Mohon tunggu...
Afrizal FadhilaIlyas
Afrizal FadhilaIlyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa hki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi

2 Juni 2024   09:12 Diperbarui: 2 Juni 2024   16:58 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review Skripsi "KESIAPAN MENIKAH KEMBALI PADA PEREMPUAN KORBAN KDRT"
Oleh : Fitri Elsani Naibaho
Reviewer : Afrizal Fadhila Ilyas_222121103_HKI 4 D

A. PENDAHULUAN

       Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah fenomena baru. Korban kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar adalah istri, dan pelaku utama adalah suami. Kekerasan yang dialami meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual. Setelah diserang, korban membuat berbagai keputusan. Misalnya, seseorang dapat memutuskan untuk mengakhiri pernikahan, atau dapat memutuskan untuk tetap mempertahankan pernikahan secara diam-diam. Orang yang mengambil tindakan defensif bahkan ketika kepuasan perkawinan berfluktuasi adalah orang yang berkomitmen.
       Perkawinan adalah penyatuan dua orang yang berbeda jenis kelamin dengan ikatan  hukum dan agama. Pernikahan bukan sekadar kesempatan untuk menghasilkan keturunan, juga bukan sekadar kepuasan seksual. Namun pernikahan diharapkan akan mendatangkan kebahagiaan, cinta, keakraban, dan dukungan kedua keluarga sehingga tercipta rasa  kepuasan  pernikahan. Pernikahan membuat laki-laki dan perempuan merasa nyaman,  dilindungi, dicintai, diinginkan, dan diperhatikan, serta membebaskan masing-masing pasangan  dari keterasingan dan kesepian yang dirasakannya sebelum  pernikahan diperlukan. Lebih jauh lagi, pernikahan juga diharapkan dapat memuaskan kebutuhan terdalam seseorang. Faktanya, tidak semua pasangan  mampu mencapai tujuan awal  pernikahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.
       Melakukan pernikahan kembali akan memberi kesempatan pada individu untuk memiliki hubungan kedekatan (intimate) dengan pasangannya, memenuhi kebutuhan seksual, menambah keuntungan ekonomi, mendapatkan bantuan dalam pengasuhan anak, karena perceraian membuat anak-anak hidup tanpa orang tua yang utuh. Sebab akibat perceraian, anak akan hidup tanpa orang tuanya, dengan kesehatan jiwa korban yang utuh. Wanita yang terkena dampak mungkin menderita depresi, kecemasan panik, mimpi buruk, kegelisahan, gangguan makan, diare psikogenik, dan gangguan sosial lainnya terhadap pasangannya dalam keluarga.
Karena kesenjangan yang terjadi antara harapan dan kenyataan tentang bagaimana rumah tangga dan keluarga yang seharusnya, memiliki ketidakseimbangan yang akan mengakibatkan dampak psikis maupun fisik bagi individu yang mengalami hal-hal buruk didalam rumah tangga ataupun dilingkup keluarga berupa Kekerasan Dalam Rumah Tangga terutama bagi kaum perempuan, dimana perempuan lebih rentan mengalami dampak akan hal tersebut yang akan mempengaruhi cara pandang dan kesiapannya untuk menghadapi masa depan terutama seperti "Kesiapan Menikah"  dan membangun rumah tangga baru bagi individu yang menjadi korban.


B. ALASAN MEMILIH SKRIPSI INI

       Alasan memilih skripsi tentang kesiapan menikah kembali pada perempuan korban KDRT, karena di dalamnya terdapat keunikan tersendiri, dimana isi dari penelitian tersebut meneliti tentang aspek-aspek kesiapan menikah kembali, yang kebanyakan setelah mengalami KDRT  untuk tidak melanjutkan pernikahan dan rasa trauma pasti masih ada tetapi ini memutuskan untuk melakukan pernikahan kembali, alasan yang kedua yaitu, saya juga rencana ingin meneliti tentang korban KDRT, namun hanya saja saya lebih terfokus pada analisis faktor keluarga samawa setelah mengalami KDRT, dan skripsi yang saya review ini bisa saya jadikan rujukan serta tinjauan Pustaka.

C. PEMBAHASAN

   1. Definisi KDRT
       Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada kekerasan atau agresi yang terjadi dalam konteks hubungan interpersonal yang signifikan (misalnya keluarga, pernikahan, kencan). Kekerasan dalam rumah tangga mencakup agresi psikologis, fisik, dan seksual antara pasangan intim. Hal ini dapat mencakup kekerasan antara orang tua dan anak, antara anak dewasa dengan orang tua, dan bahkan antar saudara kandung. Di sisi lain, menurut Hasbianto,  kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk penanganiayaan (abuse)  secara fisik, maupun emosional/psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga.
       Secara singkat dapat dikatakan kekerasan dalam rumah tangga yaitu suatu tindak kekerasan baik secara verbal maupun agresi fisik dan tindakan yang tidak menyenangkan yang dapat menimbulkan dampak negatif kepada korban baik secara fisik yaitu luka dan memar, atau geger otak, dan dampak secara psikis yaitu trauma dan ketidaknyamanan serta menurunkan harga diri korban.

    2. Faktor-Faktor
       Faktor-faktor yang penyebab kekerasan dalam rumah tangga di tingkat nasional dan internasional dan menemukan faktor utama yaitu:
1.Jenis kelamin
2.Ras
3.Kondisi sosial ekonomi yang buruk.


Faktor penundaan pernikahan

ada sembilan kategori penting untuk kesiapan seseorang untuk menikah, antara
lain:
1. Kesiapan usia untuk menikah. Usia dewasa adalah persepsi usia yang siap untukmenikah dan mempersiapkan diri untuk menikah lebih cepat. 
2. Kesiapan fisik untuk menikah. Kemampuan seksual dan kemampuan
untuk bearchildrenwere.
3. Kesiapan mental. Merencanakan kehidupan masa depan dan memiliki harapan logis dan sikap positif terhadap pernikahan.
4. Kesiapan finansial. Kesiapan menikah adalah sebagian besar tergantung
pada faktor kontekstual termasuk pendapatan serta self-efficacy perkawinan individu.
5. Kesiapan moral. Adanya komitmen, kepatuhan pada prinsip-prinsip moral, kesabaran, pengampunan dalam kategori ini menekankan pada kriteria yang membantu mereka membangun pernikahan yang stabil.
6. Kesiapan emosional. Untuk mengendalikan emosi dengan baik ntuk menghindari perilaku agresif dan kekerasan", "kedekatan hubungan.
7. Kesiapan sosial-kontekstual. Mengembangkan berbagai kapasitas untuk membentuk dan memelihara pernikahan (karir, stagnasi ekonomi, biaya tinggi, pengangguran). 
8. Kesiapan interpersonal. Mendengarkan orang lain dengan pengertian, mendiskusikan masalah pribadi dengan pasangan, bersikap hormat kepada orang lain saat menghadapi perbedaan dan konflik agar siap untuk menikah. 
9. Keterampilan hidup perkawinan. Mengembangkan kapasitas untuk memenuhi peran spesifik dalam keluarga, seperti menjalankan rumah, memasak, merawat dan memelihara anak-anak sesuai dengan asumsi budaya.
       Namun pada kasus tertentu kesiapan menikah dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan pengalaman masa lalu.
   3. Bentuk KDRT
       Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga bisa berupa fisik, seksual dan psikologis dan emosional.
Pelecehan fisik
      Bentuk kekerasan yang paling umum dimana bagian tubuh korban dimanipulasi  atau dirusak seluruhnya atau sebagian dan dapat menyebabkan masalah fisik dan mental lebih lanjut di kemudian hari adalah menggigit, meninju, menendang, dan menampar, menusuk, menembak dengan senjata , menggunakan ikat pinggang untuk menahan bahaya, menggunakan petrokimia seperti asam pada bagian tubuh, menarik lantai, berteriak, menggiling, dan lain lain
Kekerasan seksual atau pelecehan seksual
Ini mencakup berbagai bentuk kekerasan seksual seperti hubungan seksual yang kuat, mutilasi alat kelamin, seks yang menyakitkan (sadisme), seks oral paksa, mutilasi anus, penetrasi digital dan ketelanjangan paksa dll.
Pelecehan/kekerasan psikologis dan emosional
Bentuk pelecehannya sangat kompleks dan ada banyak ambiguitas dalam definisi ini. Sebagian besar penyalahgunaan fisik menyebabkan sekuele psikologis seperti fobia, rasa bersalah, ketidakamanan, kontrol impuls yang buruk, mimpi buruk, gangguan tidur, penghinaan, rasa malu, isolasi korban, kelemahan paksa dan lain-lain.

   4. Dampak KDRT

       1. Efek pada Anak-anak
Ada banyak klaim bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga saat tumbuh dewasa akan mengalami konflik perkembangan dan kesejahteraan psikologis. Masalah emosional dan perilaku yang dapat diakibatkan oleh kekerasan dalam rumah tangga meliputi peningkatan agresi, ketakutan, dan perubahan interaksi anak  dengan teman, keluarga, dan pihak berwenang. Masalah  sikap dan kognitif dapat terjadi di sekolah, begitu pula kurangnya keterampilan memecahkan masalah. Diketahui bahwa ada korelasi antara pelecehan dan penelantaran pada masa kanak-kanak dengan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual pada masa kanak-kanak. Selain itu, terdapat kasus dimana pelaku  dengan sengaja menganiaya ibu di depan anaknya dan menguntit dua korban sekaligus untuk menimbulkan efek riak.
       2. Efek Fisik
Memar, patah tulang, cedera kepala, sayatan, dan pendarahan internal adalah beberapa gejala akut  kekerasan dalam rumah tangga yang memerlukan perhatian medis dan rawat inap. Kondisi kesehatan kronis yang terkait dengan korban kekerasan dalam rumah tangga termasuk radang sendi dan sindrom iritasi usus besar. Korban yang  hamil dalam hubungan kekerasan dalam rumah tangga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami keguguran, persalinan, kerusakan janin, atau kematian.
       3. Efek Psikologis
Tingkat stres, ketakutan, dan kecemasan yang tinggi sering dilaporkan terjadi pada korban yang masih tinggal bersama pelaku kekerasan. Depresi juga umum terjadi, karena korban dibuat merasa bersalah karena menyebabkan pelecehan dan sering kali menjadi sasaran kritik keras. Dilaporkan bahwa 60% korban memenuhi kriteria diagnostik depresi selama atau setelah hubungan mereka berakhir, sehingga meningkatkan risiko bunuh diri secara signifikan.
Dampak psikologis kekerasan seksual yang paling sering dilaporkan adalah Post-Traumatic Stress Disorder (PSTD). Menurut Vitanza, Vogal dan Marshall PSTD ditandai oleh kilas balik, gambar yang mengganggu, kejutan respon yang berlebihan, mimpi buruk, dan penghindaran pemicu yang terkait dengan pelecehan. Gejala ini umumnya dialami untuk rentang waktu yang lama setelah korban telah meninggalkan situasi yang berbahaya. Banyak peneliti menyatakan bahwa PTSD mungkin adalah diagnosis terbaik bagi mereka yang menderita efek psikologis kekerasan dalam rumah tangga, karena menyumbang berbagai gejala trauma pada umumnya dialami korban.
       4. Efek Finansial
 Ketika para korban meninggalkan pelaku kekerasan, mereka mungkin terkejut melihat betapa besarnya otonomi yang telah diambil dari mereka. Karena penyalahgunaan keuangan dan isolasi, para korban biasanya hanya mempunyai sedikit uang  dan hanya sedikit orang yang dapat dimintai bantuan.
 Hal ini terbukti menjadi salah satu hambatan terbesar bagi korban kekerasan dalam rumah tangga dan merupakan penghalang terkuat untuk meninggalkan pelaku kekerasan. Selain kekurangan sumber daya keuangan, korban kekerasan dalam rumah tangga sering kali tidak memiliki keterampilan, pendidikan, dan pelatihan  yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan, dan  mungkin memiliki banyak anak yang harus dinafkahi.
       5. Efek Jangka Panjang
Kekerasan dalam rumah tangga dapat memicu beragam reaksi dari para korban, yang semuanya merupakan hal yang sangat penting bagi para profesional yang menangani korban.Dampak utama kekerasan dalam rumah tangga meliputi masalah kesehatan psikologis/mental dan masalah kesehatan fisik yang kronis. Kurangnya sumber daya bagi para korban  dapat menyebabkan tunawisma dan kemiskinan.
        Berdasarkan penjelasan di atas,  dampak  kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan dampak jangka panjang (psikologis/psikologis kronis) dan juga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Kekerasan dalam rumah tangga juga menyebabkan luka fisik (memar, sayatan, pendarahan). Secara psikologis, hal itu berujung pada stres, depresi, dan trauma.

   5. Definisi Perempuan

       Perempuan umumnya digambarkan sebagai makhluk emosional yang  mudah menyerah, pasif, subyektif, buruk dalam matematika, mudah terpengaruh, lemah secara fisik, dan memiliki hasrat seksual yang rendah. Laki-laki digambarkan dan digambarkan sebagai orang yang rasional, logis, mandiri, agresif, kompetitif, objektif, suka berpetualang, aktif, dengan fisik dan hasrat seksual yang kuat. Menurut  para ahli modern yang  melakukan penelitian di bidang psikologi perempuan, diketahui bahwa perbedaan kepribadian perempuan dan laki-laki tidak dipengaruhi oleh faktor fisiologis, melainkan harapan dan sosialisasi orang tua.
Berdasarkan uraian diatas, perempuan adalah sosok yang lemah lembut dan penuh kasih sayang, dimana mereka lebih menonjolkan perasaan dan keindahan dan lemah secara fisik dibandingkan dengan kaum laki-laki. Sehingga perempuan sangat membutuhkan sosok lelaki yang mampu melindungi dan memberi kebahagiaan serta kenyamaan dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun