Waktu
Pemahaman terkait dengan dimensi ruang dan waktu memang tidaklah mudah. Beberapa referensi menyatakan, bahwa ruang dan waktu sangatlah relatif. Sebagai contoh, dalam pandangan Islam satu hari di akhirat setara dengan 1000 tahun di dunia, atau satu hari di dunia setara dengan 1,5 jam akhirat.Â
Serta menurut perhitungan para astronom dan fisikawan dari NASA berdasarkan pendekatan kosmik menyimpulkan bahwa, rata-rata manusia di bumi ini hanya hidup selama  0,15 detik kosmik. Kalau dihitung berdasarkan kalender waktu yg berlaku dibumi maka kita hidup hanya berkisar  70 tahun, karena 0,15 detik  kosmik setara 70 tahun dan 1 detik kosmik sama dengan  475 tahun.[3]
Sementara itu, bagi orang yang memiliki kemampuan dalam hal menguraikan waktu, maka dalam waktu satu detik ia dapat melihat rangkaian kegiatan yang kompleks secara normal dan berurutan. Namun bisa jadi bagi sebagian yang lain, satu detik sama halnya dengan detik-detik yang lain.
Berikut ini pembahasan mengenai keterkaitan waktu dengan kemampuan berliterasi dalam menguraikan hikmah:
Saat itu juga
Hikmah yang terjadi saat itu juga atau bersamaan. Pada satu waktu, seseorang telah mengetahui maksud dan tujuan dari suatu peristiwa yang terjadi pada diri maupun lingkungannya.
Ia mampu menguraikan dengan cepat apa maksud dari suatu peristiwa yang sedang terjadi, sebab pada saat yang bersamaan masalah dan jawaban datang secara bersamaan. Itu semua dapat terjadi, manakala ia mampu menjaga keselarasan dan kebeningan hati.
Jika mendasarkan makna hikmah pada konteks waktu, maka dapat dipastikan pada titik ini konteks hikmah mencapai puncaknya atau bisa dimaknai sudah tiada lagi pembahasan mengenai hikmah. Dengan kata lain manusia tersebut sudah bertemu dengan hikmah itu sendiri.
Hal ini dimungkinkan karena dua faktor, yaitu: isi pesan dan penerima pesan. Isi pesan biasanya dalam bentuk bahasa yang langsung bisa dipahami oleh si penerima pesan. Sedangkan si penerima pesan harus senantiasa menyelaraskan dengan si pembawa pesan.
Jeda Waktu