Mohon tunggu...
Afris Imanuel
Afris Imanuel Mohon Tunggu... -

just a normal guy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berhentilah Mencari Kambing Hitam!

14 Juli 2010   20:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh menyesal ketika menyaksikan pemberitaan berbagai media belakangan ini. Sebuah peristiwa terungkapnya rekaman adegan mesum artis dianggap sebagai dosa yang sangat besar. Mungkin melebihi apapun yang terjadi di dunia ini.

Contoh saja, bagaimana seorang anggota dewan yang terhormat bisa mengaitkan pelecehan seksual di Bus TransJakarta sebagai kesalahan Ariel. Atau bagaimana seorang menteri sangat sibuk mengurusi pornografi, bahkan sampai mengaitkan dengan  ajaran agama tertentu.

Moral bangsa ini tidak berada di pundak Ariel seorang. Bagaimana mungkin mengaitkan pemerkosaan anak-anak dengan 'usai menonton video Ariel'? Video porno di negeri ini tidak hanya Ariel seorang yang berbuat. Jika ditelusuri, banyak sekali di dunia maya, video porno tidak hanya karya Ariel. Dari Sabang sampai Merauke, semua ada. Dari anak smp hingga kakek-kakek. Dari rakyat kecil sampai 'anggota dewan yang terhormat'. Bupati? Ada. Polisi? Banyak bertebaran di sana, tinggal pilih.

Jika demikian, lalu siapa yang sebenarnya salah? Kita mungkin lupa bahwa kita adalah manusia beragama. Saya yakin sebagian besar manusia di negeri ini bukanlah ateis, manusia tak bertuhan. Dan, oleh karena itu, kita punya pembimbing dan penuntun iman. Lalu, kalau kita beriman, kenapa masih saja banyak ditemukan perilaku moral yang tidak terpuji?

Mari kita telusuri. Bagaimana mungkin keimanan manusia Indonesia bisa sesuai dengan ajaran agamanya kalau pemimpinnya saja tidak benar? Bagaimana orang tidak korupsi jika pemimpin agamanya saja korupsi uang persembahan jemaat gereja (seperti terjadi di Kupang NTT)? Dan, bagaimana mungkin anak smp yang kecil-kecil itu bisa dan berani merekam adegan tidak senonoh jika orangtua tidak merekam adegan serupa?

Intinya adalah bagaimana kita tidak melemparkan kesalahan yang diperbuat kepada orang lain. Introspeksi diri sendiri. Kalau itu dilakukan, niscaya kita tidak usah sibuk mengurusi moral tapi memikirkan kesejahteraan diri dan juga kesejahteraan sesama.

Ingat, di luar sana masih banyak orang yang lapar. Di luar sana masih jutaan orang yang belum mendapatkan pekerjaan. Masih banyak yang hidup hanya dari pemberian orang lain.

SADARLAH!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun