Mohon tunggu...
Muafi Htr
Muafi Htr Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suasana Pemilu 1999-2009

28 Mei 2018   23:53 Diperbarui: 29 Mei 2018   00:05 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu pada era reformasi 1999, semarak suasana pesta berdemokrasi sungguh sangat terasa, seorang orang hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan wajah berseri keceriaan. Satu sama lain saling melempar senyuman, bersenda gurau sembari menunggu giliran untuk nyoblos jagoannya. 

Keceriaan lebih lebih terasa saat menunggu perhitungan suara  tiba, setiap pemilih bebas mengungkapkan perasannya , tak hanya dalam bilik suara, tapi juga secara langsung terhadap partai yang di sukai atau yang tidak disukai. Sorak sorai dan tepuk tangan diselingi terikan 'huuu' terdengar riuh ketika panitia menyebutkan nama-nama partai tertentu. Suasana pada saat itu berbeda dengan pemilu sebelumnya dan bahkan pada pemilu selanjutnya atau pada pemilu yang mendatang yang terkadang ada kecendrungan tegang, lebih-lebih hasinya seakan bisa ditebak.

Tapi, dibalik keceriaan dan hingar bingar pesta demokrasi , sejumlah pemilih Lanjut Usia (Lansia) mengeluh karena jumlah partainya terlalu banyak, mereka sulit menghafal nama-nama partai dan ukuran kartu suara waktu itu sangat lebar, mereka merasa sulit membuka, mencari, dan menyoblos partai yang di inginkan. 

Sementara ruang yang disediakan untuk melakukan penyoblosan sangat sempit. Keluhan yang sama saat juga muncul pada pemilu 2004, apalagi pada pemilu legislatif. Setiap para pemilih harus menyoblos satu partai yang jumlahnya sangat banyak dan harus menyoblos nama calon calon anggota dewan yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Pemilihan umum calon legislatif (Caleg) yang telah berlangsung tanggal 9 April 2009, masih menimbulkan pro dan kontra, salah satunya adalah politik uang yang sangat banyak terjadi. Padahal, bentuk pelanggaran paling berat yang menodai pesta demokrasi adalah praktik politik uang. Dalam undang-undang politik dewasa ini memang telah diatur tata cara tentang penerimaan dana dan penggunaannya tetapi masih terdapat celah-celah hukum yang dapat dimanfaatkan partai dan politisi kawakan. Apakah di Pemilihan umum calon presiden (Capres) mendatang hal seperti ini juga akan terjadi?

Pada kesempatan kali ini, penulis akan mencoba mengulas kembali tentang pemilihan umum calon legislatif, 9 April 2009 yang lalu, sehingga kita akan lebih siap dalam pemilihan calon presiden mendatang. Semoga dalam pemilu calon presiden mendatang, kampanye yang berbau money politik dapat dihindari dan masyarakat dapat lebih berhati -- hati dan selektif terhadap calon presiden yang akan mereka pilih. Jadi, masyarakat akan memilih berdasarkan kualitas dan kuantitas yang dimiliki calon presiden tersebut, bukan karena uang yang telah mereka berikan. Karena 1 suara kita akan menentukan nasib Indonesia 5 tahun ke depan.

Seperti biasa setiap pemilih akan melakukan hak pilihnya secara langsung di tiap-tiap TPS yang sudah di tentukan. Banyak argument akan pemilihan kali ini, apakah pemilihan ini akan mensejahterakan atau malah menyengsarakan masyarakat, atau bahkan pemilu kali ini hanya prosedural semata yang bisanya hanya menghabiskan anggaran triliunan rupiah. 

Argument seperti itu bukan hanya dari kalangan pengamat politik saja akan tetapi masyarakat awampun berpendapat demikian. Sebenarnya penyimpangan apakah yang telah terjadi dalam pemilihan umum calon legislatif yang lalu? Kemudian, apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapi pemilihan umum calon presiden mendatang agar kita (masyarakat Indonesia) tidak melakukan kesalahan lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun