Mohon tunggu...
Afni Armidita Hanifah
Afni Armidita Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Sosiologi Universitas Airlangga

Mahasiswa semester 2 yang sedang memiliki minat dalam bidang politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Dinasti dalam Perspektif Dekonstruksi

9 Juni 2024   17:54 Diperbarui: 9 Juni 2024   17:54 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jacques Derrida, seorang tokoh sosiologi, membuat teori yang disebut "Dekonstruksi" yang dapat dianalisis untuk menjawab bagaimana teks atau wacana dapat dipelajari lebih dari hanya ide-ide. Teori dekonstruksi Jacques Derrida adalah kritik terhadap ilmu filsafat yang cenderung hanya melihat satu sisi kebenaran. Teori ini menjawab masalah bahwa selama ini banyak makna yang dapat diambil atau diartikan, baik melalui tulisan, wacana lisan, atau yang lainnya, daripada hanya satu. Jacques Derrida mengatakan bahwa setiap orang harus memiliki hak untuk menafsirkan wacana-wacana tersebut, bukan hanya berdasarkan logosentrisme atau satu kebenaran. Kebenaran tidak hanya diandai-andai, tetapi juga harus dilihat dalam hubungannya dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Terdapat pemahaman sebelumnya yang dapat membawa kita ke teori dekontruksi ini sendiri. Mulai dari konstruksi, yang dapat didefinisikan sebagai susunan, tatanan, dan kerangka; kemudian ada rekonstruksi, yang dapat didefinisikan sebagai pembangunan kembali, penataan ulang, dan merangkai; dan terakhir, dekonstruksi, yang dapat didefinisikan sebagai membongkar konstruksi itu sendiri.

Penulis beranggapan bahwa teori dekonstruksi ini berfungsi sebagai cara untuk mengupas lebih dalam makna yang tidak disampaikan kepada umum. Dengan kata lain, makna implisit juga dapat dikomunikasikan melalui wacana, apakah itu dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar. Selain itu, teori ini cukup sulit untuk dimaknai karena mencakup banyak teori yang saling berhubungan dan hanya dapat dihubungkan dengan cara tertentu. Berbicara tentang teori dramaturgi misalnya, yang membahas panggung depan dan panggung belakang. Namun demikian, teori ini sangat penting untuk menanggapi kebenaran multidimensi.

Analisis Politik Dinasti dan Dinasti Politik

Tidak lama dari berakhirnya tahun 2023 ini, Analisis Politik Dinasti dan Dinasti Politik akan memulai pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Selain itu, para calon presiden dan wakil presiden telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum. Tiga kandidat untuk pemilihan presiden dan cawapres tahun depan adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Ada berbagai partai politik yang mengusung kandidat presiden dan wakil presiden saat ini. Koalisi yang terbentuk tidak diantisipasi oleh para pengamat politik dan masyarakat Indonesia. Namun, ada sesuatu yang menarik tentang pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, yang merupakan calon presiden dan wakil presiden. Sebuah huru-hara undang-undang terjadi sebelum pencalonan mereka sebagai presiden dan cawapres. Hal ini terjadi karena undang-undang tidak menetapkan batas minimal kandidat presiden. Banyak orang berpendapat bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi politik presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo, yang akan menggunakan anaknya, yang turut berkontestasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, untuk meningkatkan kekuatan politiknya.

Hal ini merepresentasikan oligarki yang ingin memperoleh kekuasaan menggunakan politik dinasti. Jenis politik ini sering terjadi, tetapi tidak terlihat dengan jelas. Dinasti politik, di sisi lain, dapat didefinisikan sebagai dinasti yang menyebarkan kekuasaan dengan mengandalkan ikatan keluarga atau kekerabatan. Dinasti politik menentang sistem demokrasi Indonesia karena dianggap mempersempit kesempatan orang untuk berpolitik.

Dinasti politik ini dan politik dinasti dipandang negatif oleh banyak orang. Namun, sebagai sosiolog, kita harus melihat hal ini dari dua perspektif, bukan satu. Apakah politik dinasti atau dinasti ini selalu menghasilkan hasil yang buruk? Mungkin benar, mungkin tidak. Ini dapat diterima jika pemerintahannya ini hanya menguntungkan kelompok tertentu. Namun, itu mungkin tidak terjadi jika kepemimpinannya menunjukkan hasil yang lebih baik bagi masyarakat luas. Semuanya kembali kepada warga yang memilih.

Referensi:

Azzahra, F., & Sukri, I. F. (2022). Politik Dinasti Dalam Pemilihan

Kepala Daerah: Persimpangan Antara Hak Asasi dan Demokrasi. JAPHTN-HAN, 1(1), 105-119.

Gunanto, D. (2020). Tinjauan kritis politik dinasti di Indonesia. Sawala: Jurnal Administrasi Negara, 8(2), 177-191.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun