Mohon tunggu...
afriana setiawan
afriana setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Ans - Writer and Author

Perjalanan panjang sebagai single mom selama lebih dari dua belas tahun, terlalu berharga untuk disimpan sendiri. Semua akan saya bagi sebagai penguat bagi hati lain yang sedang rapuh dan pengingat bagi hati lain yang sedang bahagia penuh bunga

Selanjutnya

Tutup

Love

Perceraian? Siapa Yang Terluka?

25 September 2021   21:20 Diperbarui: 4 Oktober 2023   12:48 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui proses yang tidak mudah dan tidak murah. Perceraian nyatanya memang bukan sesuatu yang di mantrakan dalam doa untuk sebuah pernikahan. 

Mungkin banyak orang yang berpikir kebanyakan korban perceraian adalah wanita dan anak - anak. Faktanya beberapa pria yang juga melewati perceraian juga berada di posisi yang sama. Ternyata bukan hanya wanita yang terluka, pria pun sama. Bedanya adalah ketika wanita sibuk menuangkan air mata dan merasa sebagai pihak yang teraniaya. Maka pria lebih berusaha mengedepankan arogansinya. 

Pria yang dalam naluri semesta diciptakan sebagai makhluk yang lebih kuat tentu saja akan sebisa mungkin menyembunyikan luka. Bahkan beberapa merasakan lebih dari wanita. Di Indonesia atau beberapa negara bagian dunia mungkin, pria dianggap sebagai nahkoda.

Pernikahan dianggap sebuah kapal. Suami sebagai nahkoda dan pemimpin rumah tangga. Tentu tidak sama ketika kita berkata dengan kehidupan eropa dimana pernikahan artinya adalah memiliki life partner, teman hidup yang artinya dalam segala hal sebanding dan semua diputuskan bersama. Peran pria yang di posisikan sebagai pemimpin inilah yang akhirnya menempatkan diri seorang pria sebagai tampuk pimpinan tertinggi dalam sebuah rumah. Sebagai pemikul tanggung jawab.

Suka tidak suka akhirnya ada rasa kecewa seorang pria ketika  tiba di keputusan sebuah perceraian. Seorang pria akan merasa dianggap gagal membawa kapal berlayar. Tentu saja sebagai makhluk Tuhan yang seringkali dianggap berdaya, maka seorang pria jarang sekali mengungkapkan kebenaran dalam hatinya.

Keputusan bercerai secara resmi di pengadilan agama sudah pasti kesepakatan kedua belah pihak. Mungkin saja ketika satu pihak kemudian tidak setuju namun hakim tetap ketuk palu. Tapi itu hanya sekian persen dari sekian banyak angka perceraian. Ketika seseorang memutuskan untuk berceai maka keputusan ini harus diambil dengan penuh kesadaran lengkap dengan segala resikonya. Seperti saya sampaikan di edisi kemarin, mengapa proses rekonsiliasi sebelum perceraian sangat penting di lakukan. Salah satunya adalah untuk menimbulkan kesadaran. Bahwa perceraian diambil dan diputuskan karena keinginan dengan penuh kesadaran bukan sekedar emosi belaka.

Lalu kenapa seringkali wanita terlihat lebih rapuh? Dari yang saya amati di sebuah komunitas yang saya ikuti, mereka bercerita apa yang mereka alami dan rasakan setelah perceraian. Maka saya simpulkan beberapa hal yang membuat wanita jatuh dan lemah secara emosional setelah perceraian :

  • Keuangan yang terbiasa bergantung pada suami
  • Tanggung jawab akan anak - anak dan kehidupan pribadi
  • Rasa malu terhadap pandangan masyarakat tentang kegagalan rumah tangga
  • Predikat baru sebagai janda
  • Memberikan penjelasan pada keluarga
  • Rasa terluka adanya pihak ketiga yang membentuk rasa rendah diri dan membandingkan
  • Luka baik hati dan kadang fisik
  • Ketakutan akan bayangan masa depan

Besok akan di ulas satu per satu semua faktor di atas. Jika ada yang lain menurut anda silahkan ketik di kolom komentar ya....

Sekalipun dengan proses rekonsiliasi beberapa faktor penyebab rapuhnya wanita pasca perceraian di atas tetap mungkin datang dan dialami. Faktor terbesarnya adalah kebingung dalam menerima keadaan yang sebelumnya tidak pernah di rencanakan.

Disinilah support sistem sangat diperlukan baik keluarga, teman, komunitas dan pakar psikologi. Secara emosi, moral dan material, bahkan satu pelukan dukungan pun seringkali cukup untuk menguatkan hati yang terluka.

Jika kita tidak dalam kondisi bisa membantu dan menguatkan. Maka jadilah bijak untuk tidak di posisi menghakimi atau merendahkan. Sekali lagi, tidak satu pun doa cinta sang pengantin untuk sampai kepada perceraian. Namun perceraian adalah pilihan untuk masuk ke jalan lain kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun