Acap kali mendengar kata "Bulog", yang terlintas pertama adalah beras dan orang miskin. Yap! Raskin atau beras miskin pastilah muncul di benak karena Bulog lah yang berwenang mengedarkannya. Yang terpikirkan kedua tentang Bulog yakni pengawas dan penjamin tersedianya bahan pangan untuk warga. Sederhananya, misalkan saja tajuk berita "Stok daging aman sampai lebaran", pastilah pihak Bulog yang berkomentar. Iya kan?
Tapi oh tapi, saya baru saja dikejutkan tentang Badan Urusan Logitik milik negara ini. Pasalnya, selama beberapa bulan terakhir, ternyata saya menjadi salah satu konsumen setia produk Bulog. Tunggu! Saya bukannya mengambil jatah Raskin tanpa hak loh ya... Saya juga bukan penimbun bahan pangan yang patut disidak. Ialah produk dengan merk "Kita" yang saya maksud.
Siapa sangka produk yang saya dapat di minimarket modern dengan kualitas prima itu ternyata keluar dari pabrik Bulog. Mungkin kamu juga pernah membelinya, karena Bulog benar-benar ada di sekitar kita. Atau setidaknya, tanpa disadari, kamu pernah melihat produk berlabel "BUMN" di sebuah kemasan produk sembako.
Ekspansi Bulog ini terbilang sangat kreatif dan inovatif. Sebagai ibu rumah tangga, saya cukup perhitungan perihal belanja kebutuhan sehari-hari. Demi menghemat beberapa perak, atau mengejar diskon, saya bisa saja berkhianat dengan merk yang selalu saya gunakan. Artinya, saya adalah pelanggan yang tak loyal.
Beberapa bulan terakhir, saya kehilangan loyalitas saya pada satu merk gula pasir yang sangat terkenal seantero Indonesia. Saya tak pernah meninggalkan merk tersebut hingga melihat kemasan apik bermerk "Manis Kita" di deretan rak minimarket yang kiosnya nyaris ada di setiap kecamatan. Dengan harga yang lebih murah, saya mendapatkan kualitas yang nyaris sama seperti merk terkenal itu. Warnanya putih, bersih, dan sangat manis. Selama ini, tak pernah sedikit pun terpikirkan bahwa "Manis Kita" adalah salah satu produk Bulog.
Saya baru mengetahuinya ketika melihat sebuah poster lomba menulis yang diadakan Bulog. "Eh? Itu gula punya Bulog? Ko bisa?!" itu reaksi jujur saya, ala ibu rumah tangga rempong, begitu melihat logo merk gula langganan saya muncul di poster tersebut. Saya bahkan sempat mengecek kotak penyimpanan dapur demi melihat merk itu benar-benar sama. Saya akui, saya memang lebai. Abaikan saja.
Demi pembaca emak-emak sejenis saya, akan saya rangkumkan kabar tentang produk ajaib si "KITA" ini.
Ternyata oh ternyata, memang benar, produk KITA merupakan kegiatan komersial Bulog. Namun sambil menyelam minum air, panen sayur sambil panjat tebing... Bulog juga melakukannya demi public service. Loh ko bisa? Bulog tak ambil untung? Big No! Bulog menginginkan adanya standar produk dan menjaga stok selalu tersedia bagi masyarakat tanah air tercinta.
Itu bukan kata saya. Tapi kata Tempo.co yang mengutip statement dari Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog, Imam Subowo. Kata pak direktur, produk 'Kita' memang dibuat untuk menjaga standar dan menjaga keberlangsungan pangan dari sisi stok.
Ini baru awalnya ya, masih ada lanjutan yang perlu dibaca.