Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguji Kearifan Guru, Belajar dari Hukuman Guru di Tanah Batak

16 Maret 2018   08:11 Diperbarui: 16 Maret 2018   08:30 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.inews.id

Afriantoni

(Pemerhati Pendidikan)

Kita semua tahu tanah batak melahirkan orang-orang hebat. Bukan hanya skala lokal, tetapi juga skala nasional bahkan internasional. Tanah batak melahirkan ragam profesi sebagai pengacara, ahli hukum, politisi, menteri, polisi, dan tentara. Bahkan mobilisasi politik dan tentara juga dikenal berasal dari tanah batak. Kekuatan dan potensi yang luar biasa.

Kekerasan watak tanah batak sudah sangat terkenal. Artinya, mendidik anak batak perlu energi cukup berat. Perlawanan akan terus dilakukan dalam proses pembelajaran oleh generasi muda tanah bapak.

Guru pun harus memiliki kemampuan ekstra untuk dapat dapat mengatasi kerasnya anak bapak. Terutama dengan ketenangan. Pasalnya, jika emosi disulut terus menerus berakibat pada emosional yang tidak terkendali. Guru bisa jadi liar.

Kasus guru menghukum siswa adalah contoh guru yang seharusnya mendidik anaknya malah kehilangan kontrol diri. Saat ini guru Serdang dari tanah Batak sedang viral di media sosial. Guru menghukum siswanya dengan menyuruh siswanya menjilat WC. Berita gempar ini awalnha dari mulut ke mulut dan meluas ke media sosial. Secara etika, tentu hukuman ini tidak manusiawi.

Sang korban adalah siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 104302 Desa Cempedak Lobang, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang, Sumatera Utara, harus menanggung malu dan trauma. Ia dihukum menjilat toilet sekolah hanya lantaran tidak membawa tanah kompos sebagai tugas keterampilan yang diberikan gurunya.

Siswa tersebut disuruh sang guru menjilat WC sebanyak 12 kali, yang keempat sang anak sudah muntah. Tentu kearifan harus seolah luntur dan guru merasa dirinya benar dengan hukumnya, mungkin di bawa emosi dan situasi.

Guru di Serdang melakukan ini, tentu bisa jadi akibat akumulasi ketidakmampuan guru mengingatkan siswa. Siswa memang kemungkinan juga sudah sering kali "meremehkan" perintah atau tugas yang diberikan guru.

Guru juga manusia. Guru juga bisa kehilangan kesabaran, walaupun tindakan menghukum siswa harus manusiawi. Jika tindakan guru sudah keterlaluan dan melampaui atas tentu semua tidak bisa dimaafkan.

Guru dalam menjalankan profesinya seharusnya profesional dan mampu memberikan kebijaksanaan atau kearifan dalam memberikan hukuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun