Menurut wikipedia, pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan adalah hal yang dianggap sangat penting di dunia ini guna melahirkan orang-orang berpendidikan yang dapat membangun negara maju. Lantas mengapa pendidikan bisa sampai dianggap hanya formalitas belaka? Tentu bukan kalimat bualan yang dapat disepelekan dan tak dapat dipertanggungjawabkan.
Banyak dari kalangan orang menganggap pendidikan itu adalah kebutuhan hidupnya. Tapi, apakah hal tersebut berlaku pada semua orang? Pada realitanya, tak sedikit pula orang yang acuh tak acuh mengenai pendidikan. Ada yang karena faktor dalam diri pribadi, ataupun karena faktor yang menghambat proses seseorang dalam meraih pendidikan.
Setiap orang punya alasannya masing-masing mengapa sampai tak memperoleh pendidikan. Salah satu kasus yang sudah merajalela yaitu faktor ekonomi. Banyak orang terhambat karena permasalahan tersebut. Antara pihak yang dimaksud dan pemerintah sendiri juga mempunyai jawaban masing-masing. Orang menyebut biaya sekolah mahal, peralatan dan cara menempuh pendidikan pun sulit, tapi pemerintah menjawab, sekarang sekolah digratiskan, tapi tetap saja buktinya masih banyak yang sulit mendapatkan pendidikan.
Nalurinya, semua kembali kepada niat dan dorongan kita pribadi. Rezeki bisa mengikuti, tapi niat itu tidak diberi ataupun dibeli. Banyak ditemukan pendapat orang menengah bawah yang mengatakan 'untuk makan saja susah, apalagi untuk sekolah' lalu memutuskan untuk mencari uang ketimbang mengurus pendidikan yang dianggap hanya menghabiskan uang saja, tanpa berpikir akan jadi apa kelak seseorang yang berpendidikan. Bisa saja mengubah tatanan ekonominya, bisa saja mengangkat derajat seluruh keluarganya, bisa juga memiliki ide-ide brilian demi kelangsungan hidupnya. Namanya rintangan selalu ada di setiap masalah, namanya keberanian harus diambil di setiap langkah.
Bagaimana dengan yang mampu mengayomi pendidikan tapi masih leha-leha? Kita beri contoh, semisal artis cilik atau remaja yang karirnya sedang melejit, apa orang-orang seperti itu sudah tak memerlukan pendidikan? Mari berpikir, uang tersedia, penggemar banyak, kepedulian didapatkan, kebanggaan dijunjungkan, mungkin ini terlalu frontal tapi semisal tatakrama tak dijaga atau otak tak memadai, terjari karena apa?
Kita bisa menghindari hal-hal seperti itu dengan berpendidikan bukan? Lagi pun, karir itu tak selalu diatas, roda kehidupan terus berputar, berpendidikan takkan membuat kita menyesal setelah mendapatkannya, tapi karir? Setelah dapat, antara melejit atau sirna, disanjung atau dilupakan.
Orang-orang berkarir yang berpikir sekolah dan pendidikan itu hanya formalitas kelulusan dan gelar juga karir yang lebih penting karena langsung terjun lapangan itu salah. Mengapa? Memangnya seseorang bisa meraih karir tanpa perlu 'bekal'? Tanpa attitude baik? Tanpa pemahaman yang baik?Â
Tanpa mengetahui mana yang patut dilakukan atau tidak? Tentu semua itu didapat hanya oleh orang-orang berpendidikan, tak peduli lah pendidikan itu di dapat dirumah atau disekolah, pendidikan tetap pendidikan. Jikalau alasan sibuk dan waktu padat hingga tak sempat memperoleh pendidikan di sekolah jadi kendala, masih bisa memanggil guru atau les privat, masih bisa juga mengikuti aplikasi belajar lainnya dan belajar otodidak, atau bisa pula memperoleh pendidikan dari orang-orang sekitar.
Pendidikan itu tak melulu tentang sekolah dan belajar, etika dan karakter yang baik juga bentuk mengaplikasian dari pendidikan. Yang berpendapat pendidikan hanya formalitas dalam menjalani hidup dan malas memperolehnya terkadang secara tak sadar dirinya telah mendapatkannya selama ini. Tapi dengan pendapatannya itu, kemungkinan akan hancurnya pribadi berpendidikan dari orang tersebut.
Tapi, bagaimana kalau argumen itu didapat setelah seseorang merasakan proses dari pendidikan? Inilah yang justru lebih memahami keadaan dan dapat menilainya langsung.
Dilihat dari keadaan pandemi yang menyerang belahan dunia, sudah tak jarang orang-orang mengeluh hidup kesulitan yang salah satunya berdampak pada proses pendidikan. Sudah hal yang lazim banyak sekolah menerapkan sistem daring untuk pembelajaran sekolah jarak jauh. Tentu prosesnya tak lepas dari hal positif dan negatif. Disamping siswa tak perlu repot datang ke sekolah dan menjegah pandemi terus merebak, banyak siswa yang justru lebih santai karena kegiatan pendidikan yang tak terlalu terpantau. Banyak yang melakukan daring sembari makan, nonton, main, bahkan tidur, baik disengaja ataupun tidak, karena kebiasaan baru terbentuk menyesuaikan keadaan baru pula. Belum lagi alasan sinyal dan sebagiannya menjadi penghambat pembelajaran. Tugas-tugas yang diberikan juga ada yang respect ada yang tidak. Yang peduli pun belum tentu sungguh-sungguh mengerjakan, 'tanya' dan 'cari' sana sini mudah dilakukan, karena pada akhirnya berkata 'yang penting beres, mau masuk otak atau tidak urusan belakangan, yang penting lulus'. Padahal tujuan penugasan itu sendiri untuk lebih melatih kelihaian otak, bukan hanya syarat dalam pemberian nilai.