Mohon tunggu...
Afri Meldam
Afri Meldam Mohon Tunggu... -

afri meldam, lahir di sebuah desa kecil di pedalaman sumatera. menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai batang sumpu dan menangkap ikan. banyak hal di dunia ini yang tak dia mengerti, dan ia senang belajar hal-hal baru. selain suka bepergian ke tempat-tempat eksotis, ia juga merupakan seorang petualang kuliner. namun, makanan yang paling dicintainya adalah gulai ikan bawuang masakan sang ibu. saking sukanya, jika tabungan sudah mencukupi, ia berencana membuka warung makan yang menyediakan menu tradisional racikan sang ibu - sebuah cita-cita sederhana yang ia harap bisa segera terwujud.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keren, Kutu Buku

2 Maret 2012   04:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutu Buku

Oleh: Afri Meldam

‘Kutu buku’ merupakan istilah yang dilekatkan pada seseorang yang sangat gemar membaca. Saking gemarnya, seseorang tersebut tak ubahnya seperti kutu yang senantiasa lengket dengan sang buku (bacaan).

Seorang kutu buku selalu mempunyai bahan untuk dibaca. Entah itu buku, majalah, Koran, kamus, ensiklopedi, bahkan selebaran kampanye sekalipun. Seseorang yang diberi prediket kutu bukuselalu merasa tertarik untuk membaca. Apapun jenis bacaannya.

Karena banyak membaca, seorang kutu buku biasanya mempunyai pengetahuan yang luas. Ia tahu lebih banyak ketimbang orang-orang yang kurang atau malas membaca.

Seorang kutu buku biasanya adalah orang yang mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang sangat tinggi. Ia selalu merasa penasaran dengan segala hal yang dirasanya menarik. Di otaknya selalu berjujuh pertanyaan-pertanyaan yang butuh untuk dijawab segera mungkin. Membacalah kemudian yang menjadi jalan bagi sang kutu buku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di otaknya.

Dengan banyak membaca, seorang kutu buku mengetahui sesuatu yang mungkin tidak atau belum diketahui oleh orang lain. Dengan membaca, ia mengetahui dunia dan hal-hal baru yang mungkin tak terbayangkan oleh orang lain. Intinya, seorang kutu buku merupakan seorang (calon) intelektual.

Distorsi makna

Namun, belakangan ini julukan ‘kutu buku’ mengalami distorsi makna. Kutu buku dipandang sebagai sesuatu yang ‘rendah’ dan ‘ketinggalan zaman’. Tak percaya? Coba lihat sinetron-sinetron remaja atau cerita-cerita teenlit hari ini. Banyak yang menstereotipe-kan kutu buku sebagai kelas masyarakat yang ‘kuper’, ‘penyendiri’, ‘aneh’, ‘kuno’, dan lain-lain.

Dalam cerita-cerita remaja, seorang kutu buku biasanya digambarkan sebagai seorang yang berkacamata tebal (yang matanya rusak akibat kebanyakan membaca), dengan gaya yang norak (tidak mengikuti trend), tak bisa dandan, rambut disisir terlalu rapi, berponi (cewek) dan lumer oleh minyak (cowok). Selain itu, mereka biasanya juga digambarkan sebagai sosok yang lemah, pendiam, penurut dan tak punya teman.

Tapi, benarkah demikian adanya? Jelas tidak.

Penggambarah sosok kutu buku yang demikian jelas salah. Citra-citra ‘buruk’ yang disematkan kepada seorang kutu buku hanya akan membuat orang-orang takut menjadi kutu buku (rajin membaca).

Tentu sangat disayangkan sekali jika remaja juga membenarkan imej tersebut. Denagan sendirinya, mereka tentu akan berpikir bahwa menjadi seorang yang suka membaca bukanlah pilihan yang tepat kalau tak ingin dianggap ‘kuper’ dan ‘ketinggalan zaman’. Akibatnya, mereka pun jadi enggan membaca, yang berujung pada kurangnya ilmu pengetahuan yang kemudian mereka dapatkan.

Seorang kutu buku tidak melulu identik dengan stereotipe pribadi yang ‘kuper’, ‘aneh’, kertinggalan zaman’, dan ‘suka menyendiri’. Seorang kutu buku boleh jadi merupakan pribadi yang ‘gaul’ dan mempunyai banyak teman.

Seseorang tak perlu merasa malu jika ada yang menjulukinya ‘kutu buku’. Karena, kutu buku adalah seorang intelektual yang penuh rasa ingin tahu.

(Afri Meldam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun