Sekali dua kali tidak ada arti
Ditendang kaki, mengatup jemari
Dicaci maki berkali-kali
Saat senang sedang menari-menari
Manja tanpa rasa bersalahÂ
mengecup mesra tanpa lelah
Bercengkrama tak peduli dosa
Meski luka selalu menganga
Melingkar dengan ingkar di keabadian malam
Hingga pagi terkapar menuju alam kelam
Tiada peduli beban
sekian derita yang diemban
hingga tutup usia
Tubuh tak memiliki tuan yang tetap
babak belur hancur leburÂ
Serasa semuanya sia-sia
Di atas kanfas ia mengisyaratkan suasana
Tubuhnya telanjang tanpa busana
Bukan karena cinta
Tetapi karena dusta
^Catatan di Ujung Pena^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H