Mohon tunggu...
afillahilda
afillahilda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pamulang

hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Pancasila sebagai Cermin

17 Desember 2022   05:50 Diperbarui: 17 Desember 2022   05:52 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ranah sastra, cermin memiliki arti lain yaitu mimesis. Mimesis berarti tiruan atas perilaku atau peristiwa antara manusia satu dengan manusia lainnya. Hal ini dapat disetarakan bahwa gagasan pun merupakan tiruan dari sebuah perilaku atau peristiwa yang berasal dari manusia satu dengan manusia lain, begitu pun sebaliknya.

Mimesis merupakan sebuah bentuk dari karya seni. Baik itu seni berbahasa, gambar, musik, tari, atau yang lainnya. Mohammad Angga Saputro, berdasarkan buku yang ditulisnya menjelaskan bahwa para penganut teori mimesis pada prinsipnya meyakini bahwa karya seni adalah pencerminan, peniruan, atau pembayangan realitas.

Pada prinsip lain yang masih bersangkutan, gagasan merupakan sebuah produk imajinasi yang dapat dialih-bentukkan menjadi bahasa, gambar, musik, tari, dan lain sebagainya. Dengan itu, dapat kita tarik lurus berdasarkan teori mimesis tersebut bahwa berarti Pancasila merupakan suatu produk bahasa yang dibuat oleh para pencetusnya.

Jika melihat sedikit sejarah, Pancasila lahir dari suatu gagasan orang-orang hebat yang berada dalam kelompok Panitia Sembilan. Kelompok tersebut dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945 ketika sidang pertama BPUPKI. Kemudian kelompok tersebut menghasilkan rumusan Piagam Jakarta yang dibuat oleh Panitia Sembilan.

Berdasarkan perumusan Piagam Jakarta, maka Pancasila dibentuk hingga diresmikan sebagai dasar negara Indonesia. Dibentuknya Pancasila menandakan bahwa gagasan dapat dialih-bentukkan menjadi sebuah bahasa yang telah dirumuskan Panitia Sembilan tersebut, yang terdiri dari gagasan golongan Islam dan golongan nasionalis.

Dengan itu, setiap produk mimesis tentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Sama halnya dengan produk mimesis yang lain, Pancasila yang kita ketahui sebagai produk mimesis dengan bentuk bahasa pun memiliki maksud dan tujuan tertentu. Maka, maksud dan tujuan itulah yang mungkin akan merubah cara berpikir masyarakat atau negara.

Dalam hal ini, penerapan Pancasila sebagai suatu cermin berfungsi sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Kemudian dari fungsi tersebut, Pancasila dibentuk sebagai sistem sehingga terdiri dari susunan organis yang difungsikan sebagai ideologi negara, undang-undang dasar negara republik, etika berpolitik, serta sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, juga bernegara, dan masih banyak lagi.

Masing-masing fungsi tentu memiliki tujuan. Pancasila sebagai ideologi negara bersumber pada filsafat. Perumusannya terjalin dari kelima sila yang terdapat dalam Pancasila sehingga menjadi suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh terjalin menjadi kesatuan sistem pemikiran.

Maka dari itu, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan bentuk dari suatu wujud moral yang ada, seperti hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan antara manusia dengan manusia lain seperti teman, keluarga, bahkan masyarakat.

Berangkat dari suatu wujud nilai moral tersebutlah, Pancasila dapat dijadikan landasan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dengan suatu asas dan pembukaan norma-norma fundamental negara. Kemudian Pancasila tertuang dalam pasal-pasal dalam UUD 1945 sebagai nilai instrumental. Kedudukan Pancasila dan UUD 1945 tentunya berbeda, namun sebagai cermin, keduanya tetap menjadi suatu kesatuan. UUD 1945 disesuaikan dengan Pancasila sebagai dasar penetapan hukum negara.

Hukum tersebutlah yang melahirkan sebuah etika, seperti halnya etika dalam berpolitik. Menurut buku suntingan Hayat dan H. Suratman, etika politik adalah nilai-nilai azas moral yang disepakati bersama, baik pemerintah maupun masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian kekuasaan serta pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk kepentingan bersama.

Balik lagi kepada mimesis, bahwa etika tersebut dibentuk berdasarkan Pancasila yang digunakan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan yang formal. Maka, dalam hal ini, etika berpolitik pun tentu akan bersinggungan dengan Pancasila yaitu sila pertama 'Tuhan yang maha esa,' dengan maksud politik harus berdasar agama yang ada, karena di dalamnya diajarkan norma, nilai, bahkan moral.

Jika hal di atas tersusun secara organis, maka Pancasila pun akan menjadi suatu kesatuan yang akan membentuk paradigma pembangun kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kembali lagi pada sumber dari suntingan Hayat dan H. Suratman, yang menjelaskan bahwa pada bagian ini Pancasila dijadikan sebagai dasar, landasan, hingga tujuan dilaksanakannya beberapa pembangunan dalam seluruh aspek berbangsa dan bernegara.

Maka, sebagai suatu cerminan, Pancasila memang betul-betul digunakan sebagai perumusan segala aktivitas berbangsa dan bernegara berdasarkan kelima sila yang sering kita dengar, setidak-tidaknya kelima sila tersebut sering kita dengarkan saat upacara pengibaran bendera merah putih di sekolah setiap hari senin yang dibaca berulang-ulang tiap pekannya dengan maksud menumbuhkan Pancasila sebagai bagian dari jiwa luhur masyarakat.

Lebih daripada itu, Pancasila bukanlah hanya sekadar bacaan upacara yang sering diulang-ulang. Namun Pancasila menjadi suatu cerminan pedoman untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara agar masyarakat dan negara menjadi suatu kesatuan yang organis, bersistem dan terpadu, demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun