Dear kampung halamanku, Banyuwangi ...
Aku sudah pernah tinggal jauh darimu. Merasakan suasana dan hawa di kota lainnya. Namun, ternyata tak ada yang sesuai denganmu. Aku tak kuat dengan panasnya Surabaya, meski banyak pesona di sana.  Di Bali pun sama. Seperti gadis yang molek ia memiliki banyak daya tarik luar biasa. Mulai dari budaya dan alamnya. Namun, tetap tidak bisa menyamai kampung halaman yang dulu dikenal dengan tempat santet  bersarang.
Terkait santet, aku punya cerita yang lucu. Suatu hari aku naik kendaran. Saat itu seseorang bertanya aku darimana. Begitu kujawab Banyuwangi, langsung sunyi. Tak ada pertanyaan lagi. Mungkin dia merasa ngeri, takut jika aku mengirim santet padanya.Â
Aku jadi geli sendiri dan bertanya-tanya,"Mungkinkah dia pikir seluruh warga Banyuwangi mengetahui ilmu itu dan menguasainya? Lalu langsung beraksi seperti halnya Katara, salah satu tokoh dalam The Legend of Aang yang memiliki kemampuan mengendalikan air, Â saat bertemu orang yang tidak berkenan? Syuut, wus, dan orang itu akan terpental begitu aku mengibaskan tangan?"
Sejujurnya aku memang memiliki ilmu. Ilmu yang baru keluar saat nasi panas memasuki mulut. Iya, betul! Anda benar! Itu adalah ilmu melet ala Rolling Stone kawan. Ilmu ini berbeda jauh dengan ilmu pelet yang sering kalian dengar. Karena begitu aku melet tak ada satu pun orang yang akan terkiwir-kiwir sampai menyanyikan lagu legend-nya Meggy Z:
Jatuh bangun aku mengejarmu
Namun dirimu tak mau mengerti
Ku bawakan segenggam cinta
Namun kau meminta diriku
Membawakan bulan ke pangkuanmu
Soal ilmu pelet itu aku juga punya kisah menggelikan. Karena tahu aku orang Banyuwangi, mendadak ada bertanya di mana tempat untuk mencari orang pintar yang bisa membuat luluh hati seseorang. Maklumlah, soalnya banyak yang mengasosiasikan Banyuwangi dengan ilmu Jaran Goyang.Â
Ya salam, aku langsung terpingkal-pingkal. Lagi-lagi selaku orang Banyuwangi aku dikira paham segala klenik dan dunia perdukunan. Bahkan tahu di mana tempat para dukun sakti itu berada. Elaah, Sergio ... Logikanya kalau aku tahu di mana tempatnya, tak mungkin statusku masih tunggal putri. Harusnya sudah ganda campuran dong ah ... Piye to kamu ini?
Belakangan pertanyaan itu tak lagi terdengar. Mulai tergerus oleh berita keindahan destinasi wisata Banyuwangi yang terekspos keluar. Dari mulai Pulau Merah hingga Pulau Tabuhan. Dari Gunung Ijen hingga Djawatan yang kerap dibilang mirip dengan Hutan Fangorn di film Lord of the Rings.Â
Tidak heran jika yang ditanyakan sekarang justru soal akomodasi, transportasi, dan destinasi wisata yang harus dikunjungi setiba di Banyuwangi. Beruntung aku doyan pergi melancong sendiri, jadi tahu sedikit banyak soal-soal itu. Jadi saban kali orang tanya, aku bisa menjawabnya. Tidak selalu memuaskan, karena memang bukan tour guide yang tahu seluk-beluk dunia pelancongan di Banyuwangi.
Bahkan saat bertemu orang di luar wilayah Banyuwangi, yang dibahas pun destinasi wisatanya. Salah satunya Kawah Ijen yang terkenal dengan blue fire-nya. Mereka terbahak-bahak begitu tahu bagaimana cerita lucu seorang perempuan yang punya body bak "bakso bulat seperti bola pingpong ini" seperti aku naik ke Ijen. Bahkan sampai tiga kali.
"Seratus meter pertama gaya, jalan masih gagah. Selebihnya jangan ditanya. Bersyukur dah bisa nyampe puncak Kawah Ijen mengingat jalanku yang secepat siput ketumpangan batu," begitu kisahku pada mereka, mbakyu-mbakyu yang sama-sama tak punya body goals ala Sophia Latjuba.Â
Cerita kocakku tak urung memotivasi untuk bisa naik Ijen juga. Pikirnya "Kalau kamu bisa aku juga!". Tentu saja, tapi sebelum itu perbanyak jalan kaki atau yoga. Biar tubuh terlatih dan punya stamina. Meskipun jarak Kawah Ijen tergolong pendek, kurang lebih 4 km, tetapi tetap saja mendaki ke sana tak semudah makan tahu walik, kawan.Â
Selain kawah Ijen orang juga tertarik pergi ke G-Land, Teluk Ijo, atau Sukamade yang jadi tempat penyu bertelur. Medan yang ekstrim tak jadi soal bagi mereka yang demen berpetualang. Dan aku bersyukur sudah sampai di ketiga tempat itu, menikmati keelokan alam yang tidak terlukiskan.
Tidak heran jika banyak yang bilang aku beruntung tinggal di Banyuwangi. Soalnya banyak destinasi wisata yang bisa dituju di sini. Bahkan saking banyaknya, belum semua kusambangi.
Namun, tidak dengan mal-mal berkelas. Memang ada mal, tetapi tak segegap-gempita mal yang ada di kota tetangga. Oleh sebab itu seorang teman berkata,"Lebih mudah mencari destinasi wisata ketimbang mal hype di Banyuwangi."Â
Yang dia bilang itu memang benar. Lebih mudah mencari tempat wisata di kota kecil ini. Mau travelling sambil healing tak perlu ke luar kota. Tinggal menelusuri daerah sendiri untuk bisa mencapainya.
Ah, rasanya bicara soal dirimu tak ada habisnya. Satu kata sebelum kuusaikan suratku adalah pernyataan bahwa:
 "Aku bangga jadi warga Banyuwangi, kampung halaman yang kucintai."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H