Akhir Desember silam festival buah naga sekaligus launching agro wisata di dusun Ringinsari kecamatan Pesanggaran berhasil digelar. Satu hal yang bikin acara ini berbeda adalah festival ini dimotori dan digagas anak muda yang tergabung dalam Pokdarwis RinginBWI.Â
Inilah yang kemudian bikin saya penasaran dan memutuskan untuk mewawancarai salah satunya, Rizka Widyana.
Gadis yang masih kuliah di UNESA ini mengisahkan, dasar diadakannya acaranya ini adalah mengangkat potensi desa yaitu buah naga. Tidak dipungkiri buah naga memang menjadi komoditas unggulan di dusun Ringinsari, Pesanggaran.Â
Hanya saja ketika panen raya tiba harganya acap tak sesuai harapan. Di tingkat petani harga per kilogram buah naga hanya mencapai Rp2.000,00.Â
Tak urung biaya pemeliharaan tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan harga yang setimbang, membuat petani merugi. Inilah kemudian yang mendorong pemuda desa Ringinsari berupaya meningkatkan nilai jualnya.
"Kalau olahan sudah banyak yang mengolah. Kita cari jalan lain yakni mencari peluang bisnis dibidang pariwisata. Kami ingin agar daerah kami menjadi daerah wisata penyangga unggulan dari Pulau merah dan Sukamade," ujar Rizka.
Untuk mencapai tujuan ini, para pemuda dusun Ringinsari yang tergabung dalam Pokdarwis RinginBWI, mengawali lewat festival buah naga. Agar tamu berkelanjutan, tak hanya berkunjung kala festival digelar, mereka sudah menyiapkan agenda lain yang diberi tajuk wisata kampung.Â
Menggandeng petani lokal, dalam program ini pelancong yang datang akan diajak berkeliling dan melakukan wisata petik buah di kebun seluas 2 hektar sembari dikenalkan pada budaya masyarakat dan makanan setempat yang disajikan secara tradisional.
Rizka juga berujar, untuk mendukung suksesnya program wisata kampung tersebut, Pokdarwis desa RinginBWI yang diketuai oleh Yudha Anggara, sudah menyiapkan local guide. Tidak main-main para local guide ini sebelumnya sudah mendapat pelatihan terlebih dahulu.Â
Sehingga tidak canggung lagi kala meng-handle tamu sekaligus menjelaskan pada seperti apa keseharian masyarakat Pesanggaran, khususnya Ringinsari, yang tergolong Jawa Mataraman. Di mana keseharian mereka lekat dengan adat istiadat dan budaya Jawa. Â
Namun bukannya, memakai baju adat Jawa dalam bertugas, para local guide tetap menggunakan baju adat Osing untuk menunjukkan identitasnya.