Dalam hidup ini, kita seringkali menghadapi dua persoalan yang sama krusialnya. Misalnya, kita berniat berlibur ke suatu tempat, namun di sisi lain anak kita ada yang sakit. Untuk berlibur, kita perlu biaya tiket pesawat, hotel dan akomodasi. Di sisi lain, kita juga perlu biaya berobat anak di rumah sakit. Sementara dana yang kita punya terbatas.
Dalam kasus ini, kita harus mengorbankan satu di antara keduanya. Kemungkinan besar yang akan kita korbankan adalah liburan.
Dalan konteks virus Corona (Covid-19) yang sedang mewabah, pemerintah juga dihadapkan pada dua persoalan pokok: menanggulangi wabah Covid-19 dan menggenjot pariwisata demi menjaga ekonomi domestik.
Untuk itu, pemerintah menggelontorkan dana Rp 298 miliar, dengan perincian Rp 103 miliar untuk promosi, Rp 25 miliar untuk kegiatan pariwisata, Rp 98,5 miliar untuk maskapai dan biro perjalanan, dan Rp 72 miliar untuk influencer.
Dengan bantuan dana dari APBN itu, maskapai penerbangan nantinya diminta memberikan diskon sebesar 30% untuk wisatawan domestik. Diskon tersebut diberlakukan untuk 10 tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Labuan Bajo, Danau Toba, Bangka Belitung, Batam, Bintan, Manado, Bali, Malang, dan Mandalika.
Untuk apa pemerintah menghabiskan uang hingga Rp 298 miliar demi menarik wisatawan domestik. Percuma saja. Sia-sia. Mana ada warga yang mau melancong dalam situasi darurat seperti sekarang ini.
Mereka lebih memilih berdiam diri di rumah. Kalaupun harus keluar rumah, hanya untuk keperluan mendesak. Jangankan mau berlibur ke Bali, jalan-jalan ke mal saja mungkin masyarakat masih berpikir 10 kali.
Iming-iming diskon tiket pesawat dan hotel serta insentif bagi travel/biro perjalanan wisata tidak akan efektif dalam menarik minat wisatawan domestik. Jangankan dikasih diskon, dikasih gratis pun belum tentu ada yang mau.Â
Bicara soal keterpurukan, bukan hanya pariwisata yang anjlok. Hampir semua sektor juga terpapar Covid-19. Pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) anjlok. Sektor riil juga lesu. Mengapa pemerintah hanya concern membantu pariwisata? Kalau mau bantu, ya bantu semua dong.
Lebih menggelikan lagi adalah, kucuran dana Rp 72 miliar untuk influencer. Untuk apa? Apakah pemerintah sudah tidak percaya lagi dengan media massa?
Daripada uang Rp 298 miliar dihambur-hamburkan untuk kegiatan yang sia-sia, lebih baik digunakan untuk menambah fasilitas rumah sakit, membiayai pengadaan peralatan, dan membeli obat-obatan untuk menangani wabah Covid-19. Kita masih butuh banyak uang untuk menanggulangi wabah virus tersebut.
Pemerintah sepertinya sedang kelimpungan. Bagaimana tidak, pemerintah selalu wanti-wanti mengingatkan masyarakat agar tidak panik menghadapi wabah Covid-19. Namun ternyata justru pemerintah sendiri yang terlihat panik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H