[caption caption="Kontingen Indonesia untuk SSEAYP 2015 di Tokyo hari ini. (Photo by Ms. Tomoko Okawara)"][/caption]
Hari ini (28/10/2015), Program Kapal Pemuda Asia Tenggara dan Jepang, atau the Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) 2015 resmi dimulai. Kontingen dari sepuluh negara Asia Tenggara dan Jepang telah tiba di Tokyo, untuk mengawali program pertukaran pemuda yang telah berusia 42 tahun ini.
Kemarin (27/10/2015), kontingen Indonesia yang terdiri dari 28 orang pemuda Indonesia yang terpilih dari berbagai provinsi telah tiba di bandara Haneda,Tokyo. Mereka telah bergabung dengan lebih dari 300 pemuda dari Jepang, Brunei Darussalam, Cambodia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
SSEAYP adalah program yang unik karena banyaknya jumlah peserta dan negara yang dikunjungi, dan moda transportasi yang digunakan. Selama 51 hari, 330 peserta akan berlayar dan menjelajah 5 negara sekaligus, di atas sebuah kapal bernama Nippon Maru. Tujuannya, untuk membangun persahabatan antar negara ASEAN dan Jepang melalui pertukaran pengetahuan dan budaya.
Program pertukaran pemuda ini dimulai di tahun 1974, menyusul ditandatanganinya sebuah pernyataan bersama oleh Jepang dan lima negara ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Di tahun 1985 Brunei Darussalam ikut bergabung, disusul oleh Vietnam di tahun 1996, Laos dan Myanmar di tahun 1998, dan terakhir, Cambodia di tahun 2000. Cabinet Office of Japan – kantor Kabinet Perdana Menteri Jepang menjadi penyelenggaranya, didukung oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga di negara-negara ASEAN.
Tahun 2015 ini Nippon Maru akan membawa peserta dan para staf administrasi SSEAYP ke 5 negara. Di tanggal 5 November Nippon Maru akan bertolak dari Pelabuhan Harumi Tokyo ke Manila – Filipina, Ho Chi Minh City – Vietnam, Yangon - Myanmar, Kota Kinabalu - Malaysia lalu kembali ke Tokyo pada 15 Desember 2015. Negara-negara yang disinggahi oleh Nippon Maru selama SSEAYP berlangsung disebut sebagai Port of Calls.
Sebelum menjelajah Asia Tenggara, para pemuda ini akan berada di Jepang pada 27 Oktober hinggal 5 November untuk mengikuti ASEAN-Japan Youth Leaders Summit di Tokyo, rangkaian kegiatan diskusi, kunjungan resmi dan studi ke lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga swasta, melakukan pertunjukan kesenian tradisional, hingga homestay di rumah-rumah keluarga angkat di berbagai prefektur.
Seleksi anggota kontingen Indonesia untuk SSEAYP dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga tingkat provinsi. Mengingat hanya ada 28 personel dalam satu kontingen, maka hanya 28 provinsi yang mengadakan proses seleksi setiap tahunnya. Kementrian Pemuda dan Olahraga menunjuk provinsi-provinsi tersebut, dan memastikan keterwakilan provinsi-provinsi dari Indonesia Barat hingga Timur. Tiap provinsi mengirimkan satu perwakilannya, yang dipilih setelah melewati serangkaian tes, mulai dari tes kemampuan Bahasa Inggris, pengetahuan tentang ASEAN dan Jepang, kepribadian, kepemimpinan, hingga tes kemampuan seni dan budaya. Pengumuman seleksi biasanya mulai dipublikasikan di akhir Maret atau awal April melalui surat edaran ke kampus-kampus,media lokal, atau melalui situs dan kanal media sosial asosiasi alumni program pertukaran pemuda antar negara, Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) di masing-masing provinsi.
Hari-Hari Yang Sibuk di Laut dan Di Darat
Setelah country program di Jepang, para peserta – yang disebut sebagai Participating Youths (PYs) akan menjelajah Asia Tenggara bersama Nippon Maru. Kapal cantik yang memiliki 8 lantai ini dibuat oleh Mitsubishi Heavy Industries Jepang. Dengan dimensi 166.65 meter x 28 meter, Nippon Maru memiliki 164 kabin, ruang teater, perpustakaan, lapangan olahraga, kolam renang dan aula pertunjukan. Di dalam ruang-ruangnya peserta akan menjalani jadwal yang sangat padat, yang dimulai jam 7 pagi hingga jam 11 malam.
[caption caption="Beginilah wujud Kapal Nippon Maru, saat bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Desember 2014"]
Pagi hari, jam 7, kelompok-kelompok PYs akan bergiliran membangunkan teman-temannya. Ucapan selamat pagi yang kreatif dan kadang lucu disiarkan ke seluruh kabin dan koridor melalui sistem pengeras suara kapal. Setelah itu, PYs akan segera bergegas menuju lapangan ruangan terbesar di kapal, Dolphin Hall, untuk olahraga bersama.
Bila kapal akan merapat ke salah satu Port of Call, acara olahraga pagi akan diganti dengan upacara pengibaran bendera. Perwakilan kontingen yang berseragam resmi dengan gagah mengumandangkan lagu nasional saat bendera negara mereka dikibarkan, diikuti dengan pemasangan bendera-bendera seluruh negara peserta SSEAYP.
Saya, yang menjadi bagian dari Kontingen Indonesia untuk SSEAYP 2003, lalu mengikuti SSEAYP sebagai fasilitator diskusi di tahun 2011 dan 2014, tak bisa lupa harunya rasa di dada ketika menyanyikan Indonesia Raya sembari menghormat Sang Saka Merah Putih di atas perairan Nusantara.
Setelah olahraga atau upacara, peserta akan berbaris rapi di ruang makan, mengambil sarapan yang disediaka secara prasmanan. Chef di Nippon Maru adalah orang Jepang, dibantu crew yang sebagian besar berkebangsaan Filipina. Menunya berstandar internasional, meski di ujung meja selalu ada potongan acar cabai dan sambal untuk para peserta dari Asia Tenggara yang tak bisa lepas dari selera pedas.
Jam 9.15 pagi, semua peserta berkumpul di Dolphin Hall. Penghitungan PYs, pemeriksaan suhu badan, briefing dilakukan. Ini adalah ritual penting di kapal. Di tengah samudera, sangat penting memastikan bahwa semua orang ada. Pemeriksaan suhu badan dilakukan 2 kali dalam sehari, sebagai upaya pencegahan penyebaran penyakit. Maklum, di dalam kapal, semua berinteraksi begitu dekat hingga kuman pun punya kesempatan untuk menyebar dengan cepat. Ketika suhu tubuh peserta atau staf admin SSEAYP mencapai 37 derajat Celcius, mereka harus segera memeriksakan diri ke klinik kapal, yang dikelola oleh seorang dokter dan dua orang perawat. Bila perlu, mereka akan dikarantina di ruangan-ruangan khusus yang jauh dari kamar-kamar peserta lainnya.
Sesi briefing diisi dengan pengumuman-pengumuman penting di hari itu. Selanjutnya, peserta akan mengikuti sesi diskusi selama 2,5 jam, hingga jam makan siang tiba.
[caption caption="Salah satu kegiatan diskusi"]
[caption caption="Sesi diskusi kelompok kecil"]
Usai makan siang, tak ada waktu berleha-leha. Kegiatan team-building telah menyusul, diikuti dengan Club Activities, di mana para peserta mengajarkan kesenian atau keterampilan tradisional dari negara mereka kepada para peserta dari negara lain.
Jadwal rapat kontingen, pertunjukan budaya atau kegiatan-kegiatan lain seperti lomba dan festival film atau musik menyusul di malam hari. Perlu stamina fisik dan mental yang kuat untuk menjalani jadwal sepadat ini. Apalagi disiplin yang diterapkan adalah disiplin gaya Jepang: tidak mengenal jam karet.
Di penghujung malam, PYs beristirahat di dalam kabin mereka. Masing-masing kabin diisi 3 orang PYs dari 3 negara yang berbeda. Dengan pengaturan seperti ini, “pelajaran” tentang pemahaman antar-budaya terjadi 24 jam penuh.
Meski menjalani jadwal yang padat dan terkadang dihajar mabuk laut ketika melewati lautan yang berombak besar, tak pernah ada saat sepi di kapal. Ratusan pemuda berusia 18 – 30 tahun yang dikirimkan oleh 11 negara peserta SSEAYP kebanyakan memang sudah terbiasa aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, memiliki pengalaman organisasi dan latar belakang akademik yang kuat. Tak hanya itu, mereka juga harus bisa menampilkan pertunjukan kesenian tradisionalnya, baik dalam bentuk, tarian, nyanyian, teater, maupun ilmu beladiri.
Tak heran, level energi di Nippon Maru nyaris selalu tinggi. Diskusi pagi tak pernah sepi dari pertukaran ide dan pendapat. Acara team building – yang disebut sebagai Solidarity Group activity – selalu riuh penuh tawa dan teriakan-teriakan bersemangat. Panggung pertunjukan budaya dihentak musik-musik tradisional dan tarian yang diiring tepuk tangan meriah.
[caption caption="Tari Rantak Bulian, ditampilkan oleh Kontingen Indonesia di National Day Performance SSEAYP 2014"]
[caption caption="Tari Saman oleh Kontingen Indonesia untuk SSEAYP 2014"]
Berada di sebuah kapal, di tengah lautan tanpa sinyal telepon maupun internet, tak bertemu siapapun selain sesama peserta, dan menjalani kegiatan yang padat bersama-sama selama 16 jam sehari sepanjang hampir 2 bulan membuat persahabatan, persaudaraan, bahkan romansa pun terjalin. Sudah ada puluhan alumni yang menemukan belaan jiwanya di Program ini, lalu menikah. Karakter dan minat yang hampir sama juga membuat peserta mudah merasa cocok satu sama lain. Tak heran, ikatan persaudaraan SSEAYP biasanya terjaga hingga puluhan tahun.
Saat tiba di negara yang disinggahi, jadwal mereka tak kalah padatnya. Dalam 3 – 4 hari di Port of Calls, PYs akan bertemu dengan pejabat-pejabat negara, melakukan berbagai kegiatan bersama para pemuda setempat, mengikuti program homestay, dan mengunjungi berbagai lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang sesuai dengan topik diskusi. Pengalaman berdiskusi, hidup, dan berkegiatan bersama orang-orang dari bangsa dan budaya yang berbeda, dan berinteraksi dengan para pejabat tinggi negara dalam acara-acara resmi selama SSEAYP seperti kursus intensif komunikasi antar-budaya sekaligus praktek diplomasi internasional untuk pesertanya.
Usai mengunjungi semua Port of Call, Nippon Maru kembali berlayar ke Tokyo, dan PYs akan terbang kembali ke negara masing-masing dari sana.
[caption caption="Para Fasilitator, mengenakan pakaian tradisional dari berbagai negara. Di sini saya mendapat pinjaman baju tradisional Cambodia, dan Fasilitator dari Cambodia memakai pakaian dari Indonesia. "]
Delapan Topik Diskusi dan Kegiatan Sosial
Para pemuda yang mengikuti SSEAYP diharapkan bisa membawa pengaruh baik dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat. Untuk itu, SSEAYP juga dirancang sebagai program yang membuat pesertanya banyak belajar tentang berbagai isu yang dihadapi oleh negara-negara di Asia Tenggara dan Jepang.
[caption caption="Saling belajar dari negara lain dalam sesi diskusi"]
Selama perjalanan, delapan topik diskusi akan dibahas secara intensif oleh PYs. Topik kewirausahaan pemuda, pemahaman antar-budaya, pengurangan risiko bencana, makanan dan nutrisi, pencegahan HIV/AIDS, pendidikan, hingga topik media dan informasi. Diskusi ini dipandu oleh 8 orang fasilitator yang terpilih dari ratusan pelamar dari di 11 negara. Dalam diskusi, peserta akan belajar dari peserta lainnya tentang kondisi di masing-masing negara terkait isu-isu yang dibahas, serta hal-hal yang bisa dilakukan oleh anggota masyarakat, terutama pemuda, untuk ikut mengatasi masalah.
[caption caption="Berbagai upaya perbaikan sistem penanggulangan bencana yang dilakukan pasca Tsunami Jepang 2011 disampaikan di Cabinet Office"]
Selain berdiskusi di kapal, PYs akan mendapat kesempatan untuk belajar dari negara yang mereka kunjungi.
Tahun lalu, saat saya memandu kelompok diskusi pengurangan risiko bencana, di Jepang kami belajar dari divisi Penanggulangan Bencana di Cabinet Office (CAO) of Japan – atau Kantor Kabinet Perdana Menteri Jepang, sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama Bosai Girl (Perempuan Siaga Bencana). Dari CAO kami belajar tentang sistem Penanggulangan Bencana Jepang. Dari sesi itu saya belajar bahwa setelah tsunami 2011, ada 17 Undang-Undang baru diterbitkan untuk memperbaiki sistem Penanggulangan Bencana yang ada. Dari Bosai Girl kami belajar tentang bagaimana isu Penanggulangan Bencana bisa disajikan dengan cara yang menarik. Mereka memiliki relawan yang merupakan desainer professional untuk membuat materi-materi pendidikan bencana dan merancang alat-alat keselamatan diri yang menarik. Saya akan menulis artikel tentang Bosai Girl secara terpisah. Dari CAO, kami menuju ke Honjo Life Safety Learning Center, pusat pembelajaran kebencanaan yang didirikan oleh Pemadam Kebakaran Tokyo. Mulai dari film edukasi hingga simulasi gempa 7 Skala Richter dan simulasi penyelamatan diri dari ruangan yang terbakar, semua bisa dialami di sini.
[caption caption="Para peserta dari 11 negara, bersama Direktur Urusan Penanggulangan Bencana Kantor Kabinet Pedana Menteri Jepang"]
[caption caption="Di Honjo Life Safety Learning Center ini ada berbagai kegiatan edukasi dan simulasi penanggulangan bencana."]
Di Brunei Darussalam, kami mengunjungi National Disaster Management Centre, Kantor Pusat Penanggulangan Bencana Nasional. Di sana kami belajar tentang sistem penanggulangan bencana di negara terkecil di Asia Tenggara ini, sekaligus menyadari, meski kecil wilayahnya dan jarang dilanda bencana, Brunei Darussalam sangat bersungguh-sungguh mengelola urusan kebencanaan mereka.
[caption caption="Salah satu kegiatan di Badan Penanggulangan Bencana Brunei Darussalam"]
Di kapal, kami punya kesempatan untuk melakukan beragam kegiatan sosial. Tahun lalu adalah peringatan setahun setelah Topan Haiyan – bencana terbesar yang pernah melanda Filipina. PYs di kelompok diskusi yang saya pandu mengadakan pemutaran film dokumenter tentang Haiyan. Kami mengundang Red Sabella dan Marjorie Culibar - peserta dari Filipina yang berasal dari Tacloban – kota yang paling parah terdampak topan super ini. Mereka berbagi kisah tentang perjuangan menyintas bencana. Red adalah staf Departemen Kesejahteraan Sosial, dan Marj adalah seorang perawat, yang kebetulan sedang bertugas di rumah sakit ketika luapan air yang dibawa Haiyan memasuki bangsal-bangsal. Ia menyelamatkan para pasien di hari itu, dan Red, meski rumahnya rusak parah dilanda topan dan tak dialiri listrik sampai enam bulan, tetap setia bertugas mengelola logistik bencana. Usai pemutaran film, kami mengumpulkan kado Natal dan menyiapkan pesan-pesan penyemangat untuk masyarakat Tacloban. Di akhir SSEAYP 2014, tim diskusi Filipina membawa pulang kado-kado itu dan menyampaikannya kepada masyarakat Tacloban.
[caption caption="Marjorie Cullibar, perawat dari Filipina, berbagi pengalamannya saat Topan Haiyan"]
[caption caption="Pesan-pesan penyemangat untuk para penyintas bencana di Filipina yang ditulis oleh PYs"]
Tak hanya grup diskusi kami yang mengadakan kegiatan sosial di kapal. PYs di grup pendidikan makanan dan nutrisi juga melakukan kampanye untuk mengurangi jumlah makanan yang terbuang. Di grup pendidikan HIV/AIDS, PYs mengadakan acara peringatan hari AIDS sedunia dengan pameran dan presentasi-presentasi yang menggugah kesadaran tentang pentingnya pencegahan HIV/AIDS.
Tiga minggu sebelum SSEAYP berakhir, biasanya PYs telah mulai merancang kegiatan-kegiatan sosial yang akan mereka lakukan ketika pulang ke negaranya. Dipandu oleh para fasilitator dan perwakilan organisasi alumni, mereka akan menyiapkan kontribusi mereka kepada masyarakat.
Misalnya, Kontingen Indonesia untuk SSEAYP 2014 membuat gerakan #MYBagProject, yang merupakan singkatan dari “Manage Your Garbage Project”. Dimulai dengan sebuah kegiatan pendidikan masyarakat tentang pengelolaan sampah di sekelompok kecil masyarakat di Manggarai, Jakarta Pusat, kini #MYBagProject telah dilaksanakan di hampir 20 provinsi asal para peserta. Kegiatannya mulai mengajarkan pemilahan sampah hingga pemanfaatan sampah rumahtangga untuk membuat kerajinan tangan. Untuk mendanai kegiatan ini, mereka memproduksi dan menjual tas yang bisa dipakai untuk mengganti penggunaan plastik.
[caption caption="Alumni SSEAYP, mengajarkan cara mengelola sampah melalui kegiatan sosial #MYBAGProject (foto: https://www.facebook.com/manage.your.garbage)"]
[caption caption="Ratusan tas ramah lingkungan pengganti tas plastik telah diproduksi dan dijual untuk mendanai #MYBAGProject"]
Solidaritas SSEAYP terjalin melintasi berbagai angkatan. Sejak Program ini dimulai di tahun 1974, telah ada lebih dari seribu alumninya di Indonesia. Banyak yang telah menduduki jabatan penting di pemerintahan, lembaga non-profit, maupun di dunia usaha. Meski berbeda angkatan, kenangan yang serupa dan minat yang hampir sama menyatukan mereka. Saat ada bencana besar, seperti kabut asap saat ini atau saat Gempa Padang 2010, Gempa Jogjakarta 2006 atau Tsunami Aceh 2004, para alumni spontan bergerak menggalang bantuan. Bulan ini, asosiasi alumni SSEAYP Indonesia menggalang dana dan memberikan bantuan untuk masyarakat terdampak kabut asap di Jambi, Pekanbaru, dan Palangkaraya. Tak jarang juga, upaya saling membantu ini juga terjadi lintas negara.
[caption caption="Alumni SSEAYP 2012, Raden Icu Surtini Marwati, saat diwawancarai tentang inisiatif #SIIPeduliAsap di sebuah stasiun televisi swasta nasional"]
[caption caption="Distribusi masker N95 dari inisiatif #SIIPeduliAsap di Pekanbaru, Riau"]
SSEAYP memberi pesertanya banyak pengalaman berharga. Pengalaman menjadi bagian dari Kontingen Indonesia untuk SSEAYP membuat saya makin mencintai Indonesia sekaligus keberagamannya. Program ini membuat saya makin peduli pada berbagai isu di sekitar saya. Disiplin yang ditanamkannya, dan kesempatan belajar tentang berbagai budaya membuat tak canggung bekerja dengan jadwal yang padat, berinteraksi dan bekerjasama dengan kolega dari berbagai negara di lembaga-lembaga internasional, ketika harus berurusan dengan para pejabat tinggi, berdiskusi dengan resmi maupun tak resmi, mengikuti acara kenegaraan yang penuh protokoler atau bergaul dengan teman-teman dari berbagai bangsa, atau berada di kegiatan-kegiatan diplomatik. Ketika saya bertugas di kawasan ASEAN, tak jarang saya mendapat bantuan dari para alumni. Mulai dari urusan penerjemahan, hingga bantuan saat memerlukan staf lokal untuk membantu kegiatan kami.
Program Kapal Pemuda Asia Tenggara dan Jepang ini telah membawa para pemuda berlayar menuju kehidupan yang lebih baik. Memberikan pengalaman dan pengetahuan berharga, menguatkan rasa cinta pada tanah air dan sesama, sahabat yang tak lekang oleh waktu, teman-teman untuk berbagi dan berbuat baik, serta jejaring yang sangat kuat.
****
Penulis telah berlayar bersama SSEAYP sebanyak tiga kali: sebagai perwakilan Provinsi Jawa Tengah untuk Kontingen Republik Indonesia untuk SSEAYP 2003, sebagai Fasilitator Diskusi untuk topik Promosi Pemahaman Antar Budaya SSEAYP 2011, dan Fasilitator untuk topik Pengurangan Risiko Bencana SSEAYP 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H