Selasa, 29 April 2014 bertepatan dengan hari ulang tahunku yang ke-26. Semasa kecil, perayaan hari ulang tahun yang pertama saya dirayakan pada waktu saya berumur 13 tahun, perayaan yang cukup besar menurutku. Di keluarga saya perayaan hari ulang tahun hanya dirayakan satu kali untuk peranyaan yang besar-besaran. Kakak saya yang kembar merayakan ulang tahunnya secara besar-besaran pada saat beliau masih berumur 3 tahun dimana saat itu umur saya baru 1 tahun. Sedangkan adik saya, merayakan hari ulang tahunnya secara besar-besaran saat berumur 7 tahun. Apakah makna hari ulang tahun bagi anda???? apakah penting untuk merayakannya????
Makna ulang tahun bagiku sekarang ini tidak se-istimewa dulu. Arti ulang tahun bagi saya saat ini adalah bagaimana caranya kita dapat melakukan suatu yang bermanfaat bagi kehidupan kita sendiri dan orang lain. Kita dituntut untuk selalu berpikir dewasa dalam mengambil suatu keputusan untuk diri kita sendiri dan orang lain. Ternyata bertambahnya usia itu tidak enak juga ..…. karena selalu muncul pertanyaan ini, kapan kamu menikah???? usiamu udah pas loh untuk menikah???
Hukum islam yang berkaitan dengan perayaan hari ulang tahun
إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
“Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” [HR. Bukhari-Muslim]
Kemudian, Ied milik kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat. Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslim.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]
Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya. Karena seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan menjauhi hal tersebut. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan ciri hamba Allah yang sejati (Ibaadurrahman) salah satunya,
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
“Yaitu orang yang tidak ikut menyaksikan Az Zuur dan bila melewatinya ia berjalan dengan wibawa” [QS. Al Furqan: 72]
Rabi’ bin Anas dan Mujahid menafsirkan Az Zuur pada ayat di atas adalah perayaan milik kaum musyrikin. Sedangkan Ikrimah menafsirkan Az Zuur dengan permainan-permainan yang dilakukan adakan di masa Jahiliyah.
Jika ada yang berkata “Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin? Toh tidak berbahaya jika kita mengikutinya”. Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan kepada selain Allah dan penganutnya. Salah satu yang wajib dibenci adalah kebiasaan dan tradisi mereka, ini tercakup dalam ayat,