Mohon tunggu...
afni hamid
afni hamid Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Learner

Selanjutnya

Tutup

Money

Kendali AS terhadap Indonesia sebagai Negara Maju

29 Februari 2020   06:57 Diperbarui: 29 Februari 2020   06:58 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh: Noer Afni Hamid
(Aktivis Dakwah, Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar)

Amerika Serikat lewat kantor US Trade Representative (USTR) atau perwakilan dagang AS merevisi daftar kategori negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi predikat negara maju. Selain Indonesia,  predikat negara maju juga disematkan kepada beberapa negara seperti China, Brazil,Thailand, Vietnam, dan beberapa negara lainnya.

Salah satu dampak dihapuskannya negara-negara berkembang ke negara maju adalah membuat AS lebih mudah dalam melakukan penyelidikan mengenai apakah negara-negara ini melakukan praktik ekspor perdagangan yang tidak adil seperti pemberian subsidi untuk komoditas tertentu. Salah satu ciri negara maju (1) angka pengangguran rendah (2) pendapatan per kapita tinggi (3) laju pertumbuhan hidup rendah (4)sistem pendidikan yang baik.

Jika dilihat dari ciri tersebut, indonesia belum mampu dikategorikan sebagai negara maju. Dilihat dari angka pengangguran indonesia mencapai 7,05 juta orang per agustus 2019, belum lagi anak yang putus sekolah karena kondisi ekonomi yang tidak mecukupi untuk mengenyam dunia pendidikan.

Faktanya, sebagai rakyat indonesia, kita merasakan sendiri  beban ekonomi yang kian berat. Seperti lapangan kerja semakin sempit akibat PHK massal dari berbagai perusahaan, utang luar negeri menggunung, Kenaikan harga bahan pokok, aneka subsidi dicabut, kondisi seperti ini tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara maju.

Hegemoni AS atas Perdagangan Global

Pencoretan negara-negara berkembang ke negara maju, indonesia akan kehilangan beberapa fasilitas negara berkembang.

(1) Indonesia tidak akan menerima fasilitas Official Depelopment Assistance (ODDA) yang merupakan alternatif pembiayaan pihak luar/ eksternal untuk pembangunan sosial dan ekonomi dengan bunga rendah. Akibatnya, berdampak pada perdagangan Indonesia dengan pengenaan tarif lebih tinggi. 

(2) Indonesia akan kehilangan Generalized System of preferences (GSP). Dengan fasilitas GSP,  Indonesia sebelumnya bisa menikmati fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor ke negara tujuan. Sehingga akan membantu bagi negara berkembang untuk terus bertumbuh. 

Penghapusan GSP tersebut terhadap negara berkembang ke negara maju menyebabkan meningkatnya beban tarif yang selama ini mendapat insentif serta indonesia akan kehilangan daya saing pada ribuan produk. Saat ini terdapat 3.544 produk indonesia yang menikmati fasilitas GSP.

Merespon kebijakan AS tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa Indonesia juga akan kehilangan potensi ekspor yang besar ke AS terutama dalam produk-produk unggulan seperti tekstil dan pakaian jadi, sebab insentifnya dihapus. Sehingga mengalami defisit neraca perdagangan Indonesia makin lebar. Perjanuari 2020 defisit indonesia mencapai USD 864 juta.

Terjebak dalam Labeling Barat

Dikuti dari CNBCIndonesia.com , Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kebijakan AS terbaru itu merupakan suatu hal yang membanggakan. Respon dari kebijakan tersebut sungguh tidak tepat karena hanya membuat perdagangan indonesia   mengalami penurunan yang menyebabkan utang makin membengkak akibat pinjaman dari luar negeri.

Beberapa faktor pertimbangan yang digunakan USTR menghapus negara berkembang dengan predikat negara maju, yakni 

(1) ambang batas yang ditetapkan bank dunia untuk memisahkan negara 'berpenghasilan tinggi' dengan negara  Pendapatan Nasional Bruto per kapita yang lebih rendah. (

2) faktor pangsa perdagangan global 

(3) keanggotaan Uni Eropa/ UE 

(4) Keanggotaan organisasi kerja sama dengan pembangunan ekonomi (OECD) 

(5) serta keanggotaan negara dalam G20. USTR hanya melihat pertimbangan tersebut tapi abai dalam mempertimbangkan angka kematian bayi dan angka harapan hidup saat lahir.  

Kebijakan ini hanya membuat AS menekan defisit perdagangannya, sehingga kebijakan ini hanya menguntungkan negara adidaya tersebut. Namun bagi indonesia, kebijakan ini akan membuat ekspor turun sehingga perdagangan indonesia mengalami kerugian. Keberadaan AS juga memperkuat kebijakannya karena beberapa organisasi internasional dikendalikan oleh negara AS tersebut. 

Inilah dampak dari terterapkannya sistem Sekuler-kapitalis,  Kebijakan yang dikeluarkan hanya berlandaskan kepentingan, menguatkan sepihak dan melemahkan pihak lain. Defisit perdagangan indonesia kian merosot, lantaskah mengharapkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara-negara adidaya AS?

Arah Perubahan Haqiqi

Agar manusia mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat mafahim (persepsi) terhadap segala sesuatu.  

Menuju arah perubahan haqiqi bukan hanya sebagai negara maju, harus berangkat dari sistem yang shohih yaitu sistem/ideologi islam yang mampu menyelesaikan problematika ummat termasuk aktivitas perdagangan dengan luar negeri.

Terbukti 13 abad lamanya khilafah menjadi mercusuar dunia, ketika  mengemban pemahaman islam dan menerapkan ideologi islam, bukan hanya menjadi predikat sebagai negara maju tapi negara yang ditakuti oleh para musuh, tidak seperti sistem Sekuler-Kapitalis yang menempatkan negeri muslim sebagai negara konsumtif dan negara bancakan oleh asing-asing kapitalis.

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun