Mohon tunggu...
Afriyanto Sikumbang
Afriyanto Sikumbang Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar mensyukuri apa yang kita miliki

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Membuka Identitas Pasien Covid-19

23 Maret 2020   13:42 Diperbarui: 23 Maret 2020   13:51 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jumlah korban virus Corona dari hari ke hari terus bertambah. Hingga Minggu (22/3) sore, jumlah pasien yang positif terjangkit mencapai 514 orang, dengan 48 meninggal dunia, dan 29 orang sembuh total. Berbagai upaya penanggulangan terus dilakukan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Hanya ada dua hal yang masih dipegang teguh untuk tidak dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu membuka data identitas pasien Corona, dan melakukan kebijakan lockdown.

Tidak me-lockdown sepertinya masih bisa ditoleransi karena besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa pemerintah tidak mau mengungkap identitas pasien? Padahal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah berulangkali mendesak pemerintah agar membuka identitas pasien.

Dalam hal identitas pasien ini, pemerintah terkesan menerapkan standar ganda. Di satu sisi, pemerintah menutup rapat identitas ratusan pasien. Namun di sisi lain, informasi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Walikota Bogor Bima Arya yang positif Corona ,justru dibuka secara terang-terangan ke publik.

Sulit menerka jalan pikiran pemerintah mengapa sampai menerapkan standar ganda seperti itu. Pemerintah selalu berdalih bahwa mengungkap identitas pasien berarti melanggar hak privasi orang, di samping dapat membuat panik masyarakat. 

Namun kalau memang melanggar hak privasi, mengapa identitas Budi Karya Sumadi dan Bima Arya dibuka? Dan faktanya, pengungkapan identitas Budi Karya dan Bima Arya sama sekali tidak membuat panik masyarakat.

Pengungkapan identitas pasien positif Corona sebetulnya justru sangat baik dalam mendeteksi siapa saja yang berpotensi terpapar virus berdasarkan penelusuran riwayat perjalanan si pasien.

Contoh gamblangnya adalah kasus Budi Karya Sumadi. Sejak dinyatakan positif corona pada Sabtu (14/3), riwayat kegiatannya langsung di-tracking. Dalam dua pekan terakhir, Budi Karya sempat mengikuti rapat di Istana Kepresidenan Jakarta pada 4 dan 11 Maret 2020.

Dari informasi itu, bisa diketahui siapa saja yang sempat melakukan kontak fisik dengan Budi Karya. Maka, sejumlah menteri dan pejabat yang hadir dalam rapat tersebut akhirnya kompak melakukan pemeriksaan di RSPAD Gatot Subroto. Tidak ketinggalan pula Presiden Joko Widodo turut diperiksa.

Selain pejabat negara, para wartawan yang biasa meliput di lingkungan Istana, atas inisiatif sendiri, juga melakukan pemeriksaan.

Demikian pula halnya dengan Walikota Bogor Bima Arya yang dipastikan positif Corona pada Kamis sore (19/3). Selain Bima Arya, ada 2 orang lagi yaitu pejabat pemkot dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang sudah dirawat sebelumnya yang positif Corona.

Pemkot Bogor pun fokus pada penelusuran orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan tiga pasien ini, termasuk orang orang yang sempat kontak dengan Walikota Bogor.

Penelusuran juga dilakukan pada kegiatan yang sebelumnya dihadiri oleh Bima Arya. Beberapa kegiatannya antara lain adalah menghadiri kegiatan GIPB di Kota Bogor pada 26 Februari, Road to BHM di Sukabumi pada 6-7 Maret, dan kunjungan ke Turki serta Azerbaijan pada 9-15 Maret.

Penelusuran riwayat perjalanan inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk melacak siapa saja yang berpotensi tertular virus Corona. Dengan demikian, pemerintah bisa langsung bergerak untuk memeriksa, atau jika perlu mengkarantina mereka yang diduga terpapar virus mematikan tersebut.

Contoh kasus kedua pejabat pemerintahan ini seharusnya menjadi acuan pemerintah untuk tidak ragu membuka identitas ratusan pasien lainnya. Jika tidak dibuka, bagaimana kita bisa menerka siapa saja yang sudah terpapar virus Corona.

Mirip Pola MLM

Jika dianalogikan dengan konsep pemasaran, penyebaran virus Corona ini mirip dengan pola Multi Level Marketing (MLM). Satu orang mencari 2 jaringan. Lalu 2 jaringan tadi masing-masing mencari 2 jaringan lagi, sehingga jaringannya bertambah 4. Kemudian 4 jaringan baru tadi mencari 2 jaringan lagi, sehingga bertambah lagi menjadi 8, dan begitu seterusnya. Pertambahan jaringan ini bergerak begitu cepat seperti pembelahan sel.

Nah, kalau seperti itu kejadiannya, maka penambahan jumlah korban Corona akan sulit dihentikan. Saat pertama kali kejadian ada 2 orang yang positif Corona di Depok, terlihat pemerintah masih lamban menanganinya. Pemerintah masih menganggap enteng kasus ini, toh penderitanya baru 2 orang. Begitu kesan yang penulis tangkap dari kejadian ini.

Namun jika berkaca pada pola MLM tadi, boleh jadi dalam hitungan hari jumlah orang yang terpapar bisa meningkat cepat. Dan boleh jadi, Budi Karya Sumadi adalah bagian dari "jaringan MLM" 2 pasien pertama dari Depok tadi.

Langkah kebijakan social distancing akan sulit barjalan dengan baik tanpa dibarengi dengan upaya melacak secara cepat riwayat perjalanan dari pasien Corona yang hingga Minggu (22/3) sudah mencapai lima ratusan orang.  

Persoalan akan menjadi lain jika pemerintah dan pihak-pihak terkait langsung bekerja melacak riwayat perjalanan pasien Corona secara cepat, tanpa perlu merilis identitas pasien kepada publik. 

Artinya, pemerintah membentuk tim pelacak untuk mengidentifikasi siapa saja orang pernah kontak langsung dengan si pasien. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pemerintah memang sudah melakukan hal itu? Jika sudah, Alhamdulillah. Namun jika tidak, "jaringan MLM" tentu akan semakin banyak. Semoga saja "operasi senyap" yang disebut pemerintah adalah seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun