Padahal sejatinya, anggaran pembangunan hanya satu kali, sedangkan anggaran perbaikan dan pemeliharaan sifatnya jangka panjang dan berkesinambungan. Boleh jadi anggaran perbaikan & pemeliharaan justru lebih besar ketimbang anggaran pembangunan instalasi lampu PJU.
Kedua, ada kemungkinan Airin Rachmy Diany sudah tidak fokus lagi dalam bekerja. Masa kepemimpinannya sebagai Walikota Tangsel tinggal hitungan bulan. Dia sudah dua kali menjabat dan tidak bisa dipilih kembali. Mungkin dia merasa sudah tidak punya beban lagi terhadap Tangsel. Biarlah pejabat penggantinya yang akan menuntaskan berbagai masalah yang belum terselesaikan.
Ketiga, pemberitaan soal lampu PJU yang mati tidak terlalu gencar, sehingga fungsi kontrol dari publik menjadi lemah. Pemkot Tangsel merasa tidak ada yang menekan. Penulis mencoba browsing di Internet terkait pemberitaan tersebut. Hanya 3 berita yang penulis temukan dari 3 portal berita, yaitu tribunjakarta.com, okezone.com, dan suaratangsel.com. Itupun sudah lama, yaitu edisi 2016, 2018, dan 2019.
Keempat, kurangnya kepekaan dari Bidang Penerangan Jalan Umum dan Pemakaman pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKP2) Pemkot Tangsel dalam merespons keluhan masyarakat. Sudah saatnya Pemkot Tangsel membuat call center yang khusus melayani setiap laporan atau keluhan mengenai matinya lampu PJU.
Jika masalah lampu PJU yang sering mati ini ingin segera dituntaskan, maka keempat faktor di atas harus segera diatasi. Tanpa ada upaya yang serius, maka kawasan Ciputat---Gintung selamanya akan gelap gulita. Dan istalasi lampu PJU di wilayah tersebut akan menjadi besi tua yang karatan dan tidak bernilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H