Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskursus Distingsi UIN Raden Fatah

25 Agustus 2021   11:11 Diperbarui: 25 Agustus 2021   11:26 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskursus pemikiran distingsi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah bergulat secara alami. Ragam pemikiran tentang distigsi UIN Raden Fatah adalah fenomena akademik yang berkembang di UIN Raden Fatah saat ini. Antara realita dan tututan secara konseptual. Antara tuntutan pasar dan percepatan pengembangan lembaga. Hubungan korelatif Islam dengan kerajaan Sriwijaya. Hubungan korelatif Islam dengan Palembang Darussalam.

Pergulatan tersebut "lumrah" adanya, karena terkait eksistensi dan pengembangan lembaga dengan melacak akar historis yang mewarnai para pemikir di UIN Raden Fatah. Dinamika arah "distingsi" perkembangan kelembagaan dan keilmuan UIN Raden Fatah memang selayaknya dibicarakan terbuka agar dinamika keilmuan dan kekhasan UIN terbaca di mata publik. Berikut diuraikan distingsi UIN Raden Fatah dengan universitas lainnya, baik dalam konteks lokal, nasional maupun internasional. Diantaranya yang paling jelas adalah berbasiskan Islam.

Berbasis Islam

Kekhasan berbasis Islam ini sudah nyata dalam singkatan UIN. "I" adalah Islam. Namun, pendalaman persoalan keislaman  ini perlu dimunculkan mengingat, UIN Raden Fatah ke depan bukan sekedar mencetak ilmuwan.  Dalam konteks "Rumah Ilmu" yang disepakati sebagai basis keilmuan, namun belum menjadi pijakan akademik untuk diturunkan dalam bentuk kerangka kurikulum dan kerangka pengembangan Fakultas. Walaupun cantumkan dalam proposal pengembangan lembaga, tetapi arah pengembangannya tidak mengacu secara filosofis dan komprehensif terhadap "rumah ilmu" yang sudah disepakati.

Kemungkinan yang dapat dikatakan bahwa basis "Islam" juga masih diperdebatkan, walau tidak secara terbuka. Namun, kontekstualisasi "rumah ilmu" dalam kerangka pengembangan lembaga semesti dapat dijadikan basis fondasinya. Tidak serta merta menentukan program studi semata-mata yang terkadang tidak ada relevansinya dengan pengembangan studi-studi keislaman. Alih-alih pengembangan menjadi sukses, justru seperti di beberapa lembaga UIN mengalami stagnasi, terutama program studi berbasis Islam. 

Selain itu, tantangan berbasis market juga sebagai dasar yang paling "menggiurkan" dalam pengembangan kelembagaan. Mengapa tidak?.  Tapi, para pemikirn lain selain tim perumus dan para pengkaji lain sudah selayaknya menformulasikan gagasan dalam konteks pengembangan kurikulum, sibalus, lembaga dan bahkan budaya apa yang akan diwujudkan dengan perubahan UIN tersebut.

Selain itu, terkait masalah budaya, seharus nampak dengan jelas budaya-budaya yang dikembangkan. Membandingkan budaya Islami yang diterapkan di Universitas Djuanda Bogor. Mungkin UIN bisa mengambil manfaat "distigsinya". Para dosen selalu menjaga wudhunya. Setiap memulai pembelajaran dengan membaca doa. Adanya lembaga khusus penjamin mutu keisalaman. Menerpakan shalat berjamaah. Kalau belajar dari UIN Sunan Kalijaga, dosen-dosen barunya ditatar selama empat bulan tentang budaya dan maksud dari integrasi ilmu dalam konteks jaring laba-laba.

Untuk memulai semua  tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Sebab, jangan sampai UIN secara kelembagaan "lepas kontrol" dari keinginan mendasar tentang lembaga khas Islam. Selain itu, tetap UIN memiliki komitmen untuk tidak menerima paham apapun untuk menjaga stabilitas kelembagaan. Antisipasi seperti ini sengaja diutarakan agar jangan sampai pengembangan kelembagaan menjadi lahan empuk para teroris, fundamental dan radikal masuk ke dalam UIN Raden Fatah.

Melayu-Nusantara

Bagi UIN Raden Fatah Melayu-Nusantara adalah amanah Kementerian Agama RI, UIN Raden Fatah yang dikembangkan adalah Melayu Nusatantara, untuk itu kajian Melayu di UIN Raden Fatah. Namun, otokritik masih muncul mengingat kontroversinya Melayu di Sumatera Selatan (Sumsel). Bukan hanya itu, karena kajian tentang melayu di Sumsel masih sangat minim. Oleh karena itu, persepektif melayu-nusantara masih dipertanyakan. Jika kajian seperti Hardvard University mungkin tidak masalah.

