Kekerasan seksual masih menjadi isu kompleks dan signifikan di berbagai lingkungan, termasuk perguruan tinggi. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2023), 35% kasus kekerasan berbasis gender terjadi di lingkungan pendidikan, dengan 87,91% di antaranya merupakan kekerasan seksual. Kompleksitas dan dampaknya yang signifikan pada fisik, psikologis, dan sosial korban mendorong perlunya upaya yang lebih sistematis dalam meningkatkan kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual di kalangan mahasiswa.
Menanggapi persoalan tersebut, Sisca Folastri, kandidat doktor dari Universitas Negeri Malang, melalui disertasinya memperkenalkan model bimbingan kelompok inovatif yang menggabungkan teknik sosiodrama dan dialog Socrates, dengan muatan nilai-nilai Pancasila. Penelitian ini tidak hanya menawarkan solusi praktis, tetapi juga memberikan perspektif baru tentang pentingnya pendidikan karakter dalam membangun kesadaran kolektif. Ia dibimbing oleh promotornya yaitu Prof. Dr. IM Hambali, M.Pd., co-promotor pertama yaitu Prof. Dr. M Ramli, M.A. dan co-promotor kedua yaitu Prof. Dr. Sa'dun Akbar, M.Pd. Proposal penelitian yang ia buat itu memenangkan kompetisi pengajuan hibah dana penelitian disertasi yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Malang pada tahun anggaran 2024.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap bahaya kekerasan seksual melalui pendekatan inovatif yang tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga partisipatif. "Kesadaran mahasiswa tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme perlindungan diri, tetapi juga membantu membangun norma sosial yang sehat dan inklusif," ujar Sisca dalam disertasinya.
Mengatasi Tantangan Kesadaran Kekerasan Seksual di Kampus
Perguruan tinggi seharusnya menjadi ruang aman bagi mahasiswa, namun masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi dan sering kali tidak dilaporkan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran, stigma sosial, dan ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Berdasarkan survei yang dilakukan pada Desember 2022 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, 60% mahasiswa menyatakan bahwa mereka memiliki kesadaran sedang tentang bahaya kekerasan seksual, sementara sebagian korban mengaku takut melaporkan kasus yang dialami karena ancaman dari pelaku.
"Kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual sangat penting, tidak hanya untuk perlindungan diri, tetapi juga untuk membangun norma sosial yang lebih sehat," jelas Sisca dalam wawancara terkait penelitiannya. Upaya konvensional dalam meningkatkan kesadaran melalui seminar dan kampanye dinilai belum optimal, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih partisipatif dan kontekstual.
Model Bimbingan Kelompok: Sosiodrama dan Dialog Socrates
Penelitian ini menawarkan pendekatan baru melalui kombinasi teknik sosiodrama dan dialog Socrates. Sosiodrama adalah teknik yang memungkinkan peserta memerankan situasi sosial terkait kekerasan seksual secara spontan, sehingga mereka dapat merasakan dampak emosional dari kejadian tersebut. Teknik ini efektif dalam membangun empati dan pemahaman mendalam tentang masalah sosial.
Sementara itu, dialog Socrates memfasilitasi diskusi kritis dan reflektif yang membantu mahasiswa mengembangkan pola pikir rasional dan argumentatif. Dalam konteks ini, nilai-nilai Pancasila seperti kemanusiaan, persatuan, dan keadilan diintegrasikan ke dalam proses diskusi untuk memperkuat pendidikan karakter.
"Keunggulan model ini terletak pada dua teknik utama yang digunakan, yaitu sosiodrama dan dialog Socrates," jelas Sisca. "Melalui sosiodrama, mahasiswa bisa memahami sudut pandang korban, sementara dialog Socrates membantu mereka mempertanyakan dan mengevaluasi pemikiran serta sikap mereka sendiri terhadap kekerasan seksual," tambah Sisca.