Kelahiran orang di dunia ini tidak bisa tidak harus belajar dari mereka yang terlebih dulu hidup. Termasuk belajar hidup dari mereka yang berpengalaman. Agar manusia bisa hidup maka manusia bekerja dan berusaha mencari rezeki demi mendapatkan harta. Baik itu uang, perhiasan, pakaian, dan rumah.
Harta yang dicari kadang sulit didapatkan dan kadang terlalu mudah. Itulah menandakan rezeki di tangan Allah. Tentu Allah memiliki cara dan maksud kepada kita dalam mencari dan memperoleh harta. Terus berusaha, menggali potensi, kerja keras, dan cerdas.
Ketika semua harta didapatkan, kemana menjalankan amanah harta tersebut. Tidak mudah menjalankan amanah tersebut, terutama dalam kebaikan. Setidaknya ada tiga makna cara harta itu dijalankan: dimakan, disimpan, dan disedekahkan. Ketiga makna cara harta ini dijalankan, bisa saja setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyikapinya.
Pertama, harta yang dimakan. Setiap hari orang pergi pulang bekerja demi memperoleh harta. Harta yang dipergunakan untuk keperluan sendiri ini akan melahirkan orang yang "kikir, medit, pelit, dan tangan menggenggam".
Tentu cara seperti ini hanya akan membuat kita kehilangan waktu untuk membentuk empati dan berjiwa sosial. Padahal kesempatan itu, tidak akan menunggu sebuah kelapangan. Kalau dalam keadaan lapang mungkin setiap orang bisa melakukan empati, jika hatinya terbuka.
Padahal, tanpa sadar semua yang kita beli dan makan akan menjadi "sampah atau kotoran". Bayangkan pakaian bisa jadi sampah yang menumpuk dan sebagian akan rusak dan usang. Apa yang dimakan mulai dari tempe, tahu, ikan, daging, hamburger, pizza, buahan, minuman dan sebagainya juga akan menjadi kotoran.
Jadi, tidak ada yang bisa dibanggakan oleh manusia sebagai makhluk Allah. Kemana-mana manusia hanya membawa kotoran dalam perutnya masing-masing.
Kedua, harta yang disimpan. Terkadang mungkin ada pendapat yang berbeda menyimpan harta dengan menumpuk-numpuk harta dengan menabung. Kalau menabung adalah setiap sisa uang atau perencanaan untuk masa tertentu dengan maksud mempersiapkan diri atas apa yang ada kemudian hari.
Tapi jika konteksnya menumpuk-numpuk harta ini yang dilarang oleh agama. Harta yang ditumpuk-tumpuk akan membuat orang menjadi sombong, angkuh, tamak dan serakah. Sifat ini akan lahir begitu saja ketika tabiat seperti sudah mendarahdaging bagi orang tersebut.
Padahal, jika meninggalkan dunia ini orang itu dalam keadaan menumpuk-numpuk harta atau menyimpan berarti ia telah meninggalkan sengketa, fitnah, silang pendapat, perebutan, atau bahkan saling bunuh. Sangat berbahaya.
Sungguh dampak negatifnya cukup besar, jika jalannya harta yang ditumpuk-tumpuk melahirkan sifat dan perilaku negatif.
Ketiga, harta yang disedekahkan. Sedekah adalah ajaran dalam Islam yang jelas dalam koteks sosial maupun kehidupan masyarakat. Tidak setiap orang bisa konsisten bersedekah dan melakukannya dengan penuh keikhlasan.
Harta yang diperoleh sebisa mungkin dapat dijalankan kepada jalan Allah. Artinya diinfakkan atau dikeluarkan zakatnya. Harta seperti ini akan menjadi amal ibadah.
Ketika manusia meninggalkan dunia ini maka amallah yang akan menjadi penolong mereka. Nikmat dalam hidup adalah bentuk kekuatan memadukan diri dalam kerja keras, ikhlas, dan cerdas untuk mensedekahkan harta. Mulai dan segeralah.
Penjelasan di atas setidaknya menjadi catatan, pengetahuan dan pemahaman kita. Kita bisa memilih mau diapakan harta yang kita cari dan salurkan. Apakah hanya untuk dimakan, disimpan atau disedekahkan?. Semua tergantung kepada kita semua. Bisa saja dengan kombinasi sebagai pilihan yang arif lagi bijaksana. Semoga.(*)
Afriantoni
(Refleksi Pagi Menjelang Siang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H