Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - BINUSIAN

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bias Nan Rancu

5 Maret 2021   02:21 Diperbarui: 5 Maret 2021   03:22 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kami?

Iya, kami adalah aku dan dia, sahabat baikku. Tutur dan lakunya yang santun berhasil menyadarkanku bahwa tidak semua lelaki brengsek. Bijaksananya pun meyakinkanku bahwa aku masih berharga, meski aku sudah terlampau rusak. Kehadirannya juga membuatku percaya bahwa aku masih layak mengejar mimpiku yang sering dinilai mustahil oleh sebagian besar orang. Aku seolah menemukan pribadi yang tepat untuk menjadi support system-ku di masa genting ini dalam sosoknya.

Iya, support sytem, tidak lebih. Aku tidak pernah berharap lebih untuk aku dan dia agar bisa menjadi "kita" karena aku tidak ingin ada "kita" dengan siapapun untuk saat ini. Bagiku, dengan adanya dia yang selalu ada untuk menghadapi ketidakjelasan tindakanku, mendengarkan keluhanku yang seringnya berlebihan dan mengajakku berpikir keras dengan diskusi sehat yang dulu tidak pernah aku lakukan dengan orang-orang terdekat ini sudah lebih dari cukup. Tentu saja sosok seperti itu sangat berharga untukku, walau mungkin itu biasa bagi dirinya.

Kedua, mirip dengan yang pertama, aku tidak menaruh ekspektasi lebih karena aku sadar diri. Meski dia bilang aku kurang mengerti akan dinding pembatas yang telah dua kali dibahas. Haha, tenang! Aku paham dan aku tahu diri. Aku tidak menyematkan harapan dalam kedekatan ini karena aku selalu terngiang kalimat yang bermakna, "bekas temanku aja, kalau bisa aku hindari!" yang lantang dikelakarkannya dengan bahasa khas daerah asalnya.

Sematan kata "bekas" dalam kalimat itu selalu aku pegang karena aku tahu, aku tidak akan pernah pantas membersamai orang yang baik dan bijak seperti dia. Jika pada prosesnya aku pun gagal mengontrol diri, maaf. Itu di luar kuasaku dan biar itu jadi urusanku karena balik lagi, ini tentang aku. Tidak dia dan tidak akan aku memaksa dia agar memiliki hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Iya, rasa nyaman dan aman.

Ketiga, aku memang tidak ingin kehilangan sosoknya. Ini egois, sangat egois! Tapi bukan berarti aku memaksanya tinggal untuk menjadi pendampingku karena sekali lagi, aku tidak ingin terikat dengan siapapun. Aku butuh dia untuk mendengar, meski aku bukan pendengar yang baik. Aku butuh dia untuk sama-sama mencari solusi, bukan menciptakan masalah lagi. Walau aku sering membuat masalah karena memang aku bebal.

Jika dia membaca ini, semoga dia paham, bumbu-bumbu cemburu yang beberapa waktu lalu sempat mempertegas kebebalanku adalah bagian dari kegagalanku mengontrol diri sendiri. Tapi, tenanglah, sekali lagi, aku tidak memaksakan dan menuntut apapun kecuali dia tetap ada di tempat sebagai support system-ku.

Terakhir, untuk kamu yang sedari tadi aku sebut dengan kata ganti "dia".

Aku harap kamu tidak berspekulasi aneh-aneh ketika aku menunjukkan sikap yang kurang menghargai saat kamu bertutur soal masa lalu. Padahal, aku dengan segala kisah gelap dan rumitnya cerita di waktu lampau pun selalu didengar. Egois, ya? Hehe, maaf. Maaf jika aku baru berani bilang melalui tulisan ini kalau aku menyesali segala sikapku yang terkesan kurang berkenan saat menyimak kisahmu. Percayalah, aku mengasihimu sebagai orang baik, tidak lebih.

Terima kasih ya sudah mengajariku untuk menerima apapun yang telah terjadi. Terima kasih sudah melatihku tabah, meski sebenarnya aku adalah manusia yang payah dalam urusan ketabahan. Setidaknya, aku banyak belajar untuk tetap berjalan di tengah kepungan fakta bahwa aku tidak seberharga apa yang orang lain lihat. Semoga kamu tetap di tempat walau aku pun merasakan bahwa sepertinya kamu sudah lelah dengan segala lakuku. Apalagi dengan penegasan kata "menolong" yang beberapa kali kamu ucapkan. Aku benar-benar berterima kasih atas kesediaanmu menolongku untuk memulihkan diri, meski aku belum benar-benar sembuh. 

Jika ingin pergi, tidak apa, aku tidak akan menahan karena aku tidak memiliki hak untuk menahan siapapun. Jika setelah ini ada jarak, aku pun tak akan marah walau kemungkinan besar aku akan semakin kehilangan kontrol atas emosiku sendiri. Aku tidak mengancam, ya! Aku hanya tidak ingin kedekatan kita sebagai teman sudah melibatkan keterpaksaan. Lagi pula, aku layak kok untuk dijauhi, aku juga pantas dibiarkan sendiri karena sebagaimana kata karibmu, aku memang attention seeker yang handal. Maaf sudah menjadi pihak yang selalu rewel dan tidak bisa mengerti kondisimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun