Dua persoalan tadi, yaitu penumpukan orang karena penyempitan jembatan dan ketiadaan tempat cuci tangan tentu menjadi tanggung jawab pemerintah setempat, entah itu perangkat desa, perangkat kecamatan, perangkat pemkot, ataupun aparat keamanan.
Namun sangat disayangkan, di pagi hari itu tidak ada satupun petugas yang hadir di Danau Situ Gintung untuk memantau, mengawasi sekaligus mengatur para pengunjung agar mematuhi protokol kesehatan.
Hingga saat ini Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) masih menerapkan transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan belum masuk ke era kehidupan normal atau New Normal. Dalam masa transisi tersebut, beberapa fasilitas publik sudah mulai dibuka secara terbatas, seperti pasar tradisional, restoran dan caf, termasuk fasilitas olga dan rekreasi seperti Danau Situ Gintung.
Akan tetapi, ada yang kurang dalam kebijakan transisi PSBB ini. Yaitu, tidak ada pengawasan dan pengawalan dari petugas. Fasilitas publik terkesan dilepas begitu saja.
Kejadian di Danau Situ Gintung menjadi bukti betapa lemahnya pengawalan dalam masa transisi PSBB di Kota Tangsel. Padahal jika mau, pengawasan dan pengawalan tidak membutuhkan sumber daya yang banyak. Apalagi keramaian di sana hanya berlangsung 2 hari saja, yaitu setiap Sabtu dan Minggu.
Sudah saatnya Pemkot Tangsel lebih memperhatikan kondisi di Danau Situ Gintung. Ambil keputusan yang bijak. Misalnya, batasi jumlah pengunjung, sediakan tempat cuci tangan, dan atur lalu lintas pengunjung dengan cara membuat pintu masuk dan pintu keluar yang berbeda.
Ini penting demi mencegah meningkatnya penularan Covid-19 di wilayah Tangsel. Jika ini diabaikan, tidak tertutup kemungkinan kawasan Danau Situ Gintung bakal menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H