Mohon tunggu...
Aveen Lz
Aveen Lz Mohon Tunggu... -

I'm just me, nothing but ordinary.\r\n\r\n"Adalah kita, seonggok jasad yang bernyawa, pada akhirnya. Sejatinya, kita bukanlah siapa-siapa."\r\n\r\nI am me. Not you, nor him, nor her, nor them, nor even us. I am nobody, and i am not what you think i am. That's it.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tuhan, Kau Pasti Bercanda, Bukan?

14 Februari 2011   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:36 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Endog puyuh sama tahu batanya sudah kehitung apa belum, mak bro?"

"Sudaah..", sahut mak Ijah sembari mengernyitkan dahi.

"Eh mak, kok tumben tumpangnya nggak begitu pedes kayak biasanya?"

"Harga lombok masih mahal, nak.."

"O, pantesan. Ya sudah mak, makasih buanget. Pak, mas, semuanya, monggo..", aku sekalian pamit pulang.

Lamunanku terus berlanjut sepanjang perjalananku pulang. Dari urusan makan, orang gila, nglamun ngalor-ngidul, mendadak ku teringat bahwa ada pengatur dan penguasa di atas penguasa. Tersadar bahwa segala urusan dunia ini sudah ada yang mengatur. Segalanya sudah ditentukan sejak bumi ini belum tercipta –setidaknya begitu kata sejarah yang kupelajari selama ini. Mau tidak mau, tokoh cerita itu tidak ada pilihan selain harus –memilih-- tunduk dan patuh secara absolut pada pengarangnya. Lalu pengarang pilihannya apa? Apakah harus tunduk dan patuh secara absolut kepada pengarangnya? Ada pilihan lainkah? Halah. Kebacut! Aduh, kakiku tersandung batu yang teronggok di jalan depan kediamanku, lalu seketika kusingkirkan. Nah, makin ngelantur saja otakku.

Tunggu dulu. Hal-hal semacam ini kalau tidak salah bernama: Takdir. Qadha dan Qodar, bahasa asingnya. Jika Sejak perjalananku ke warung mak Ijah itu, lalu orang gila, dan seluruh hingar bingar urusan dunia ini sudah diatur jauh sebelumnya, lalu apa yang sebenarnya kukerjakan? Bukankah aku ini tokoh cerita? Ada yang bilang patuh kepada pengarang itu berarti patuh pada aturan agama, patuh kepada ketentuan pendeta, clergy, mullah, resi, nabi, mahaguru, rasul dst. Sementara yang lain bilang pilihan hidup dan kehendak bebas itu hanya ilusi, realitas itu hanya mainan pengarang, dan indeterminisme itu hanya untuk anak-anak. Alam semesta ini –masih katanya-- sudah sejak awal tunduk kepada pengarangnya. Kalau semuanya sudah ditentukan pengarang berarti konsep cerita ini-itu, surga neraka, dosa pahala, benar dan salah dalam agama jadi tidak berlaku dong. Wah, kenapa baru terpikir ya? Kalau semuanya sudah ditentukan pengarang berarti semua benar, atau dalam proses menjadi benar, termasuk orang gila tak bercelana yang cinta kekerasan itu. Kecuali dari awal kita sepakat bahwa pengarang juga bisa berbuat salah. Pusing, haus. Kuatir lapar lagi, kubikin kopi. Cesss..! Api menyala di ujung pentol korek apiku. Sebatang rokok kuhisap –lagi.

Apakah Tuhan sudah menentukan jalan cerita ini, ceritaku, dan cerita hidupnya? Apakah aku memilih untuk merokok detik ini? Bisa tidak, bisa juga iya, ini sudah ketentuanNya. Jangan-jangan dalam lauhun mahfudz sana tertulis bahwa sekarang aku ditentukan Tuhan untuk menulis lagi. Tidak, otakku sekarang dihantui nasib orang gila itu dan takdirnya. Apakah orang gila itu memilih untuk menjadi gila? Apakah ini lelucon hambar? Apa maksud Tuhan sebenarnya? Mungkinkah ini sepenggal adegan satir yang sengaja diperlihatkan padaku? Ah, sudahlah. Lebih baik kutulis saja. Entahlah. Barangkali aku harus menyibak sendiri jalan misteri yang terbentang panjang di depanku. Barangkali kalau sudah terlihat jalan misterius itu aku akan gampang melewatinya, meski kutahu tidak selamanya lurus dan mulus.***

Kediri, 14 Februari 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun