Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Last Train

27 Juni 2024   17:55 Diperbarui: 27 Juni 2024   18:15 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wahaha, sudah lama ya kita tidak ngobak seperti ini. Terakhir kayaknya waktu kita SMP dulu," ucap Dola kegirangan di dalam sungai.

"Iya! Ini masih sangat menyenangkan. Ha-ha." Aku dan Mukhlis ikut mengiyakan sembari saling menciptakan air. Kami memang sangat sering waktu itu main di sini. Sepertinya di sini tidak hanya ada aliran air, tetapi juga menyimpan aliran waktu. Begitu melarutkan kami ke dalam kenangan. Hingga tidak sadar kedinginan kami beranjak ke tenda dan ganti baju.

Setelah siap, kami menyalakan api unggun, membakar ayam yang sudah disiapkan untuk disantap, lalu saling menceritakan banyak hal tentang masa lalu kami di sini. Mungkin karena ini hari terakhir jadi waktu terasa begitu cepat sekali bahkan untuk menceritakan semua kenangan. Hari ini cukup menyenangkan dan mengharukan untuk saling menahan air mata yang sudah membendung. Tapi kami bertiga masih cukup tegar hingga saat semuanya terlelap di dalam tenda.

Esok hari tiba, pagi sekali seusai mendengar Kokok ayam, matahari yang samar padam akan segera menyala kami sudah bersiap membereskan tenda dan berangkat menuju rumah masing-masing untuk bersiap lagi menuju stasiun. Sebab hari ini memang perjalanan akan segera kami mulai.

Kami yang sudah membawa persediaan yang cukup, sudah berpamitan juga dengan keluarga, akhirnya menaiki mobil bak pengantar sayur untuk ikut menumpang sampai ke stasiun kereta. Memang jarak antara desa ke stasiun itu lumayan jauh berada di dekat kota ini. Sementara di sepanjang perjalanan tidak ada obrolan sama sekali hanya sesekali saling berpandangan saja sambil meratapi gambaran suasana desa yang mulai menjauh dari mata kami.

Tiba di sana, kami berjalan membeli tiket kereta sesuai tujuan masing-masing. Di mana Mukhlis yang akan bertransit  lalu ke pelabuhan untuk sampai di tanah Sumatera , aku yang bertransit akan menaiki kereta lagi agar sampai ke tanah Jawa, dan Dola yang hanya menaiki kereta ini sekali hingga sampai di ibu kota.

Setelah saling memegang tiket ditangan. Kami mulai bertatap-tatapan. Sungguh waktu berhenti di sini. Tidak ada yang mengganggu hingga kami saling berpelukan sangat erat seperti tidak mau melepaskan. Tetapi ini adalah jalan yang sama-sama ingin kami tuju, masa depan yang ingin kami ingin, dan mimpi-mimpi yang akan kami raih. Kemudian pada akhirnya tiga orang anak kecil yang sudah menjadi dewasa ini tidak bisa menahan air mata lagi dan mulai menangis. Linangan air mata yang begitu sedih sebagai akhir cerita dari sebuah perpisahan persahabatan yang ingin menapaki kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun