Dalam poin (b) jelas tertera bahwa shelter harus disediakan oleh perusahaan aplikasi. Namun fakta di lapangan, shelter tersebut tidak ada. Permenhub Nomor 12/2019 akhirnya hanya menjadi aturan di atas kertas yang tidak pernah dipatuhi oleh perusahaan aplikasi atau aplikator.
Lalu, mengapa aplikator tak kunjung menyediakan shelter? Nah, di sinilah problemnya. Permenhub Nomor 12/2019 sifatnya hanya diskresi, mengingat ojol bukan termasuk angkutan umum sehingga Kemenhub tidak bisa mengatur, atau dengan kata lain aturan tersebut tidak bersifat mengikat.
Itulah sebabnya mengapa aplikator tidak kunjung menyediakan shalter bagi para pengemudi ojol. Lagi pula, tidak ada sanksi yang tegas terhadap aplikator yang tidak menyediakan shelter. Inilah dilema yang dihadapi oleh pemerintah.
Pemerintah terlambat mengantisipasi hadirnya transportasi berbasis online ini. Meski upaya untuk menggiring ojol masuk ke dalam kategori angkutan umum pernah dilakukan, namun pemerintah toh akhirnya tidak berdaya setelah mendapat protes dari para pengemudi ojol tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H