Mohon tunggu...
Afrilia Utami
Afrilia Utami Mohon Tunggu... -

talk less, doing better.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Muri si Anak Cerdas!

2 Mei 2012   13:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:50 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini tanggal 2 Mei, peringatan hari pendidikan. Di daerah Tasikmalaya bagian timur, terdapat Sekolah Dasar Negeri. Berkisar 210 siswa didik, hanya memiliki 7 ruangan. Setelah upacara, anak diperbolehkan pulang sedangkan seorang murid harus mengikuti jam belajar tambah di Sekolahnya, Muri biasa ia dipanggil begitu. Anak kurus, berkulit sawo matang, dengan gigi sekuning kuning telur, dan kepala gundul. Suka sekali bertanya, suka sekali bertingkah aneh menurut sahabatnya, dan suka membawa buku tulis kumel ke mana-mana. Sesekali ia menuliskan kalimat di sana. Meski tulisannya belum serapih teman seumurannya.

Satu waktu di Sekolah Dasar kelas 1B

"Bu,Ibu.. Sekolah itu untuk apa?" Kata Muri, siswa paling kecil dibangku paling depan.

"Ya, supaya kamu pintar, cerdas, dan terdidik menjadi manusia berkualitas!" jawab Bu Iis.

"Manusia berkualitas itu apa Bu?" lagi tanya Muri sambil memanggutkan tangan di dagunya.

"Manusia yang beriman, sholeh, jujur, disiplin, dan kelak sukses memimpin diri dan masa depannya." jawab Bu Iis menuju papan tulis.

"Tapi Bu... Tapi Bu... Di sini juga banyak yang nyontek, tapi Bapak atau Ibu malah diam mulu. Nyontek itu belajar jujur mencari jawaban ya Bu?"

"Hmm, asalkan kamu tidak nyontek saja ya!" jawab Bu Iis mulai malas.

***

Hari sudah sore, saatnya Muri pulang. Muri pulang dengan berjalan kaki, pergi ke asrama pesantren. Hanya menginap di sana saja, mandi, dan makan. Kata orang sekitar sejak kecil Muri sudah dititipkan di sini oleh kedua orangtuanya. Tiga tahun lalu, dikabarkan Muri jadi yatim-piatu, tapi Muri tidak merasa amat sedih mendengar kabar itu. Karena sejak kecil ia tidak tahu mengenai orangtua kandungnya. Yang ia hadapi adalah kehidupan di asrama itu saja, yang hanya memfasilitasi tinggal. Karena pesantrennya tidak gratis. Kepala yayasan hanya iba padanya, sehingga ia diperbolehkan berkembang dilingkungan asrama sekitar.

Sebelum sampai pesantren, Muri melewati rumah si Hasni. Hasni teman sekelas yang selalu menjahilinya. Muri sedih, karena Hasni mendapatkan apa yang dia inginkan, sebebas-bebasnya. Aku ingin jadi Hasni si juragan sayur!, kata Muri sambil menaikan nada bathinnya. Muri tidak pernah diperbolehkan memiliki mobil-mobillan sebagus yang Hasni miliki. Apalagi Muri amat sedih, bukan saja mengenai mainan-mainan yang menurutnya keren. Tapi kasih sayang ibu kandungnya yang melulu memanjakannya. Makan disuapin, mandi dimandiin. Lewat celah kecil di Gerbang. Muri suka diam sejenak di sana. Ia membayangkan sedang menjadi Hasni di taman depan rumahnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun