ISIS berkembang menjadi salah satu organisasi teroris paling kuat di dunia dan  mencapai puncak pengaruhnya.
Pada tanggal 6 November 2015, majalah Forbes menempatkan Abu Bakr al-Baghdadi dalam daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia. Forbes menempatkan al-Baghdadi dalam daftar tersebut karena pengaruhnya yang signifikan terhadap dunia. Forbes menyebut al-Baghdadi sebagai "salah satu pemimpin teroris paling berbahaya di dunia". Di bawah kepemimpinannya, Abu Bakr al-Baghdadi adalah pemimpin sentral kelompok teroris ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Abu Bakr al-Baghdadi, bernama asli Ibrahim Awwad Ibrahim al-Badri, lahir pada 28 Juli 1971 di Samarra, Irak.  Ia tumbuh dalam lingkungan Sunni dan diketahui memiliki keturunan dari suku Quraysh, yang dianggap penting dalam tradisi Islam. Baghdadi dikatakan berasal dari suku al-Bu Badri yang secara historis penduduknya dikenal sebagai keturunan Muhammad dan keluarganya sangat taat agama dan religius. Abu Bakar al-Baghdadi alumni di Universitas Islam Baghdad yang meraih gelar master dan PhD dalam studi Islam. Al-Baghdadi mulai tertarik dengan paham Salafi-Jihadisme pada tahun 1990-an yang menekankan pada konsep jihad dan penggunaan kekerasan dalam menerapkan ajaran agama. Ia dipengaruhi oleh berbagai ulama Salafi-Jihadisme, termasuk Abu Muhammad al-Maqdisi dan Abu Musab al-Zarqawi.
Ideologi Salafi-Jihadisme ini mendasari langkah-langkah al-Baghdadi sebagai pemimpin ISIS. Ideologi ini adalah perpaduan antara paham Salafi yang menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang murni dan paham Jihadisme yang membenarkan penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuan Islam. Al-Baghdadi percaya bahwa umat Islam banyak yang telah menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Ia berpendapat bahwa umat Islam perlu kembali kepada ajaran Islam yang murni, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Menurutnya, umat Islam perlu berjihad untuk melawan musuh-musuh Islam, termasuk negara-negara Barat, Syiah, dan pemerintah-pemerintah Muslim yang dianggap tidak Islami. Kemudian, hal tersebut mendorong gagasan negara khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah, pemimpin tertinggi umat Islam. Pada tahun 2014 al-Baghdadi mengumumkan berdirinya negara khilafah di Irak dan Suriah dengan dirinya sebagai khalifah pertama, yang dikuasai oleh ISIS. Belum lagi ideologi ekstremisme Islam, syariah yang ketat, jihadisme global yang diterapkan oleh al-Baghdadi dan ISIS.Â
Al-Baghdadi diyakini terlibat dalam kelompok militan sejak masa awal. Sebelum bergabung dengan ISIS, dia terlibat dengan Al-Qaeda di Irak pada akhir tahun 2000, yang kemudian melahirkan kelompok militan ISIS. Dia diketahui sebagai anggota kelompok militan Sunni di Irak selama invasi AS tahun 2003. Al-Baghdadi kemudian memegang peran kepemimpinan dalam Islamic State of Iraq (ISI), yang merupakan kelanjutan dari AQI. Ia menjadi ketua ISI pada tahun 2010 setelah kematian pemimpin sebelumnya, Abu Omar al-Baghdadi. Pada April 2013, al-Baghdadi mengumumkan penggabungan ISI dengan Jabhat al-Nusra di Suriah, afiliasi Al-Qaeda di sana. Namun, pemimpin Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, menolak penggabungan tersebut, menciptakan ketegangan antara kelompok-kelompok tersebut. Meskipun terdapat ketegangan dengan Al-Qaeda, al-Baghdadi tetap memimpin ISI dan kemudian mengubah namanya menjadi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pada 2014, ISIS merebut wilayah luas di Irak dan Suriah, mendeklarasikan berdirinya sebuah khilafah, dan al-Baghdadi memproklamirkan dirinya sebagai "khalifah." Abu Bakr al-Baghdadi tewas pada tanggal 27 Oktober 2019 dalam operasi militer yang dilakukan oleh pasukan khusus Amerika Serikat.
Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, mengadopsi pendekatan militer yang agresif dan fleksibel untuk mencapai puncak kekuasaan. Dia menggunakan kombinasi taktik dan strategi militer efektif. Al-Baghdadi menggunakan serangan terkoordinasi dan gerilya untuk merebut kota-kota strategis di Irak dan Suriah, memanfaatkan kekosongan kekuasaan dan ketidakstabilan politik di wilayah tersebut. Â Dilansir dari "BBC" Di wilayah Irak dan Suriah, mereka berhasil menggunakan taktik spesifik yang menggunakan Improvised Explosive Devices (IEDs) dengan memasang bom di mobil Hummer AS yang dirampas dari militer Irak. Al-Baghdadi juga sangat ahli dalam memanfaatkan teknologi. ISIS menggunakan media sosial dan majalah online Dabiq untuk menyebarkan propaganda, menyampaikan pesan ideologis, menghasut kebencian, dan merekrut anggota baru. Selain mengandalkan taktik militer konvensional dan gerilya, Abu Bakr al-Baghdadi juga menggunakan psikologi perang. Al-Baghdadi memanfaatkan eksekusi publik, serangan bunuh diri, dan tindakan kejam lainnya sebagai alat untuk menimbulkan ketakutan di kalangan lawan-lawannya dan populasi yang dikuasainya.
Taktik yang digunakan ISIS di bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi adalah serangan bom bunuh diri dan serangan terkoordinasi memiliki efek yang luas di seluruh dunia. Beberapa serangan yang dilancarkan oleh ISIS, seperti serangan teroris di Paris pada 13 November 2015, menimbulkan dampak yang mencapai tingkat internasional. Serangan ini tidak hanya menyebabkan korban jiwa yang signifikan, tetapi  juga memicu respons dari komunitas internasional untuk waspada terhadap ancaman terorisme di seluruh dunia.Â
Kepemimpinannya berakhir pada Oktober 2019, ketika dia tewas dalam sebuah operasi militer Amerika Serikat di Suriah. Meskipun tewasnya  al-Baghdadi  mengakibatkan kemunduran militer ISIS, dampak jangka panjangnya tetap terasa. Ini termasuk warisan ideologis ekstrem, pembentukan jaringan global teroris, dan pengaruhnya dalam memotivasi kelompok-kelompok ekstrem di seluruh dunia. Kemudian, melibatkan ancaman berkelanjutan terhadap keamanan global, tantangan melawan ideologi radikal, dan upaya kontra-terorisme untuk mengatasi dampak jangka panjang kepemimpinan al-Baghdadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H