Melayu-Nusatara mengakomodasi nilai-nilai kultural masyarakat setempat dan s sejalan dengan nilai- nilai ajaran Islam. Karenanya, kajian dan kekhasan Melayu-Nusantara menjadi sebuah tradisi Melayu- Islam. Pembentukan ini tidak lepas dari peran para ulama setempat. Setidakan dalam kelembagaan harus diperkuat dengan sistem yang mengarah ke sana yang berbasis "Islam"  telah berhasil.

Persoalannya adalah "ketepatan historis", sejarah yang memungkinkan sekali dalam kajian adalah kerajaan Sriwijaya yang didominasi ajaran Hindu, sedangkan Melayu didominasi ajaran Islam. Tentu meletakan Palembang dan Sumatera Selatan serta UIN Raden Fatah merupakan diskursus tersendiri.

Diskursusnya, kajian Melayu sebelum ini sudah lebih banyak diminati oleh pemikirn dari Medan, Padang dan Riau. Secara sederhana juga banyak diminati oleh sarjana Malaysia. Sebagian besar wilayah Kalimantan. UIN Raden Fatah dengan mengambil distingsi ini bagaimana diejawantahkan dalam operasionalisasi keilmuan. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan temu pakar yang konsisten dan memiliki visi yang sama untuk menjadikan arah distingsi UIN Raden Fatah menjadi clear. 

 Dari aspek keilmuan dan keilmuan politik. Benarkah sudah cocok dan tepat  berada di bawah naungan Fakultas Adab dan Budaya. Jusru setelah mengeluarkan alumni baru dirasakan "pahit" oleh pengguna dan penerima lapangan pekerjaan. Demosntrasi akhir-akhir ini merupakan cermin dimana nomenklatur keilmuan di UIN Raden Fatah masih layak untuk dikaji ulang.

Kemudian, ada juga program studi Sistem Informasi berada di bawah naungan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, tentu menyebabkan Program Studi ini menjadi belum jelas arah dan penerimaan pasar kerja.

Belum lagi, pasca pembentukan fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, akan dilanjutkan pembentukan fakultas Sains dan Teknologi, maka embrio yang mengarah pembentukan fakultas tersebut sampai dengan hari ini tidak nampak.

Kemaritiman dan Energi

Kemaritiman ini merupakan sektor yang belum digarap secara massal. Karena itu, seandainya, penguatan ada kemaritiman dan energi dipusatkan di UIN Raden Fatah, tentu sektor ini akan mengalami perkembangan signifikan. Bukan semata-mata searah dengan apa yang ingin digagas oleh Pemerintah Jokowi-JK, tetapi sektor pertanian, ekonomi, teknologi-informasi, teknologi-komunikasi, kedokteran, manajemen, pendidikan, hukum, sosial-politik dan sebagainya sudah tidak asing lain. Bukan menafikan sektor ini, namun penguatan sektor ini perlu ditingkatkan

Momentum ini sangat tepat karena kerajaan besar Sriwijaya mengutamakan sektor kemaritiman. Siapa dalam menjalankan visi tersebut antara bangsa dan Negara harus memiliki sinergisitas yang erat dalam suatu manajemen organisasi yang mengikat dan melahirkan visi bersama sebagai visi pembangunan. Sehingga visi maritim (kelautan) merupakan bagian dari visi pembangunan bangsa dan bernegara yang mengacu pada visi NKRI.

Jika kita melihat perjalanan sejarah jauh sebelum kedatangan pelaut eropa, kita memiliki peranan strategis dalam bidang maritim yang ditandai dengan adanya nationale staat yang bernama Nusantara I pada masa kerajaan Sriwijaya dan Nusantara II pada masa kerajaan Majapahit. Meskipun kita masih memiliki kesimpangsiuran data dari kedua kerajaan tersebut tetapi banyak bukti yang menyatakan akan tingginya peradaban dari kedua kerajaan tersebut sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Ir. Soekarno dalam pidato tanggal I Juni 1945 "Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalahnationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit".

Makna yang terkandung dalam pernyataan ini ialah nationale state sebagai negeri maritim yang mampu menjangkau seluruh kepulauan yang berada diantara 2 benua dan 2 samudera bahkan mencakup sampai daerah campa (Thailand) dan Filipina. Atas dasar itu Negara Indonesia sebagai nationale staat yang berdiri pada tanggal 18 Agustus 1945 melingkupi daerah tersebut meskipun baru sebuah gagasan (cita-cita). Kesinambungan itu berlanjut pada perjuangan-perjuangan berikutnya dalam mencapai gagasan besar tersebut.(*)

Penulis adalah Afriantoni (Dosen IAIN Raden Fatah Palembang sekarang UIN Raden Fatah Palembang)

Tulisan ini pernah dimuat Ukhuwahnews.com tahun 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun