Sebuah kelompok orang dalam satu ruang dan waktu membutuhkan pemimpin. Orang yang terdiri dari tiga orang pun harus menunjuk salah satu dari mereka menjadi ketuanya. Karena itu bicara soal pemimpin itu sangat profan. Biasa saja asal memiliki visi dan misi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam teori kepemimpinan, sebenarnya menjadi pemimpin itu ada disebabkan oleh dua faktor yakni: genetik dan pelatihan.
Pemimpin genetik biasanya lebih mudah karena tidak membutuhkan proses panjang. Sedangkan pemimpin karena latihan berarti memaksimalkan potensi dasar diri yang ada pada setiap orang. Pilihan menjadi pemimpin pun ditentukan segenap dukungan pengikuti atau anggota secara total. Menjadi pemimpin bukanlah semata-mata ambisi dan arogansi, atau numpang tenar. Pemimpin pada dasarnya membuat organisasi lebih baik dan berkembang. Pemimpin sebagai ladang untuk melayani dan membantu orang lemah disekitarnya atau anggota organisasi mau aktif dan berguna bagi pengembangan organisasi.
Buah pemimpin itu adalah kepercayaan. Ketika orang percaya maka pemimpin akan betul-betul berguna dan dihargai. Kepercayaan akan membuka lahan untuk pengembangan organisasi. Lantas, bagaimana menjadi pemimpin dalam lingkup pers. Tentu agak sedikit berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Setidaknya ada tiga tipe bagi pemimpin pers, utamanya pers mahasiswa.
Pertama, tipe pemimpin hanya redaksi. Sering kali pemimpin seperti ini hanya terjebak pada rutinitas redaksional. Padahal, top manajer di tangan pemimpin umum sebagai pemimpin sentral. Karena itu, pemimpin umum harus pandai mengatur dan mengelola organisasi.
Kedua, pemimpin apa adanya. Pemimpin seperti ini biasanya tidak memahami arah dan tujuan organisasi dan menjalankan organisasi karena sejarah. Faktanya, orang dulu mengadakan apa dan itu yang dilakukan. Biasanya sangat minim pengetahuan, inovasi dan kreativitas.
Ketiga, pemimpin development sustainable. Pemimpin seperti ini selain menguasai cara memimpin secara teori juga mampu mentransfer keinginan, pengetahuan, arah, tujuan, dan target bersama menuju perubahan.
Berangkat dari ketiga tipe pemimpin di atas, maka sebenarnya ketiga tipe ini dapat diimplementasi dan diinformasikan dalam kelembagaan pres mahasiswa. Tetapi, pada kenyataannya hari ini permasalahan pers mahasiswa berkutat pada pengelolaan pers konvensional atau zaman now atau "kekinian". Jika diinventarisasi maka permasalahan itu misalnya: minimnya dana, fasilitas, konsep pengembangan, dan keterbatasan waktu. Selain itu perubahan birokratisasi kampus dan usaha-usaha menjadikan pers sesuai "zaman now". Untuk itu harus dibangun pola sehingga sebagai lembaga pers dapat lebih baik lagi.
Untuk konsep pengembangan sudah selayaknya dirumuskan dan dibakukan dalam musyawarah anggota. Sehingga rencana strategis pengembangan lembaga pers mahasiswa lebih terarah. Hal ini berarti bahwa untuk membangun lembaga yang lebih profesional maka lembaga pers mahasiswa harus membuat restra jangka pendek, menengah, dan panjang. Sehingga, progress pengembangan lembaga pers mahasiswa dapat diwariskan, bermanfaat, dan ke depan akan mendapat dukungan total bagi pengelola. Terakhir, bicara soal kepemimpinan pers mahasiswa ini ternyata ada beberapa pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan. Apa yang seharusnya dilakukan pemimpin pers mahasiswa menyikapi persoalan pers mahasiswa di "zaman now".
Pertama, mengatur internal secara baik antara lain: 1) Sering mengadakan rapat; 2) Merutinkan rapat evaluasi; caranya bisa lebih dinamis; 3) Mengkoordinasikan antar pimpinan usaha, litbang, redaksi dan sekretaris. Untuk sekretaris seharusnya menjadi sentral karena sebagai jantung organisasi semua harus dikendalikan oleh sekretaris; dan 4) Menyelesaikan permasalahan dana untuk penerbitan; 5) merumuskan renstra dan konsep pengembangan lembaga pers: perubahan AD/ART, penambahan stasiun TV lokal, dan sebagainya. Mungkin ini tampak biasa saja, tapi terkadang terlewatkan karena tidak jelasnya pembagian tugas.
Kedua, mengembangkan organisasi. Pengembangan yang dimaksud memaksimalkan kerjasama ke luar, sesama organisasi persma, maupun diluar organisasi itu. Berbagai kegiatan dan program dapat dilakukan untuk memperkuat organisasi.
Ketiga, membangun jaringan organisasi pers mahasiswa. Tampak tidak penting, setidaknya menjadi ajang berkumpulnya senior lembaga pers dalam menyimak perkembangan pembangunan bangsa. Misalnya membentuk kembali dewan kota pers mahasiswa yang "mati suri" sejak 2003. Atau apa lah yang menjadi ajang terbaik dengan persamaan persepsi.
Last but not least, rumusan, konsep, dan strategi pengembangan lembaga pers mahasiswa segera, terus, dan harus dimulai sedini mungkin. Selain itu, semua konsep menjadikan hal wajib dibicarakan pada saat musyawarah anggota. Demikian, semoga kepemimpinan pers mahasiswa ke depan lebih baik lagi.
Opini pernah terbit di Ukhuwahnews.com tahun 2018 dan Penulis: Dr. Afriantoni, M.Pd.I (Aktivis Pers Mahasiswa 1998-2003)