Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu dan Daging Tahunannya

18 Juni 2024   16:52 Diperbarui: 18 Juni 2024   17:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam ini suara takbir berkumandang dan besok adalah hari yang Ibu sangat nantikan. Karena daging tahunannya akan segera tiba. Sekaligus momen terbaik yang selalu akan terkenang dalam hidupku.

Pagi hari selesai melaksanakan salat Ied, Ibu sudah memberikan strategi untuk hari ini agar pengambilan daging di masjid bisa lancar tanpa tertinggal satu pun. Ia sangat terlihat menggebu-gebu seperti biasa setiap tahunnya. Mungkin karena aku hanya tinggal berdua dengan ibu dan daging ini juga sangat berharga bagi kami. Yah, hanya hari inilah di mana kami bisa merasakan lauk mewah yang biasa dimiliki dengan mudah oleh kebanyakan orang.

Sejujurnya, bukan maksud terlalu merendahkan diri. Tetapi aku dan ibu bukanlah orang yang punya. Kami hanya tinggal berdua di sebuah bedeng kecil yang di sekitar bedeng kami penuh barang rongsok yang aku kumpulkan untuk mata pencarian sehari-hari. Ibu juga hanya penjual tisu keliling di pasar, bahkan untuk kebutuhan makan--ibu biasanya mengais sisa-sisa pedagang dari mulai sayur dan beras yang berjatuhan di jalan.

Namun, ibu selalu mengajarkanku untuk selalu bersyukur atas kehidupan ini. Katanya mungkin ada yang lebih tidak baik dari keadaan kami. Maka dari itu setiap hal yang terjadi jangan pernah untuk tetap bersyukur. Begitulah ibuku tercinta. Aku sangat bangga kepadanya.

Tahun ini keluarga kami mendapatkan empat kupon daging dari masjid sekitar. Jadi ibu dengan dua kuponnya akan berangkat langsung bahkan menunggu. Sementara aku akan membawa kupon itu juga sekalian mencari botol bekas atau barang rongsok yang bisa ditemukan sepanjang perjalanan. Makanya aku membawa karung  besar yang kutenteng di punggung.

Sekiranya selepas Zuhur, pengumuman pembagian daging sudah disiarkan. Aku bergegas ke sana dan memang sudah terlihat sedikit antrian yang ada. Walaupun aku terkadang cukup terganggu mengenai pandangan orang di sekitar terhadapku. Tapi pastinya meskipun pakaianku cukup kusam dan sudah ada yang bolong sedikit, aku sudah menyemprotkan parfum. Karena waktu itu ibu selalu berpesan untuk jangan merepotkan orang dengan bau badan yang kita miliki.


Tiba giliran namaku dipanggil aku langsung mengambil daging dan mendapatkan sekantong kresek daging sapi. Wah, aku sangat bersyukur sungguh. Aku tidak begitu suka dengan daging kambing walaupun terkadang tetap memakannya jika harus. Tetapi daging sapi di tanganku ini sangat terlihat banyak, di perjalanan menuju masjid berikutnya aku sudah membayangkan betapa lezatnya nanti kalau daging sapi ini dimasak oleh ibu.

Aku jadi teringat waktu virus korona menyerang. Waktu itu kami hanya mendapatkan satu kupon saja dari masjid karena pembagian dagingnya terbatas. Aku cukup kecewa, namun melihat ibu yang masih terlihat bahagia meskipun hanya dapat satu, rasa kecewa itu langsung hilang seketika. Zaman korona itu juga cukup berdampak pada kehidupan kami--yang mana untuk makan harus dibatasi sehari sekali.

Ah, ya, kenapa ibu sangat senang mendapatkan daging itu bukan hanya karena merupakan makanan mewah. Tetapi dengan mendapatkan daging, ibu jadi bisa berbagi kepada yang lain. Ibuku itu setiap mendapatkan daging pasti akan memasak banyak sekali dan membagikannya ke orang-orang sekitar. Hal ini yang membuat ibu bahagia karena baginya hanya dapat berbagi kebaikan setahun sekali saja.

Aku pernah bertanya kepada ibu waktu itu mengenai, kenapa sangat suka menyebar kebaikan. Padahal pas korona kami hanya mendapat satu kresek saja tetapi malah ibu bagikan setelah memasaknya sementara kami hanya dapat satu mangkok saja.

Ibu pun hanya menjawab, "Nak, berbagi kebaikan, berbagi kebahagian itu keharusan kita sebagai manusia. Walaupun kita hanya bisa sesekali saja, tetapi kebaikan itu pasti akan berbalik kembali. Makanya sampai saat ini kehidupan kita masih baik, kan?". Pada saat itu aku hanya mengangguk saja. Karena aku sangat tidak memahami apakah kehidupan kami yang seperti ini benar-benar 'baik'. Aku sungguh tak memahaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun