Mohon tunggu...
Afin Yulia
Afin Yulia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writer, blogger

Gemar membaca, menggambar, dan menulis di kala senggang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perayaan Hari Kebangkitan

9 Maret 2020   10:49 Diperbarui: 9 Maret 2020   10:48 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Evelyn Chong dari Pexels

Tidak seperti biasa, perempuan mungil itu menjelma Xena, sang perempuan perkasa. Mengejutkan Bakuh dengan ayunan kursi yang tepat mengenai muka, tatkala ia bersiap menyarangkan tinjunya.

"Jangan pernah kau lakukan ini lagi padaku. Jika kau berani, kau tidak hanya menghadapiku. Tapi, juga mereka!"

Bulik menunjuk ke luar, di mana saudara dan kedua orang tuanya menunggu di balik pagar.

***

Enam bulan kemudian Bulik mendapatkan kebebasannya. Ia memilih pulang dan membantu mengurusi toko orang tuanya dari pagi sampai petang. Lalu memberi les cuma-cuma bagi anak-anak kala malam. Tak ada waktu untuk meratapi kesedihan, pun suara sumbang atas keputusannya meninggalkan Bakuh yang dianggap tak elok di mata orang. Tak penting apa kata mereka, yang penting hidupnya aman dan tenang. Tak lagi tertekan oleh hardikan atau pukulan.

Akan tetapi, kehidupannya yang teratur, aman, dan tenang itu terusik beberapa bulan kemudian. Ketika jerit dan rintih kesakitan Yu Niti---tetangga barunya---mengingatkan Bulik pada hari-harinya yang kelam. Setiap kali Yu Niti memohon ampun atas kekasaran Kang Sardu, perasaan Bulik tak karuan. Ia ingin sekali hadir dan menolongnya, tetapi apa daya. Seperti kata ibunya, itu urusan rumah tangga orang. Mereka tak berhak mencampuri, kecuali diminta.

Foto oleh Juan Pablo Serrano Arenas dari Pexels.
Foto oleh Juan Pablo Serrano Arenas dari Pexels.
9 Maret 2001, Bulik tengah memperingati keberaniannya mengakhiri hubungan dengan Bakuh ditemani Ebiet, tahu berontak dan teh tawar hangat, sewaktu melihat Kang Sardu mendorong Yu Niti ke tengah halaman. Berpuluh-puluh makian terdengar sebelum tendangan dan kepalan tangan melayang ke tubuh ringkih itu.

Aku ingat betul bagaimana tangan Bulik terkepal setiap kali mendengar Yu Niti mengaduh kesakitan. Ia berusaha keras mengatakan pada dirinya agar tidak mencampuri urusan orang, tetapi gagal.

Pengalaman lampau sebagai korban KDRT membuat Bulik tak mampu lagi berdiam. Maka tanpa pikir panjang, Bulik mendatangi Kang Sardu. Bersenjatakan alu, ia menghentikan kesemena-menaan pria itu.

Sejak itu hidup Bulik tak lagi sama. Setiap kali ada perempuan teraniaya, ia akan hadir di sana. Ia tak sendirian. Di belakangnya berdiri perempuan lain yang merasa senasib sepenanggungan, bersama-sama mengacungkan alu sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum pria yang gemar melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Kini "Seberkas Cinta Yang Sirna" sudah berhenti berkumandang. Teh tawar hangat dan sepiring tahu berontak telah pula tandas. Bulik bersiap masuk ke dalam, sewaktu ada yang 4uluk salam. Bulik menoleh ke belakang. Ada banyak perempuan tersenyum seraya memegang alu di tangan kiri dan wadah makanan di tangan kanan. Masing-masing dari mereka membawa pasukan, anak-anak dari umur tiga tahun sampai dua puluhan. Tak hendak menyerang, tetapi ikut merayakan Hari Kebangkitan bagi penyintas KDRT yang selama ini diperingati Bulik diam-diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun