Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - BINUSIAN

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keadaan Memaksaku Waras di Negeri yang Sekarat

5 September 2021   00:46 Diperbarui: 5 September 2021   01:03 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Dokumentasi Pribadi]

Aku tidak bisa membayangkan, betapa depresinya beliau yang dirundung habis-habisan dan diperlakukan sedemikian buruk oleh rekan kerjanya bertahun-tahun. Pun di kondisi yang demikian, penyintas tersebut masih bertahan dan memikirkan keberlangsungan hidup anak dan istrinya. Padahal, situasi menyudutkannya pada kondisi "hidup segan, mati tak mau!"

Kadang, aku berpikir, jangan-jangan kiamat tak kunjung datang bukan karena masih banyak orang yang beriman. Namun, semua ini diakibatkan oleh Dajjal yang minder melihat kelakuan manusia yang makin hari, makin sulit dideskripsikan naluri kemanusiaanya.

Haha, taek, taek!

Nampaknya, aku agak tertular virus dark jokes yang biasa dikelakarkan oleh seorang komika kontroversial yang tengah hangat diperbincangkan oleh publik akibat penyalahgunaan sabu. Aku tidak akan menyenggol jauh perihal kasus tersebut karena apapun dalihnya, penyalahgunaan narkoba bukanlah hal yang layak dibenarkan. Aku justru salah fokus pada pemberitaan yang beredar terkait orientasi seksual yang bersangkutan. Iya, aku salah fokus karena tidak hanya satu, dua berita yang menjadikan unsur orientasi seksual hingga labeling gay terhadap yang bersangkutan itu dijadikan judul.

Aku paham, pangsa media saat ini memang dikuasai oleh penikmat kabar yang minim minat membaca. Segala judul yang "pencetable" lebih diminati, ketimbang berita bermutu yang mengabarkan hal positif dengan olahan diksi yang berkualitas. Kondisi ini pun diperburuk dengan kebiasaan warganet yang latah dengan menyebarkan informasi, tanpa pengorekan sumber yang kredibel. Namun, terlepas dari segala tindak-tanduk warganet dan seluruh pihak yang hobi "sharing tanpa saring", ya aku cuma mau bilang, aku bingung.

Aku bingung dengan tujuan, motivasi dan apapun itu yang melandasi pembuatan dan peredaran berita yang terlalu mengorek ranah pribadi seseorang. Seingatku, jika ada kasus korupsi yang dilakukan oleh para maling berdasi dengan jabatan tinggi, berita hanya akan difokuskan pada apa yang telah dilakukannya. Tidak melebar pada hal-hal pribadi, terlebih soal orientasi seksual. Tapi, kenapa untuk kasus kali ini, beberapa media secara eksplisit menyuguhkan informasi yang seolah memvalidasi jati diri yang bersangkutan. Bukankah itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasus penyalahgunaan narkoba? Lantas, apa urgensinya jika masyarakat umum tahu kalau yang bersangkutan gay? Apakah negara ini akan mengalami kerugian yang fatal? Atau, apakah ada ancaman krisis moneter yang berkepanjangan?

Hmmmm, sepemahamanku, orientasi atau preferensi serta fantasi seksual seseorang bukanlah bahan yang pantas dijadikan berita. Apalagi jika hal tersebut tidak merugikan orang lain karena secara hak asasi manusia, setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan hidupnya masing-masing. Terlepas dari dogmatisme kepercayaan yang diimani oleh masing-masing individu, selama aktivitas seksual seseorang tidak menimbulkan kerugian untuk orang lain atau bahkan hingga memantik tindak kriminal, maka, hal tersebut bukanlah masalah bagi publik karena memang tidak pantas untuk dijadikan bahan bergunjing publik.

Jadi, ya udahlah ya. Aku makin bingung harus nulis apa. Isi kepalaku penuh dengan "why why why" yang diakibatkan oleh segala hal unik yang terjadi di bangsa yang tengah sekarat ini. Aku tidak akan membahas lebih jauh soal hal-hal ini karena aku sudah cukup bingung. Semoga aku dikuatkan untuk terus berusaha waras di tengah orang-orang yang mengaku waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun