Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selamat Bermimpi

16 Juni 2024   11:13 Diperbarui: 16 Juni 2024   12:54 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esok harinya aku tidak juga membaik, bahkan terasa lebih parah. Aku ingin bergerak keluar tetapi sangat lemas. Ah ya aku punya kartu kesehatan. Tetapi sudah lama tidak kubayar, apa masih bisa. Huh, nasib. Sudahlah mungkin esok lebih baik dengan selimutan saja. Katanya kan orang-orang yang hidup sepertiku daya tahan tubuhnya lebih baik dari kebanyakan. Semoga lekas membaik.

Alhamdulillah. Hari ini rasanya aku lebih sehat. Kekuatanku mulai kembali, jadi aku harus menyiapkan daganganku kembali dengan semangat. Aku sudah sangat lapar.

"Abang, aku mau digambar sosok ibu dong," Pinta bocah itu sembari tersenyum. "Yang besar ya, Abang. Pakai agar-agar yang banyak."

Aku pun menggelar koran sebesar buku tulis dan memberi kertas nasi di atasnya lalu mulai menyusun agar-agar itu menjadi seukurannya. Setelah itu kukerahkan segala imajinasiku mengenai sosok seorang ibu. Aw. Aku teledor pisau itu menyayat jempolku sampai mengeluarkan darah.

"Abang, hati-hati. Pelan-pelan saja, aku tunggu kok."

Aku pun membalut jempolku dengan kain. Kini jempolku seperti bayi sedang dibedong. Ini malah membuat hatiku terenyuh dan perlahan air mataku mulai menetes.

"Sakit ya, Abang? Tahan dong masa udah besar masih nangis sih. Kata Mamahku anak laki nggak boleh nangis."

Aku pun meneruskan hari ini lebih tegar. Rasa sakitku juga sudah mulai berkurang. Aku juga bisa makan meski hanya berlauk kerupuk dan kecap. Tetapi aku jadi ingat ibuku yang jauh di sana, apa ia sudah makan. Hm, aku harus lebih semangat lagi! Semoga secepatnya bisa mengirim uang ke sana. Amin.

Malam ini hujan. Meskipun berisik suara hujan yang bertabrakan dengan atap yang terbuat seng di rumahku ini. Namun bukan apa-apa. Aku menantikan hari esok. Selamat bermimpi.

Hari yang cerah. Aku bisa berjualan. Oia, semalam aku bermimpi aneh. Di dalam mimpiku, aku tidak menjadi apa-apa dan malah menjadi orang biasa yang berjualan agar-agar dengan langganannya bocah-bocah kecil. Aneh, bukan? Atau harus dibilang kejam. Masa sih, orang malah memimpikan sebuah kenyataan. Aneh.

"Abang, aku mau minta digambarin yang susah dong."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun