Di dunia maya, kita dapat berbincang, bertukar pikiran, dan mengekspresikan persona (karakter) ciptaan kita sendiri. Kita memiliki peluang untuk menciptakan komunitas baru dan virtual. Disitu kita berinteraksi dengan orang-orang dari seluruh dunia yang menjadi teman mengobrol sehari-hari, orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan kita namun belum pernah kita temui. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara berlebihan dampaknya akan sangat buruk bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kecanduan internet merupakan keinginan yang tidak bisa terkendali untuk online, disertai dengan waktu yang dihabiskan delam jaringan, kegugupan dan agresi dalam situasi di mana Internet tidak dapat diakses, dan gangguan progresif keluarga dan kehidupan sosial. Menurut American Psychiatric Association (APA), definisi adiksi internet adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan penggunaan internet yang menyebabkan konsekuensi negatif dalam kehidupan sehari-hari.
Mengutip Richard Watson, dalam Future Minds: How the Digital Age is Changing our Minds, Why this Matters and What We Can Do about It, generasi sekarang ini adalah generasi yang menghabiskan waktunya di depan layar. Watson bukan hanya meramalkan apa yang akan terjadi pada pikiran umat manusia pada masa yang akan datang. la juga ingin membagikan keprihatinannya akan dampak psikologis dari komunikasi internet. Bukankah perhatian kita sekarang mudah dialihkan schingga kita tidak bisa memusatkan perhatian kita pada pekerjaan kita? Bukankah kita menghabiskan waktu di dunia maya (cyberspace) lebih banyak daripada di dunia nyata? Mungkinkah kita sekarang sudah menderita skizofrenia yang ditanamkan secara terstruktur, masif, dan sistematis oleh budaya digital?
Gangguan jiwa (mental disorder) adalah hasil konstruksi sosial. Di dalam buku Abnormal Psychology dikatakan bahwa anda dikatakan sakit jiwa jika perilaku anda tidak normal. Para psikolog merumuskan "abnormal" secara statistik. Ivan Goldberg melaporkan telah datang gangguan jiwa baru yang ditambahkan di DSM. Penyakit itu adalah adiksi internet. la menyalin diagnosis untuk "pathological gambling" dari DSM-4, tetapi mengubahnya menjadi diagnosis untuk IAD (Internet Addiction Disorder). Di antara tanda-tanda penyakit jiwa ini ialah "Kegiatan kurang karena penggunaan internet", "fantasi atau mimpi berkenaan dengan internet" dan menambahkan kelakar seperti "jari yang terus mengetik, baik sengaja atau tidak sengaja". Ketika ia sendiri melihat orang yang kehilangan fungsi sosialnya karena penggunaan internet yang berlebihan, ia tidak menyebutnya adilksi, tetapi pathological internet-use disorder. Memang ada problem psikologis karena internet, tetapi tidak perlu untuk memasukkannya sebagai salah satu penyakit jiwa. Berbeda dengan Goldberg, Young melakukan penelitian secara kuantitatif pada para penderita adiksi internet. Young melihat ada banyak kesamaan perilaku antara orang yang adiktif pada alkohol dan napza-narkotika, psikotropika, zat-zat adiktif lainnya-dengan orang yang mengalami AID.
Baik Ivan Goldberg maupan Kimberly Young menemukan kesamaan antara diagnosis adiksi berjudi dan orang yang patut diduga mengalami adiksi internet, seperti juga adiksi berjudi mirip dengan adiksi napza. Ada beberapa ciri pokok adiksi napza yang bisa diterapkan pada penderita adiksi internet: salience, tolerance, mood modification, dan loss of control.
1. Salience
Salience teriadi ketika kita tidak lagi bisa mengendalikan "hawa nafsu". Seperti saat kita jatuh cinta. Ada hasil scan yang menunjukkan gumpalan di daerah ventral tegmental atau VTA, "pabrik kimia" kecil dekat pangkal otak yang memproduksi dopamin dan mengirimkan zat stimulan itu ke banyak daerah otak. Pabrik ini adalah bagian otak yang mengatur sistem ganjaran (reward system), jejaring otak yang melahirkan ingin rindu, mencari, energi, fokus, dan motivasi. Jadi cinta adalah sejenis adiksi ditandai dengan salience.
2. Tolerance
Sifat adiktif pada napza adalah meningkatnya resistensi terhadap obat hingga overdosis. Ciri ini juga ditemukan pada penderita kecanduan internet. Lihatlah bagaimana kita menggunakan Internet. Jika waktu yang dihabiskan untuk online terus meningkat pesat, dari satu atau dua jam sehari menjadi 24 jam sehari, ini berarti kita melihat peningkatan toleransi. Seringkali toleransi pada internet terjadi sebagai cara untuk melarikan diri dari persoalan. Ketika seseorang sedang merasa insecure, ia mulai aktif di internet. Mungkin ia akan mengedit fotonya dengan berbagai macam effect yang membuatnya lebih baik di sosial media. Semakin sering ia mendapat apresiasi di dalamnya, semakin lama waktu yang digunakannya di internet.
3. Mood Modification
Melarikan diri dari persoalan ke pornografi adalah strategi koping (coping). Karena hidup selalu dihantui (atau ditemani) masalah, Anda harus mengatasi masalah itu dengan strategi koping. Anda harus menumpulkan derita yang dialami atau meluapkannya dengan melibatkan diri pada kegiatan lain. Contohnya adalah Robin Wlliams, ia adalah komedian yang selalu menghibur orang dengan komedinya. la ditemukan bunuh diri. Komedi ternyata menjadi strategi koping untuk melupakan depresinya.
Strategi koping adalah cara mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, kesedihan menjadi kegembiraan, dan mengubah suasana hati. Sama seperti orang-orang yang kecanduan internet.
4. Loss of Control
Kelakuan yang berulang-ulang dengan tidak memedulikan akibat-akibatnya. Seperti adiksi napza, para peneliti menyaksikan pasien adiksi internet yang tidak mampu mengendalikan perilakunya. Para penderita adiksi internet menyadari loss of control ketika mereka tidak menyadari waktu yang digunakannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H