Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional. Akan tetapi, Bulik berbeda. Perempuan yang wajahnya dipenuhi gurat-gurat perjuangan itu justru memperingatinya sebagai Hari Kebangkitan. Hari yang harus dirayakan dengan membagikan nasi kuning pada tetangga. Lalu menikmati secangkir teh tawar hangat dan tahu berontak buatan sendiri di penghujung hari. Tak lupa memutar lagu "Seberkas Cinta Yang Sirna" milik Ebiet G. Ade.
Sesaat setelah lagu berkumandang, Bulik akan memulai ritual 9 Maret seperti tahun-tahun sebelumnya. Diawali dengan menarik cangkir enamel dari meja, lalu menyesap isinya---teh hangat tanpa gula.
Setelah beberapa tegukan, ganti tahu berontak yang menyusul masuk ke mulutnya. Makanan yang rupanya dibuat sebagai simbol perlawanan di jaman penjajahan itu digigit sedikit demi sedikit, jauh dari ketergesaan. Seraya menghayati lirik-lirik lagu karya Ebiet yang mengantarnya ke masa silam, sewaktu Bulik bertemu Bakuh, cinta pertamanya.
Sedari awal Bulik merasa mereka ditakdirkan untuk bersama. Bakuh begitu baik, lucu, pintar, dan berwawasan. Membuat Bulik merasa menemukan kawan ngobrol yang sepadan. Selain itu ia juga pandai mendekatkan diri dengan keluarga dan teman. Tak heran dalam sekejap orang-orang terdekat Bulik akrab dengannya. Bahkan merasa mengenal Bakuh sedari lama.
Meskipun demikian, dibalik semua kebaikan-kebaikan itu, Bakuh juga punya sifat yang mengesalkan. Amarah yang meledak-ledak acap merepotkan Bulik. Akan tetapi, itu bukan soal. Bulik yakin kelak Bakuh bisa berubah.
Tentu saja Bulik tak pernah menceritakannya, terutama di hadapan keluarga. Tidak heran apabila di mata mereka Bakuh mendapatkan nilai A. Bahkan saking baiknya, seluruh keluarga Bulik yakin hanya Bakuh yang bisa membuatnya bahagia. Bagaimana tidak? Bakuh begitu gemati. Tidak hanya pada Bulik, tetapi juga seluruh keluarga.
Dari sisi pekerjaan, tak perlu diragukan. Ia memiliki peternakan ayam di tiga tempat yang siap jadi sumber penghidupan. Keluarga? O, tak perlu risau! Bakuh dari keluarga terpandang. Apalagi yang kurang?
Maka tak ada alasan bagi mereka untuk menolak pinangan Bakuh suatu ketika. Dari senyum, binar mata, dan anggukan, siapapun tahu orang tua Bulik tak keberatan.
Bulik ingat betul, setelahnya ucapan selamat berdatangan dari saudara-saudaranya maupun handai taulan. Pasalnya karena berhasil mendapatkan pria seperti Bakuh, yang mereka bilang ,"Bagus rupa lan sipate, pinter megawe, keluargane kajen keringan."
Beberapa kawan perempuannya sempat berbisik ke mana mencari pria seperti dia. Kalau ia punya saudara mau juga mereka dikenalkan. Biar sama-sama dapat gandengan yang jempolan. Bulik tersenyum saja menanggapi ucapan mereka, sembari menahan diri untuk tak mempertontonkan kebanggaan.