Mohon tunggu...
afri meldam
afri meldam Mohon Tunggu... Freelancer - penyuka jengkol, ikan segar, dan rempah

Lahir di sebuah desa kecil di pedalaman Sumatra. Menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai dan bermain lumpur di sawah. Mempunyai ikatan dengan ikan-ikan. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengosongkan Gelas, Mengisi Lautan Ilmu

11 November 2017   17:37 Diperbarui: 11 November 2017   18:27 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Bob Sadino,pengusaha nyentrik penggemar celena pendek itu,menganut filosofi hidup yang sepertinya patut kita contoh: Setiap kali bertemu dengan orang baru,saya akan mengosongkan gelas saya.

Mungkin itu bukan pendapat orisinil beliau. Mungkin beliau mengutip Lao Tzu atau siapapun itu. Intinya,filosofi tersebut telah membawanya menjadi orang yang selalu haus akan ilmu dan "kebaruan".

Dan,sore ini di penerbangan Jakarta-Makassar,saya bertemu seseorang. Percakapan singkat yang tanpa direncanakan - seperti layaknya percakapan di kapal terbang.

Dari pembawaannya,saya sudah menangkap bahwa orang yang sedang saya hadapi ini "berisi". Ia tampak tenang dan sangat berwibawa. Beliau "terpaksa" menunggu di kabin belakang karena terjebak antrian penumpang yang sedamh boarding.

Tipikal penumpang Indonesia pada situasi ini pastilah langsung menghadang arus. Tak peduli akan mengganggu alur boarding atau tidak. Yang penting hanyalah dirinya sendiri. Tapi beliau berbeda sekali.

"Tadi ada lubang jarum. Celah saya intuk dapat kembali ke tempat duduk. Kalau saja bapak-bapak itu tidak asyik mengobrol di lorong," dia membuka percakapan.

"Ya,banyak penumpang yang seolah tak peduli dengan keadaan di sekitarnya,Pak," saya menimpali. Curcol. Hehe.

"Itu gambaran masyarakat kita. Banyak yang tidak sensitif dengan lingkungannya. Menuntut hak,namun abai terhadap hak orang lain yang ia langgar."

Lalu percakapan kami pun berlanjut ke hal-hal lain. Beliau bercerita betapa masih sangat tertinggalnya masyarakat kita dibanding orang di luar negeri sana. Dari hal-hal kecil seperti cara kita berinteraksi dan memanfaatkan fasilitas publik saja bisa terlihat betapa kita masih perlu banyak belajar.

Intinya tentu saja kembali ke masalah kebiasaan. Habit. Budaya. Pembiasaan-pembiasaan sejak kecil. Juga tauladan dari orang-orang sekitar.

Wajahnya sangat familiar sekali. Sepertinya sering saya melihat bapak ini muncul di TV. Tapi saya kurang yakin dalam konteks apa beliau berbicara.

"Ada keperluan apa ke Makassar,Pak?" Saya penasaran.

"Saya diundang untuk mengisi kuliah di Unhas."

Beliau kembali ke tempat duduk. Saya lalu mencari namanya di lembaran PIS (Passenger Information Sheet). Nama yang sangat familiar. Masih dalam lingkaran elit istana.

"Pencarian" saya berlanjut ke Google. Dan entry yang muncul justru malah didominasi oleh berita yang tidak sedap tentang beliau. Dugaan korupsi,setoran dana ilegal,hingga tuduhan "hubungan spesial" dengan presiden. Media seolah berlomba-lomba memberikan "cap" buruk.

Andai gelas saya sudah penuh oleh "sampah pemberitaan" tentu akan sulit bagi saya menerima sikap arif dan pandangan beliau yang "beda" dari orang kebanyakan. Cara berpikirnya yang kritis tentu tak akan membuat saya terkesan jika gelas saya tidak lagi kosong.

Limpahan informasi di zaman digital seperti sekarang,pada satu sisi memang membuat kita jengah. Arus informasi datang dari segala penjuru,namun kebenaran masih saja abu-abu. Terlebih media hari ini yang tak lagi independen. Susah memilih mana yang benar dan mana yang merupakan "pesanan".

Dengan mengosongkan gelas, kita bersiap mengisi lautan ilmu dan pengalaman baru dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun