Mohon tunggu...
Muhammad Afif Muntashir
Muhammad Afif Muntashir Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa yang hobi nulis opini terkait keilmuan maupun sekedar opini politik

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pinjaman Online Ilegal Berkedok Peer-to-Peer Lending dan Penyalahgunaannya di Indonesia

18 Oktober 2023   21:58 Diperbarui: 18 Oktober 2023   21:59 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan Financial Technology atau yang kerap disebut Fintech saat ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Fintech terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Banyak sekali jenis-jenis fintech yang berkembang di Indonesia, salah satunya adalah peer-to-peer lending. Tujuan munculnya peer-to-peer lending adalah untuk memberikan kemudahan kepada pihak yang membutuhkan dana dengan proses yang cepat dan mudah. Dari data yang dilansir dari website OJK, per Agustus 2023 tercatat ada 101 penyelenggara peer-to-peer lending yang legal. Nilai pinjaman yang disalurkan mencapai 20 Trilliiun, yang mayoritas sebesar 75% berada di pulau jawa, dan sisanya diluar pulau jawa. (www.ojk.go.id)

Namun, dibalik angka yang fantastis tersebut, terdapat penyalahgunaan penggunaan peer-to-peer lending. Menurut Hidajat dalam penelitiannya berjudul "Unethical practices peer-to-peer lending in Indonesia" pada tahun 2020, faktor yang memengaruhi overgrowing peer-to-peer lending di Indonesia antara lain adalah : pasar yang besar; rendahnya tingkat literasi keuangan; akses cepat dan mudah; dan lemahnya regulasi yang mengatur. Pada artikel ini, akan diulas lebih lanjut mengenai problematika peer-to-peer lending yang akan dilihat dari sisi peminjam, dan entitas pinjol ilegal.

Problematika Peer-to-Peer Lending bagi Peminjam (Borrowwer)

Dilihat dari sisi peminjam, perkembangan financial technology jika dilihat dari satu sisi merupakan hal yang 'gemerlap'. Pasalnya, dari institusi pemberi pinjaman akan memberikan tawaran-tawaran menarik bagi calon peminjam. Tawaran menarik tersebut salah satunya adalah kemudahan dalam mendapatkan pinjaman dengan iming-iming dana pinjaman akan cair dalam waktu dekat. Selain itu juga biasanya tidak ada minimum pinjaman sehingga peminjam dapat meminjam dana dalam jumlah yang kecil. Hal ini akan menyebabkan peminjam yang kurang mendapatkan literasi keuangan mengenai fintech akan 'gelap mata'. Keadaan tersebut menyebabkan peminjam akan langsung melakukan pinjol tanpa mengetahui risiko yang dihadapinya. Jika peminjam memliki riwayat kredit yang baik, maka akan akan mendapatkan bunga pinjaman yang relatif rendah. Namun, jika sebaliknya maka peminjam akan dikenakan bunga yang lebih mahal. Oleh karena hal itu, tak jarang banyak peminjam yang gagal bayar kepada pihak pemberi pinjol. Hal ini berimbas kepada performa dari perusahaan pemberi pinjol yang akan menyetorkan dana dan keuntungan investor atas investasinya pada perusahaan pinjol tersebut.

Selain itu, masalah maraknya pinjol ilegal juga menjamur di Indonesia. Dilansir dari cnbcindonesia.com, per september 2023 terdapat rilis data 288 pinjol ilegal. Sebanyak 243 entitas dan 45 konten pinjaman online atau pinjol berhasil ditemukan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) per Agustus 2023 lalu. Semua temuan tersebut berasal dari website, aplikasi, serta media sosial. Pinjaman itu akan memberikan syarat menyerahkan data pribadi calon peminjam. Seperti data KTP, Kartu Keluarga, akun media sosial, foto profil whatsapp seluruh penjamin, name tag pekerjaan peminjam hingga share location peminjam. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin berbahayanya pinjol ilegal bagi masyarakat yang kurang literasi keuangan berkaitan dengan pinjol. Hal ini mengindikasikan lemahnya regulasi yang mengatur tentang pinjaman online. Jika pinjol abal-abal tidak terdetekasi dan berhasil mendapatakan pendaanaan serta telah menyalurkan pinjaman, akan merugikan banyak pihak. Dan apabila terjadi kebangkrutan, pihak yang meminjamkan uang tidak akan mendapatkan uangnya kembali.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh OJK dan Kontan, beberapa entitas pinjol mengumpulkan pinjaman kepada peminjam dengan cara-cara yang tidak etis seperti: merendahkan, mengutuk, mengancam, menyinggung dan melecehkan secara seksual; mengambil pinjaman ke semua nomor kontak pada ponsel peminjaman; dan mengumpatkan pinjaman sebelum kedaluwarsa.

Problematika Peer-to-Peer Lending bagi Entitas Pinjaman Online (Pinjol) dan Regulasinya

Dari sisi entitas pinjol, munculnya pinjol ilegal dengan mudah karena lemahnya regulasi yang mengatur serta kurangnya pemantauan dari pihak berwajib. Kemunculan pinjol ilegal tak lepas dari perkembangan peer-to-peer lending dalam industri keuangan. Menurut OJK, peer-to-peer lending ilegal memiliki beberapa karakteristik, yaitu, menawarkan pinjaman jangka pendek tanpa jaminan dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, menghitung bunga pinjaman tidak jelas, nomor keluhan pinjaman online tidak selalu tersedia, alamat kantor tidak jelas dan aplikasi atau situs web pinjaman secara online berganti nama atau tidak dapat diakses tanpa pemberitahuan kepada peminjam. Lemahnya regulasi menyebabkan entitas pinjol bebas berkeliaran di Indonesia. Akibatnya, pihak berwenang tidak dapat menuntut peer-to-peer lending ilegal karena regulasi yang lemah. Semua peraturan yang ada hanya mengatur peer-to-peer lending yang legal, sementara untuk peer-to-peer lending ilegal otoritas hanya dapat menutup akses tanpa dapat mengambil tindakan hukum. Mereka yang ingin melakukan kejahatan selalu mencari kelemahan dari peraturan ini. Stadler (2011), yang meneliti pinjaman predator pada kartu kredit menyatakan bahwa pemberi pinjaman masih menemukan cara untuk menghindari hukum dan peraturan. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia No.77/POJK.01/2016, otoritas hanya memberlakukan sanksi administratif terhadap operator dalam bentuk peringatan tertulis, denda, pembatasan aktivitas bisnis dan penarikan lisensi. Harus ada sanksi yang lebih ketat dengan membawa kasus ini ke meja pengadilan.

Maraknya kasus pinjaman online ilegal berdampak negatif baik bagi peminjam, maupun pihak yang meminjamkan dananya kepada entitas pinjol. Meningkatnya pertumbuhan pinjol ilegal seiring dengan berkembangnya peer-to-peer lending mengindikasikan besarnya pangsa pasar dan juga regulasi yang lemah. Regulasi yang ada hanya mengatur mengenai peer-to-peer lending yang legal. Pihak berwenang hanya menutup akses dan tidak mengambil langkah hukum dalam memberantas pinjol ilegal.

Peminjam merasakan dampak negatif yang lebih besar karena pihak pinjol ilegal melakukan tindakan yang tidak etis. Tindakan yang tidak etis dilakukan tidak hanya untuk peminjam tetapi juga untuk keluarga dan teman-teman. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa upaya harus dilakukan, yaitu, menutup akses ke situs web dan aplikasi peer-to-peer lending ilegal dan membawa kasus pelanggaran etika ke pengadilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun