan kembali ke masa kejayaan BBM. Menunggu gebetan memunculkan lambang "R" dan memarahi teman karena pesannya selalu berstatus "D" alias tak kunjung dibaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H