Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kunang-kunang di Kegelapan

21 Oktober 2024   07:24 Diperbarui: 21 Oktober 2024   07:30 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di rumah, alih-alih asik meminum sendirian sembari mendengarkan musik, tatapan Bono masih sangat kosong. Kini dunia di hadapannya sedang berputar dengan tidak pasti. Adrenalin di dalam pikirannya seolah-olah akan meledak dan apakah akan membawanya sekali lagi mengingat hal paling membahagiakan dalam hidupnya?

Bono mulai kesal. Ia tiba-tiba jengkel terhadap mantan kekasihnya yang kabur darinya demi seorang yang baru dikenalnya hanya karena harta dan martabatnya lebih baik daripadanya. Padahal dialah harapan terakhir dalam hidup Bono. Perasaan bahagia yang muncul di masa kedewasaannya ini. Setitik cahaya yang muncul seperti kunang-kunang dalam kegelapan. Tetapi hanya sekejap saja lalu menghilang pergi dari kehidupannya.

Semakin lama Bono mengingat hal itu, semakin kesal pula ia kini. Sekarang apa lagi yang mesti diingat-ingatnya mengenai sebuah momen kebahagiaan dalam hidupnya?

Tiba-tiba lagi ia teringat lingkungan di sekitarnya. Mungkin karena hal itu yang paling dekat dan paling sering bersentuhan dengan dirinya. Tetangganya--tidak ada terlalu peduli. Temannya? Bono pikir dua puluh tahun dalam hidupnya ini sosok teman hanyalah cerita fiksi yang pernah ia baca. Selain ikatan yang dipenuhi kepalsuan, mungkin juga terlalu banyak atau lebih seringnya karena kebutuhan semata. Tidak lebih bijak dari selembar padi yang sering ia temui.

Memang ada masa di mana Bono juga berteman dengan beberapa orang. Saat bekerja di sawah atau teman yang tumbuh bersama di lingkungan desanya ini. Ada cerita dan ada juga tawa  meskipun ia sudah tahu lebih banyak kebohongan di antaranya. Kesungguhan yang benar nyata itu terjadi saat mereka membutuhkan Bono.

Ternyata Bono berpikir tidak ada lagi selain hal itu. Ia terlalu frustasi terhadap semuanya. Segala momen di hidupnya seperti tembikar yang tidak pernah benar ingin dibuat. Semua mudah hancur atau semua terlalu sering ditinggalkan begitu saja. Hal ini membuatnya yang sedang tidak sadarkan diri menjadi semakin menggebu-gebu untuk berpikir bahwa hidupnya adalah bentuk kegagalan.

Akhirnya Bono terlalu lelah, matanya samar-samar menjadi sayu dan lemas. Ia mengambil selembar kertas yang pernah digambarnya semasa kecil dahulu. Lukisan mengenai orang tuanya yang sudah lama tak pernah ia ingat kembali wajahnya dan potret dari sosok kakeknya yang terlalu singkat pergi dari hidupnya. Satu-satunya benda yang pernah ia curahkan dengan perasaan paling bahagia dan paling mengharukan. Karena bekas-bekas noda di kertas ini juga merupakan bekas air mata yang pernah jatuh saat itu.

Sementara kegelapan mulai mengambil alih kesadaran Bono. Ia perlahan jatuh ke dalam mimpi panjangnya. Jatuh ke dalam masa bahagianya kembali bersama orang tuanya yang sangat dirindukannya. Dan juga melompat jauh ke dalam pelukan kakeknya yang ia tahu pasti sudah lama ingin memeluknya dengan penuh kasih.

Hari itu merupakan momen terindahnya dan momen di mana upacara pendewasaan Bono dikatakan selesai dan segala hal yang pernah dilalui akan menjadi cerita singkat tentang seorang manusia yang membutuhkan kasih sayang serta perhatian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun