Mohon tunggu...
Afi Jayanti
Afi Jayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Essay Lingkungan Kumuh

26 November 2023   16:15 Diperbarui: 26 November 2023   16:29 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LINGKUNGAN KUMUH

Kawasan permukiman kumuh menjadi salah satu masalah utama perkotaan di Indonesia, adanya Kawasan permukiman kumuh di perkotaan menjadi salah satu gejala atau tanda kurang baiknya pengelolaan suatu perkotaan.Jumlah penduduk yang menjadi faktor utama permukiman kumuh juga menyebabkan terlampaunya daya tampung dan daya dukung lahan perkotaan, yang juga menyebabkan berbagai masalah lingkunganya, Kawasan permukiman kumuh di kaitkan dengan jumlah prnduduk juga berkaitan dengan kesejahteraan penduduk.

Permukiman kumuh merupakan kawasan yang mengalami penurunan kualitas permukiman dalam berbagai aspek, baik dari segi kualitas lingkungan secara fisik, sosial ekonomi, budaya, dan sebagian besar dihuni oleh masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah.Permukiman kumuh merupakan salah satu permasalahan yang timbul di kawasan perkotaan yang disebabkan tidak mengikuti alur pertumbuhan ekonomi yang terjadi sehingga menyebabkan kemiskinan, apabila hal ini tidak segera diatasi maka akan memberikan dampak pada lingkungan secara fisik maupun sosial pada kawasan tersebut (Putra & Andriana, 2017).Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh merupakan perumahan yang mengalami degradasi kualitas fungsi dari suatu tempat hunian.

Untuk mencari solusi dari masalah ini, kita harus tahu apa akar dari kerusakan lingkungan ini.Salah satu faktor rusaknya lingkungan kumuh adalah kesadaran dan Pendidikan yang kurang tentang lingkungan hidup.Pendidikan sejak dini tentang membuang sampah pada tempatnya dan memanfaatkan barang bekas dapat mengurangi dampak lingkungan yang kumuh.

 Perkembangan permukiman kumuh di kawasan perkotaan pada umumnya karena faktor fisik lingkungan yang tidak memadai.Faktor fisik lingkungan ini meliputi sistem drainase, sistem persampahan, kondisi tanah, dan bangunan, serta jaringan-jaringan lainnya yang sejak awal sebelum berkembangnya permukiman kumuh sudah menjadi suatu permasalahan yang ada di suatu kawasan.

Faktor utama yang menyebabkan kekumuhan adalah kualitas banguanan, hal ini disebabkan jika umur bangunan sudah tua maka kualitas bangunan akan ikut menurun, selain itu juga dipengaruhi oleh kualitas material bangunan tersebut (Wimardan, 2016).Seiring berjalannya waktu, permukiman disekitar kawasan tersebut juga akan terdampak.Apabila tidak dilakukan pengendalian maka akan mengakibatkan kondisi kawasan tersebut semakin memburuk. Perkembangan kawasan permukiman kumuh tidak dapat dicegah dan tidak dapat dihindari dalam perkembangan kawasan perkotaan.Karena kawasan permukiman kumuh telah menjadi bagian dari struktur ruang kota.Berikut adalah contoh gambar permukiman kumuh.

 Faktor-faktor penyebab munculnya permukiman kumuh dapat dikelompokkan menjadi dua faktor yakni faktor fisik yang terdiri dari kondisi kepadatan bangunan, kondisi drainase, jaringan air limbah, jaringan air bersih, jaringan jalan serta persampahan.Faktor ke dua adalah faktor sosial, ekonomi dan budaya yang terdiri dari tingkat pendidikan, migrasi masuk, pendapatan, jenis pekerjaan dan extended family system. 

Penelitian Krisandriyana et al. (2019) mengungkapkan bahwa permukiman kumuh dapat muncul disebabkan faktor tata ruang, ekonomi, dan status lahan.Serupa dengan Surtiani (2006) yang menyatakan bahwa kondisi tingkat penghasilan, status kepemilikan hunian, dan lama tinggal mempengaruhi kondisi kekumuhan suatu kawasan.Ini menunjukkan bahwa kemunculan kawasan permukiman kumuh berlangsung dalam kurun waktu tertentu, dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang sebagian besar dihuni oleh penduduk ekonomi menengah ke bawah, serta ada pengaruh dari status kepemilikan lahan/hunian yang rata-rata berstatus sewa sehingga rendahnya rasa kepemilikan.Meskipun permukiman kumuh kerap memiliki stigma negatif, permukiman kumuh juga perlu dipandang secara positifSebagaimana diungkapkan oleh UN-Habitat (2003) bahwa permukiman kumuh membantu pada imigran yang baru pindah ke kota untuk memulai kehidupan di kota.Selain itu, permukiman kumuh menjadi tempat bagi sektor informal untuk tumbuh dan mampu menghidupkan kota.

Permukiman kumuh juga menjadi wadah bagi penghuninya untuk mengakulturasikan budaya antara penghuni lama dengan kaum pendatang.Sejalan dengan Owusu et al. (2008) dalam studinya di Ghana bahwa keberadaan migran pada permukiman kumuh berperan dalam membentuk citra kumuh suatu kawasan dan hendaknya tidak selalu dipandang secara negatif.Untuk mengubah citra tersebut perlu ada upaya perbaikan kualitas lingkungan dan sosial budaya berbasis masyarakat.Adanya dualisme kondisi positif dan negatif dari permukiman kumuh tersebut menjadikan masih ada penduduk yang bertahan dan tetap tinggal.Meskipun dihadapkan pada permasalahan lingkungan tempat tinggal, namun faktor sosial budaya yang telah terinternalisasi mendorong penduduk untuk bertahan.Permukiman kumuh memiliki peran tersendiri bagi penghuninya untuk meningkatkan kualitas hidupnya meskipun dihadapkan pada masalah keindahan kota (Indriani, 2017).Seperti temuan Dewi & Syahbana (2015) dan Evansyah & Dewi (2014) bahwa adanya ikatan sosial/kekerabatan yang erat serta aktivitas budaya mempengaruhi kebertahanan penduduk pada permukiman informal.

Beberapa temuan lain juga menunjukkan bahwa kebertahanan masyarakat pada permukiman kumuh terbentuk karena adanya hubungan turun menurun yang menyebabkan jarangnya pendatang baru (Susanti, Harani, & Hasan, 2018).Pada konteks global, penelitian Andavarapu & Arefi (2016) pada permukiman kumuh di Pedda-Jalaripeta, India menjelaskan bahwa untuk dapat mencapai kebertahanan (resilience) masyarakat perlu bertransformasi dan beradaptasi dalam kurun waktu yang cukup lama. Selain itu, adanya modal sosial untuk bertahan dari bencana serta kolaborasi masyarakat dengan pemerintah dan bukan pemerintah membantu masyarakat untuk segera pulih dari tekanan bencana/konteks kekumuhan yang terjadi.Untuk membangun masyarakat yang dapat bertahan, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat jangka panjang terkait dengan partisipasi masyarakat.Selain itu, juga diperlukan kolaborasi berbagai pihak baik lokal maupun dari luar (Ahmed, 2016).

Upaya dalam mewujudkan pemukiman yang bebas kumuh pada dasarnya dilakukan dengan empat komponen intervensi, yaitu: pertama, pembangunan fisik dan lingkunan seperti merelokasi daerah kumuh menjadi rusunawa, peningkatan akses sanitasi dan air bersih.Kedua, capacity building masyarakat dalam pembinaan pengelolaan sarana dan prasarana pemukiman, sanitasi dan air bersih.Ketiga, pembangunan ekonomi dalam konteks meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyakarat yang tinggal di kawasan kumuh agar dapat bangkit dari kemiskinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun