Dunia pendidikan Indonesia, tidak bisa terlepas dengan sosok yang sangat berjasa dalam perkembangan dunia pendidikan. Sosok tersebut adalah Ki Hajar Dewantara dan dikenal dengan sebutan bapak pendidikan Indonesia.Â
KHD memang sangat terkenal dengan filosofi pendidikannya yang tidak pernah lekang oleh zaman. Menurut KHD tujuan pendidikan yaitu menuntun kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai individu maupun masyarakat. Guru dalam mendidik harusnya menghamba pada anak dalam pengertian memahami kebutuhan anak yang memiliki kodrat anak itu sendiri.Â
Pandangan pratap triloka oleh KHD yang berisi "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" dimaknai secara komplek dan menyeluruh sebagai pandangan bagi seorang guru untuk mendidik dan menuntun anak sesuai kodrat anak dan kodrat zaman. Makna pratap triloka dalam bahasa Indonesia berarti "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan".
Berdasarkan uraian dari pandangan di atas, pratap triloka juga memiliki peranan penting bagi pengambilan keputusan bagi pemimpin pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan keputusan yang berpihak pada murid dengan penerapan empat paradigma pengambilan keputusan  (individual vs community, justice vs mercy, truth vs loyalty, short term vs long term) dengan tiga prinsip utama pengambilan keputusan (end based thinking, rule based thinking, care based thinking) dan menggunakan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan (mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, pengujian benar atau salah, pengujian paradigma benar lawan benar, melakukan prinsip resolusi investigasi, opsi trilemma, buat keputusan, lihat lagi keputusan dan refleksikan).
Setiap pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam dalam diri pemimpin tersebut. Pada hakikatnya nilai universal yang harus tertanam dalam diri pemimpin adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Karena nilai ini dianggap kompleks atau menyeluruh sehingga kebajikan lain akan mengikuti saat dalam diri pemimpin tertanam nilai tersebut.Â
Pengaruh utama dalam nilai yang tertanam di diri pemimpin akan membawa pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Hal tersebut tentu berdasarkan prinsip pengambilan keputusan yang telah ditentukan sebelumnya. Nilai yang tertanam akan mempengaruhi pola pikir dan hati nurani (rasa dan karsa) pemimpin pembelajaran.
Kegiatan yang mengimplementasikan pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran salah satunya adalah kegiatan coaching. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya mewujudkan budaya positif dalam institusi pendidikan. Kegiatan coaching ini dilakukan untuk menggali potensi dan hambatan serta menemukan solusi dari murid atau rekan sejawat serta mengarahkan murid atau rekan sejawat  pada komitmen dalam menyelesaikan permasalahan mereka sendiri.
Hal ini tentu berpengaruh pada keterampilan pengambilan keputusan yang dimiliki oleh pemimpin pembelajaran. Kegiatan tersebut dinilai sangat membantu karena memiliki status yang sama tanpa ada kedudukan dalam menentukan keputusan.
Sebagai seorang coaching ada keterampilan mengelola dan menyadari aspek sosial emosional yang harus dimiliki. kompetensi sosial emosional tersebut meliputi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills).
Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull). Proses pengambilan keputusan membutuhkan kesadaran, keberanian dan kepercayaan diri untuk meminimalisir konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang diambil. Karena tidak ada keputusan yang bisa memuaskan seluruh pihak. Namun pertimbangan utama dari pengambilan keputusan adalah berpihak pada murid.
Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang pendidik harus cermat dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan. Selain itu pendidik juga seyogyanya bisa memutuskan paradigma yang sedang terjadi, apakah dilema etika atau bujukan moral. Dengan nilai- nilai yang yang tertanam dalam diri pemimpin pembelajaran yaitu yang paling utama adalah nilai Ketuhanan yang Maha esa, maka dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah yang dihadapi menerapkan nilai dari seorang pendidik tersebut. Nilai tersebut akan membawa pemimpin pembelajaran pada keputusan demi kebaikan orang banyak, menjunjung tinggi prinsip- prinsip/ nilai- nilai dalam diri dan mempertimbangkan keputusan juga dengan menggunakan hati nurani.Â
Seorang pemimpin pembelajaran tentunya sering berhadapan pada situasi dilema etika. Di mana pada situasi ini terkadang merasa adanya nilai yang bertentangan namun ada pula keresahan dalam pengambilan suatu keputusan.
Hambatan yang sering terjadi dalam pengambilan keputusan yaitu kurangnya dukungan dari lingkungan dan sudut pandang yang berbeda dalam pengambilan keputusan.
Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mencermati dan mengidentifikasi kondisi lapangan dan mengkategorikan paradigma yang sedang terjadi.
Kemudian jika sudah menentukan paradigma yang terjadi maka lakukan sembilan langkah pengambilan keputusan dengan menentukan prinsip yang sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Jika pengambilan keputusan dilakukan secara cermat melalui proses analisis kasus  dan sesuai dengan sembilan langkah pengambilan keputusan, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Setiap perubahan pasti memiliki hambatan, hambatan tersebut bisa menjadi tantangan bagi pemimpin pembelajaran pada zaman saat ini. Kesulitan/hambatan yang sering ditemui dalam lingkungan adalah perbedaan persepsi, pola pikir, sudut pandang dalam langkah pengambilan keputusan.
Hal ini dialami di lingkungan karena rekan kerja tidak mendapatkan materi tentang langkah pengambilan keputusan. Hal ini menjadi hambatan untuk menyamakan persepsi. Tantangan lain yang muncul adalah adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin pembelajaran pada akhirnya akan mengambil keputusan yang berpihak pada murid. Artinya pada tahap ini pemimpin pembelajaran mulai mewujudkan merdeka belajar.
Dimana pendidik seharusnya memang menghamba pada murid, dalam pengambilan keputusan misalnya seharusnya berpedoman pada keberpihakan murid.
Selain itu pemenuhan kebutuhan belajar siswa dengan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sesuai dengan kodrat anak juga kodrat zamannya menggunakan coaching berbasis TIRTA.Â
Berdasarkan dengan kodrat anak sesuai potensi dan minat bakat murid, maka pemimpin pembelajaran seharusnya dalam pengambilan keputusan berpihak pada kebutuhan murid.
Hal ini tentu sesuai dengan prinsip merdeka belajar, di mana murid memiliki perbedaan sehingga diperlukan pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan untuk menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi.
Sehingga tujuan pendidikan yang disampaikan oleh KHD tentang menuntun anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai individu dan masyarakat akan terwujud.Â
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahawa pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain yaitu :
Nilai yang tertanam pada jiwa pemimpin pembelajaran
Keterampilan pengelolaan diri dan sosial emosional
Keterampilan coaching dalam penyelesaian masalah
Ketajaman analisis masalah
Budaya positif di lingkungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H