Yang terhormat wahai kawanku ataupun calon pemimpin di negeri ini. Simaklah kisahku yang kutitipkan lewat Kompasiana. Aku butuh segera bantuan kawan-kawan sekalian.
--oOo--
Namaku Ringo, seekor harimau Sumatera. Aku tinggal di pedalaman hutan Sumatera bersama kedua orangtua dan dua adik kecilku yang bernama Nina dan Nancy. Aku tidak punya banyak teman, semua hewan yang melihatku dalam beberapa meter saja akan langsung mengambil langkah seribu meninggalkanku. Padahal aku tidak akan sekalipun mengganggu mereka jika aku tidak lapar. Namun tidak dengan dua gajah Sumatera yang sedari kecil telah kukenal, mereka tak akan lari. Mereka bernama Teso dan Nela yang baik hati. Bahkan kami saling berbagi sungai dan kubangan air untuk minum maupun mandi, dan kami menghormati satu sama lain karena kami telah memiliki wilayah yang menjadi tanggung jawab kami sendiri-sendiri.
Ayah pernah bercerita bahwa di hutan, kami bukanlah makhluk hidup yang berada di puncak rantai makanan. Manusia, itulah nama makhluk mengerikan yang ayah sebutkan. Aku tidak pernah bertemu manusia seumur hidupku, tapi ayah pernah dua kali bertemu dengan mereka secara tidak sengaja. Ayah bilang, manusia itu mengerikan. Mereka berdiri dan berjalan hanya dengan dua kaki. Mereka juga membawa motor gergaji, senapan dan mesin-mesin besar yang berisik untuk menghancurkan rumah kami dan rumah para gajah. Ayah berpesan kepadaku untuk tidak pernah mendekati manusia, jika suatu saat kami sempat berjumpa dengan mereka. Aku berjanji kepada Ayah tentang hal itu.
Selama bertahun-tahun, kami hidup dengan nyaman dan bahagia di sini. Tapi tidak lagi sejak malam itu. Suara kencang terdengar membangunkan kami. Terdengar pohon-pohon tumbang dan guncangan hebat. Ayah berteriak, “Itu mesin Manusia! Manusia di sini!”. Ayah menyuruhku segera kabur bersama kedua adikku dan mengikuti Ibu. Tapi aku tak bisa menggerakkan kaki-kakiku. Aku terpaku melihat makhluk yang baru pertama kali aku lihat. Aku bertemu manusia, untuk yang pertama kalinya. Monster dua kaki yang selalu ayah ceritakan. Mereka tak jauh dariku, tapi salah seorang dari mereka sangat dekat dengan Ayah. Ayah terlihat bermaksud untuk mengusir mereka. Ayah berlari tapi dihentakan kakinya yang keempat, terdengar suara letusan dan seketika ayah jatuh tersungkur. Ayah tidak bergerak, dan tidak bersuara lagi. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku mencoba berjalan mendekati Ayah tapi Ibu berteriak kepadaku untuk berhenti. Kejadiannya cepat, aku mendengar Ibu mengaum dan berlari ke arahku. Terdengar letusan lagi dan kali ini ibu yang tersungkur. Aku mencium darah segar keluar dari tubuh Ibu. Ibu sempat menggumamkan kata-kata, "Selamatkan adik-adikmu...". Aku mengangguk dan segera pergi dari sana membawa Nina dan Nancy.
Setelah berlari cukup jauh, kami berhasil menemukan tempat persembunyian yang cukup aman. Aku berusaha menenangkan Nina dan Nancy yang sedari tadi gemetar. Masih dicekam rasa ketakutan, kami pun terlelap. Keesokan paginya, suara manusia dan mesin-mesinnya sudah tak terdengar lagi. Kami keluar dari tempat persembunyian kami dan melihat hutan yang tadinya berada beberapa ratus kaki di depan kami sudah tak berbentuk lagi. Tak sengaja kami bertemu Teso dan Nela yang juga kehilangan orangtua mereka semalam.
Kami lapar, kami segera mencari makanan. Teso dan Nela masih bisa mengambil tanaman dan rumput yang melimpah di sekitar mereka. Aku sudah bisa berburu sejak kecil karena Ibu yang mengajariku. Tapi kedua adik kecilku belum mampu untuk itu. Apalagi, kami makan cukup banyak sekitar 5 hingga 10 kg perhari. Aku harus mencarikan makanan untuk mereka. Berkurangnya habitat kami yaitu hutan mengakibatkan populasi beberapa hewan untuk kami makan menjadi sangat langka. Sudah tidak ada banyak Rusa karena sepertinya Manusia juga gemar memangsa mereka. Kami masih bisa makan Babi Hutan tapi bisa dibilang itu adalah daftar makanan paling terakhir untuk kami makan. Mungkin masalah yang akan dihadapi Teso dan Nela nanti adalah saat mereka berpindah tempat. Mereka sering sekali berpindah tempat sewaktu-waktu ke sarang-sarang yang pernah mereka buat. Mereka yang membutuhkan lahan yang sangat luas untuk berpindah-pindah pasti akan sangat kebingungan karena sarang mereka sudah tiada, bahkan mereka sering tersesat hingga masuk ke lingkungan Manusia.
Kawan, sungguh aku butuh bantuanmu. Tanpa bantuan kalian, aku tidak dapat menjaga adik-adikku. Aku tidak bisa melawan Manusia. Aku yakin tidak semua Manusia itu buruk. Aku yakin masih banyak Manusia baik seperti kalian yang mau mendengar keluh kesahku dan membantu menyelesaikan penderitaanku. Sebentar lagi pemilu tiba. Pilihlah pemimpin yang peduli pada kami. Tolong aku. Selamatkan hutan kami. Hutan kita.
--oOo--
Salam,
[caption id="attachment_330852" align="alignright" width="150" caption="Tertanda, Ringo"][/caption]
Keterangan:
Kisah ini hanya fiktif belaka, namun menggunakan referensi ilmiah tentang kehidupan satwa yang bersangkutan.
Nama Ringo, Nani dan Nancy diambil dari nama harimau Sumatera yang ada di Kebun Binatang Surabaya.
Nama Teso dan Nela adalah nama gajah Sumatera yang ada di Taman Nasional Tesso Nilo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H