Ketika mendengar kalimat menyakitkan seperti, "guru BK tukang hukum!" hati dan pikiran saya merujuk pada satu hal mengenai gelar unik yang diberikan oleh para siswa, 'polisi sekolah'. Walaupun terdengar sarkas, tetapi hal tersebut memang terjadi secara nyata di sekitar kita.Â
Pada umumnya guru BK dikaitkan dengan hukum sekolah, sanksi, serta pengadilan. Asumsi bahwa ruang BK hanya dimasuki oleh siswa yang melanggar aturan atau mendapatkan pemanggilan orang tua telah menjadi gosip umum yang tidak kunjung menghilang dari mulut ke mulut.
Pandangan keliru selanjutnya adalah penyamaan guru BK dengan guru mata pelajaran. Para siswa sering mempertanyakan mengapa guru BK masuk ke dalam kelas tanpa memberikan penilaian baik pengetahuan dan keterampilan.Â
Selain itu, pandangan salah mengenai penyamaan guru BK dengan psikiater juga menjadi masalah yang cukup rumit. Oleh karena itu perlu diadakan edukasi untuk mengetahui apa dan bagaimana Bimbingan dan Konseling itu.
Dalam buku Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Sekolah yang ditulis oleh (Djoko,2008) menjelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seorang ahli dalam rangka memberikan bantuan kepada orang yang memiliki kesulitan sosial dan emosional, serta pengembangan belajar dan karir agar mereka dapat memilih keputusan setelah memiliki pencerahan berupa pengarahan dari konselornya.Â
Itu artinya Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu kliennya dalam membuka jalan menuju kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini membawa pada suatu kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling memiliki peranan yang penting dalam perkembangan dan kualitas sumber daya manusia.
Mari kita kaitkan dengan berbagai permasalahan yang telah disinggung sebelumnya. Pertama, julukan 'polisi sekolah' yang dimiliki guru BK hingga saat ini merupakan akibat dari beberapa hal.Â
Adanya asumsi bahwa guru BK ialah bagian dari pengurus kedisiplinan. Telah menjadi rahasia umum bahwa mayoritas guru BK memiliki tugas tambahan untuk mengawasi kepatuhan peserta didik terhadap peraturan yang ada. Hal ini membawa peserta didik kepada pengalaman kurang menyenangkan seperti hukuman sehingga pandangan buruk terhadap guru BK bermunculan.Â
Berdasarkan wawancara sederhana yang telah saya lakukan pada beberapa mahasiswa, mereka menuturkan bahwa beberapa dari guru BK di SMP atau SMA tidak memiliki kualifikasi yang sesuai, dimana seharusnya peran ini diisi oleh seseorang dengan gelar minimal Sarjana Pendidikan dalam bidang Bimbingan dan Konseling seperti yang disebutkan pada permendikbud nomor 11 tahun 2014. Dan merupakan sebuah keputusan mengerikan apabila terdapat seorang lulusan dari bidang lain yang mengisi posisi guru BK.Â
Alasan lainnya berhubungan dengan kode etik BK yang belum sesuai dengan salah satu asasnya, yaitu asas kerahasiaan, dimana seluruh peristiwa yang terjadi dalam ruang konseling bersifat rahasia dan tidak boleh diketahui pihak luar termasuk guru kecuali dibutuhkan dalam keadaan darurat yang berhubungan dengan hukum dan pengadilan. Tidak sedikit peserta didik yang mengeluh bahwa sesi konselingnya bocor sehingga diketahui oleh guru dan siswa lain.Â
Hal ini akan menjadi mimpi buruk bagi guru BK karena berakhir tidak mendapatkan kepercayaan dari siswanya. Padahal guru BK memiliki motto untuk menjadi sahabat siswa.Â